1. Arti Aqiqah
Menurut bahasa (etimologi) Aqiqah) العَقِيْقَةُ ) berarti memutus ) اَ لْـقَطْعُ ) , adapun menurut istilah (terminologi) Syar’i ialah menyembelih seekor atau dua ekor domba atau kambing untuk anak pada hari ketujuh kelahirannya.[1]
2. Dalil Disyariatkannya Aqiqah
Banyak hadits Rasulullah r yang menerangkan tentang dalil aqiqah serta menguatkan syariat aqiqah dan kedudukannya didalam agama Islam, dan menghilangkan keraguan untuk melaksanakannya. Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut :
صحيح البخاري - (ج 17 / ص 121/ح 5049) و سنن الترمذي - (ج 5 / ص 480/ح 1434) و سنن ابن ماجه - (ج 9 / ص 334/ح 3155) و مسند أحمد - (ج 36 / ص 292/ح 17200) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 454/ح 7701) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو النُّعْمَانِ حَدَّ ثَنَا حَمَّاد ُ بْنُ زَ يْدٍ عَنْ أَ يُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ سَلْمَا نَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ وَ قَالَ حَجَّاجٌ حَدَّ ثَنَا حَمَّاد ٌ أَخْبَرَ نَا أَ يُّوبُ وَ قَتَادَ ةُ وَ هِشَامٌ وَ حَبِيبٌ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ عَنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ قَالَ غَيْرُ وَ احِدٍ عَنْ عَاصِمٍ وَ هِشَامٍ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنِ الرَّ بَابِ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ عَنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ رَ وَ اهُ يَزِيدُ بْنُ إِبْرَ اهِيمَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ قَوْلَهُ وَ قَالَ أَصْبَغُ أَخْبَرَ نِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِ مٍ عَنْ أَ يُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ حَدَّ ثَنَا سَلْمَانُ بْنُ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ) مَعَ الْغُلاَ مِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَ أَمِيطُوا عَنْهُ اْلأَ ذَ ى (
Dari Salman bin Aamir Al-Dhobbiy t, ia berkata telah bersabda Nabi r : “Bersama seorang anak itu ada aqiqahnya, karena itu alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah gangguan daripadanya”.
مسند أحمد - (ج 41 / ص 55/ح 19225) و سنن أبي داود - (ج 8 / ص 16/ح 2454) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 9 / ص 299) و سنن الدارمي - (ج 6 / ص 106/ح 2021) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّ ثَنَا سَعِيدٌ وَ يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَ نَا سَعِيدٌ وَ بَهْزٌ حَدَّ ثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَ نَّهُ قَالَ ) كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْ بَحُ عَنْه ُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ قَالَ بَهْزٌ فِي حَدِيثِهِ وَ يُدَمَّى وَ يُسَمَّى فِيهِ وَ يُحْلَقُ قَالَ يَزِيدُ رَ أْسُهُ (
Dari Samurah t, ia berkata : Rasulullah r bersabda : Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang harus disembelih untuknya pada hari ketujuh dan diberinya nama si anak tersebut pada hari itu, serta dicukuri rambutnya”.
سنن الترمذي - (ج 5 / ص 479/ح 1433) و مسند أحمد - (ج 49 / ص 57/ح229021) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 9 / ص 303) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 456/ح0 7703) و مصنف ابن أبي شيبة - (ج 5 / ص 530) : حَدَّ ثَنَا يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّ ثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ أَخْبَرَ نَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ أَ نَّهُمْ دَخَلُوا عَلَى حَفْصَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَسَأَ لُوهَا عَنِ الْعَقِيقَةِ فَأَخْبَرَ تْهُمْ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَ تْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) أَمَرَهُمْ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَ عَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ (
Dari ‘Aisyah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : “Untuk seorang anak laki-laki dua ekor kambing yang cukup, sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing”.
