Al Qur'an

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَ ةَ وَ أْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اصْبِرْ عَلَى مَا أَصَا بَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُور [لقمان/17]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukmaan (31) : 71

SILAHKAN DISEBARKAN

SILAHKAN DIPERBANYAK / DISEBARKAN DENGAN COPY PASTE ASAL SEBUTKAN SUMBERNYA, TERIMA KASIH

Jumat, 26 Agustus 2011

Etika Dialog : Menjaga Lisan Dari Perkataan Yang Tidak Penting




Pembicaraan yang sia-sia dan tak penting hendaknya kita hindari, pembicaraan yang membuang waktu, fikiran, tenaga dan tidak bermanfaat bukanlah sesuatu yang kita perlukan. Meskipun sia-sia pembicaraan kita, lidah kita kelak akan dimintai pertanggung jawabannya atas apa-apa yang diucapkannya.

Oleh sebab itu, hendaknya kita mengganti pembicaraan yang rendah mutunya dengan perkataan yang baik dan mengandung isi. Setiap hendak berkata dan melepas lisan dari mulut kita, hendaknya terlebih dulu kita gunakan akal pikiran kita. Dengan demikian semoga Allah I memberikan rahmat bagi kita berupa manfaat yang cukup besar.

Membangun istana di surga tidak sebatas dengan amalan-amalan jasad saja, tetapi banyak pula kata-kata yang harus kita ucapkan berupa kalimat yang mengandung dzikir dan mempunyai makna bagi teman kita yang mendengarnya.

Modal seseorang adalah waktu yang akan dilaluinya ataupun yang sudah dilaluinya. Jika ia memanfaatkan untuk sesuatu yang tidak penting, rendah dan tak bernilai maka ia telah menyia-nyiakannya. Gunakanlah sisa modal waktu kita ini dengan hal-hal yang bermanfaat dan ucapan-ucapan yang bernilai di hadapan Allah I maupun dihadapan manusia.

سنن الترمذي - (ج 8 / ص 294/ح 2239) و سنن ابن ماجه - (ج 11 / ص 472/ح 3966) و سنن ابن ماجه - (ج 11 / ص 472/ح 3966) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 6 / ص 447/ح 2991) :  حَدَّ ثَنَا  أَحْمَدُ  بْنُ  نَصْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ   وَ  غَيْرُ  وَ احِدٍ  قَالُوا  حَدَّ ثَنَا  أَ بُو  مُسْهِرٍ  عَنْ   إِسْمَعِيلَ   بْنِ  عَبْدِ  اللَّهِ بْنِ  سَمَاعَةَ  عَنِ  اْلأَوْزَ اعِيِّ  عَنْ  قُرَّ ةَ   عَنِ  الزُّهْرِيِّ  عَنْ   أَبِي  سَلَمَةَ  عَنْ   أَبِي  هُرَ يْرَةَ   قَالَ  قَالَ  رَسُولُ   اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  )  مِنْ   حُسْنِ   إِسْلاَ مِ   الْمَرْ ءِ  تَرْ  كُهُ   مَا لاَ   يَعْنِيهِ (

Dari Abi Hurairah t, ia berkata telah bersabda Rasulullah r : ("Termasuk Sempurnanya/baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak penting baginya".)

إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي  -  (ج 2 / ص 312)  :  قال   أنس  )  استشهد  غلام  منا   يوم   أُحُد   فَوَجَدنَا  على  بِطَنِهِ   حَجَر اً مر  بوطاً  من   الجُوْعِ فَمَسَحْتَ  أُمُّهُ  عَنْ  وَ  جْهِهِ   التَرَ ابَ  وَ  قَالَتْ   هنيئاً  لك   الجنة   يا  بني،  فقال  صلى  الله  عليه  و سلم  ( وَ  مَا  يُدْرِيْكَ   لَعَلَّهُ كَانَ   يَتَكَلَّمُ  فِيْمَا لاَ  يُعْنِيْهِ وَ  يَمْنَعُ مَا لاَ   يَضُرُّ هُ؟ ) (

Anas bin Malik t berkata : ("Temanku telah gugur dalam Perang Uhud, lalu kami temukan batu yang diikat pada perutnya karena lapar. Tiba-tiba ibunya mengusap debu dari wajahnya sambil berkata : 'Selamat bahagia dengan surga, wahai anakku'. Maka Rasulullah r  bersabda : 'Tahukah kamu, mungkin ia mengatakan sesuatu yang tidak penting baginya, dan mengatakan sesuatu yang tidak membahayakannya' ".[1])

إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي -  (ج 2 / ص 313)  :  و عن  محمد  بن  كعب  قال :  قال  رسول  الله  صلى  الله  عليه  و سلم  ) إن  أول  من   يدخل  من   هذا  الباب  رجل  من  أهل   الجنة  (   فدخل  عبد الله  بن  سلام   فقال   إليه  ناس  من  أصحاب  رسول  الله  صلى  الله  عليه و سلم  فأخبروه   بذلك  و  قالوا :  أخبرنا  بأوثق  عمل   في   نفسك  ترجو  به   فقال  )   إني   لضعيف  و  إن   أوثق  ما   أرجو به   الله   سلامة   الصدر  و  ترك