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 153/ح 2142) : وَ فِي لَفْظٍ ) أَمَرَ نَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ نَعُقَّ عَنِ الْجَارِيَةِ شَاةً وَ عَنِ الْغُلاَ مِ شَاتَيْنِ ( .رَوَ اهُ أَحْمَدُ وَ ابْنُ مَاجَه
Dan dalam lafadz yang lain (dikatakan) : "Kami diperintah Rasululllah r supaya memotong aqiqah seekor kambing untuk anak perempuan, dan untuk anak laki-laki dua ekor kambing"
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 153/ح 2143) : وَ عَنْ أُمِّ كُرْزٍ الْكَعْبِيَّةِ ) أَ نَّهَا سَأَ لَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الْعَقِيقَةِ فَقَالَ : نَعَمْ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ وَ عَنِ اْلأُ نْثَى وَ احِدَ ةٌ لاَ يَضُرُّ كُمْ ذُ كْرَ ا نًا كُنَّ أَوْ إنَا ثًا ( .رَوَ اهُ أَحْمَدُ وَ التِّرْمِذِيُّ وَ صَحَّحَهُ
Dan dari Ummi Kurs Al Ka'biyah, sesungguhnya ia pernah bertanya kepada Rasulullah r tentang aqiqah? Maka jawab Rasulullah : "Ya!, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor, dan jangan memudhorotkan kamu, tidak mengapa kambing itu jantan atau betina".
3. Perbedaan Para Ulama Dalam Masalah Aqiqah
Pendapat pertama : Aqiqah itu sunnah, pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi'I, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsur dan sejumlah ahli fiqih, ahli ilmu dan ahli ijtihad lainnya. Argumentasi mereka berdasarkan pada hadits-hadits yang telah disebutkan dimuka mereka menolak pendapat yang mengatakan bahwa aqiqaah itu wajib dengan alasan berikut :
· Seandainya aqiqah itu wajib, niscaya kewajibannya itu akan diketahui dari agama karena hal itu merupakan tuntutan dan akan dijelaskan oleh Rasulullah r kepada umat dengan hujjah yang cukup. Mereka menolak orang-orang yang berpendapat bahwa aqiqah itu wajib dengan berbagai alasan.
· Rasulullah r mengaitkan masalah aqiqah dengan mencintai pelakunya. Nabi r bersabda :
)مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَ لَدِهِ فَـلْيَفْعَلْ(
Barang siapa yang suka diantaramu berqurban untuk anaknya (maksudnya aqiqah) maka kerjakanlah
Kata مَنْ أَحَبَّ (barang siapa yang suka) dikaitkan dengan kemampuan seseorang tanpa pemaksaan sebagai sebuah kemudahan dan keringanan dalam pelaksanaannya sesuai kemampuan
· Perbuatan-perbuatan Rasulullah r tidak menunjukkan bahwa aqiqah itu wajib. Semua perbuatan beliau hanya membuktikan bahwa aqiqah itu sunnah atau istahab (jika menyenanginya/ menyukainya)
Pendapat kedua : Aqiqah itu wajib, menurut Imam Hasan al Bashri, Lits Ibnu Sa'ad dan selain mereka. Alasan, mereka berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah, Ishaq dan Rahawiyah :
مسند الروياني - (ج 1 / ص 49/ ح 46 ) و المحلى - (ج 7 / ص 525) و سبل السلام - (ج 6 / ص 332) : نا محمد بن إسحاق ، أنا يعلى بن عبيد ، نا صالح بن حيان ، عن ابن بريدة ، عن أبيه قال : ) إنَّ النَّاسَ يُعْرَضُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى الْعَقِيقَةِ كَمَا يُعْرَضُونَ عَلَى الصَّلَوَ اتِ الْخَمْس ( سبل السلام - (ج 6 / ص 332) : وَهَذَا دَلِيلٌ - لَوْ ثَبَتَ - لِمَنْ قَالَ بِالْوُجُوبِ .
"Kelak pada hari kiamat, manusia akan diminta pertanggungjawabannya atas aqiqah seperti mereka dimintai pertanggung jawaban atas shalat lima waktu"
( tetapi dalil ini didalam kitab Subulus Salaam Ibnu Hajar Al Atsqalani dianggap kurang kuat sebagai dalil wajib )
Disamping itu mereka juga mengambil dalil dari hadits Samurah diatas :
مسند أحمد - (ج 41 / ص 55/ح 19225) و سنن أبي داود - (ج 8 / ص 16/ح 2454) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 9 / ص 299) و سنن الدارمي - (ج 6 / ص 106/ح 2021) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّ ثَنَا سَعِيدٌ وَ يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَ نَا سَعِيدٌ وَ بَهْزٌ حَدَّ ثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَ نَّهُ قَالَ ) كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْ بَحُ عَنْه ُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ قَالَ بَهْزٌ فِي حَدِيثِهِ وَ يُدَمَّى وَ يُسَمَّى فِيهِ وَ يُحْلَقُ قَالَ يَزِيدُ رَ أْسُهُ (
Dari Samurah t, ia berkata : Rasulullah r bersabda : Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang harus disembelih untuknya pada hari ketujuh dan diberinya nama si anak tersebut pada hari itu, serta dicukuri rambutnya”.
Kalimat (كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ ) yaitu setiap anak tergadai dengan aqiqahnya memperkuat bahwa amalan aqiqah tersebut wajib dilakukan. Karena kalimat tergadai disana berarti terbebas dari gangguan syetan, walaupun kalimat ini perlu dibahas dengan jelas karena tidak ada sebuah perbuatanpun yang membuat kita bisa bebas dari gangguan setan kecuali dengan berlindung terus menrus kepada Allah I secara istiqamah dengan ilmu, doa dan amal yang jelas berdasarkan Qur'an dan Sunnah. Dan Imam Al Bashri menguatkan bahwa posisi kalimat seorang anak tergadai dengan aqiqahnya adalah bahwa seorang anak tidak akan bisa memberi syafaat kepada kedua orang tuanya sebelum mereka diaqiqahi, hal ini membuktikan menurut golongan ini aqiqah itu wajib.
Pendapat ketiga : Aqiqah itu tidak disyariatkan atau jelas-jelas mereka menolak, hal ini dianut oleh mereka yang bermadzhab Hanafi. Dalil mereka adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah r pernah ditanya tentang aqiqah, lalu beliau menjawab :
) لاَ أُحِبُّ الْعُقُوق(
" Aku tidak menyenangi aqiqah "
Selain itu mereka jugaa berdalil dengan hdits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari hadits Abi Rafi t, bahwa ketika Hasan bin Ali lahir maka Fatimah t, akan beraqiqah dengan dua ekor kambing lalu Rasulullah r bersabda :
) لاَ تَعُقِّي عَنْهُ وَ لَكِنْ اِحْلِقِي شَعْرَ رَ أْسِهِ فَتَصَدَّقِي بِوَزْنِهِ مِنْ الْوَرِقِ ثُمَّ وُلِدَ حُسَيْنٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَصَنَعَتْ مِثْلَ ذَلِكَ (
"Janganlah engkau meng-aqiqahinya, tetapi guntinglah rambutnya lalu engkau timbang bersama rambut itu perak sebagai ganti berat rambut, dan sedekahkanlah".
Kemudian Husen bin Ali lahir, dan Fatimah t kembali melakukan seperti itu.
Namun jika kita bersikap lebih kritis lagi, zhahir hadits-hadits yang telah disebutkan menguatkan aspek ber-aqiqah itu adalah sunah hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas ahli fiqih, ahli ilmu dan ahli ijtihad. Hadits-hadits Rasulullah r yang digunakan sebagai dalil penolakan oleh orang-orang bermadzhab Hanafi terhadap aqiqah telah dijawab oleh para ulama dengan ucapannya : " Hadits-hadits yang mereka jadikan dalil itu tidak kuat dan tidak sah dijadikan bukti pengingkaran disyariatkannya aqiqah, karena kurang pasnya pemahaman terhadap hadits tersebut ".
Adapun hadits Amru Ibnu Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah r bersabda : ( لاَ أُحِبُّ الْعُقُوق ) "Aku tidak menyenangi aqiqah" , konteks hadits dan ashabulwurudnya menunjukkan bahwa aqiqah adalah sunnah. Sebenarnya matan lengkap hadits itu sebagai berikut :
وَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ) : سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الْعَقِيقَةِ ، فَقَالَ : لاَ أُحِبُّ الْعُقُوقَ وَ كَأَ نَّهُ كَرِهَ اْلاِسْمَ ، فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ إ نَّمَا نَسْأَ لُكَ عَنْ أَحَدِنَا يُولَدُ لَهُ ، قَالَ : مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَ لَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ وَ عَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ ( . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ.
Dan dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata : Rasulullah r pernah ditanya tentang hukum aqiqah, maka jawabnya : "Aku tidak suka aqiqah" [2]. Seolah-olah ia membenci nama itu. Mereka (para sahabat) bertanya : "Ya Rasulullah! Kami bertanya kepadamu tentang salah seorang diantara kami yang mempunyai anak yang baru lahir". Maka Nabi r bersabda : " Barang siapa yang suka beraqiqah untuk anaknya maka kerjakanlah, yaitu untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang cukup, dan untuk anak perempuan seekor kambing".
Adapun bantahan pendapat mereka terhadap kurang pasnya pemahaman terhadap hadits Abi Rafi, bahwa ketika Hasan bin Ali lahir maka Fatimah t, akan beraqiqah dengan dua ekor kambing lalu Rasulullah r bersabda
) لاَ تَعُقِّي عَنْهُ وَ لَكِنْ اِحْلِقِي شَعْرَ رَ أْسِهِ فَتَصَدَّقِي بِوَزْنِهِ مِنْ الْوَرِقِ ثُمَّ وُلِدَ حُسَيْنٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَصَنَعَتْ مِثْلَ ذَلِكَ (
"Janganlah engkau meng-aqiqahinya, tetapi guntinglah rambutnya lalu engkau timbang bersama rambut itu perak sebagai ganti berat rambut, dan sedekahkanlah".
Kemudian Husen bin Ali lahir, dan Fatimah t kembali melakukan seperti itu.
Hadits ini menunjukkan dengan lebih jelas lagi, bahwa Fatimah t ketika melahirkan Hasan dan Husen dalam keadaan sulit secara harta dan Rasulullah r tidak mau memberatkan putrinya yang kondisi hartanya pas-pasan, hal ini juga menjadi hukum bagi kita jika tidak mampu cukuplah dengan mencukur rambutnya, kemudian timbang beratnya dan sesuaikan berat timbangan rambutnya dengan harga perak serta sedekahkan.
Adapun jika kakeknya lebih mampu dan berkecukupan daripada orang tuanya si anak kemudian mengaqiqahi cucunya tidaklah mengapa, hal itu sebagai bukti tanda kasih sayang dari seorang kakek kepada seluruh keluarganya, lihat hadits dibawah ini :
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 159/ح 2147) : وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَ الْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا ( . رَ وَ اهُ أَ بُو دَ اوُد وَ النَّسَائِيُّ وَ قَالَ : بِكَبْشَيْنِ كَبْشَيْنِ
Dari Ibnu Abbas t : Sesungguhnya Nabi r menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husen, masing-masing seekor kambing (HR Abu Daud dan Nasa'i, tetapi Nasa'i berkata masing-masing dua ekor)
Ringkasnya, mengaqiqahi anak itu sunnah menurut mayoritas para ulama dan ahli fiqih. Oleh karena itru, bagi orang tua yang dianugrahi anak yang baru lahir dan kebetulan mampu untuk menghidupkan sunnah Rasulullah r, lakukanlah. Semoga mendapatkan pahala disi Allah I, sehingga menambah kecintaan dan keakraban dalam ikatan sosial antara sanak famili, kerabat, dan handai taulan, pada saat menghadiri walimah aqiqah dalam menyambut kelahiran bayi dan bergembira serta memohon restu kepada semuanya agar dapat mendidiknya sesuai amanah Allah I dan Rasulnya. Disamping itu juga dapat mewujudkan sumbangan jaminan social kepada fakir miskin dan mereka yang papa / kurang harta turut ambil bagian dalam acara tersebut. Inilah sebagian kecil syariat Islam yang membina hubungan sosial budaya dalam kemasyarakatan.
[1] Dr Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islaam diterjemahkan dengan judul Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,halaman 70, Cetakan II, 1992, Remaja Rosda Karya, Bandung
[2] Dari zhahir hadits ini, segolongan fuqaha mengambil dalil bahwa kata-kata aqiqah itu diganti dengan Nasikah karena Rasulullah r, tidak menyukai nama aqiqah. Kelompok lain mengatakan bahwa Rasulullah r tidak membenci nama itu, tapi dia membenci kalau yang melaksanakan aqiqah itu dipaksakan tidak sesuai dengan kemampuannya, tapi laksanakan seperti Fatimah melaksanakannya yaitu cukup dengan mencukur rambut dan berat timbangan rambutnya disesuaikan dengan harga perak lalu sedekahkan. dan banyak juga matan hadits yang menyebutkan dengan kata aqiqah, hal ini menunjukkan bahwa nabi tidak benci hal tersebut, penulis berpendapat ucapan yang kedua ini masuk diakal dan shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar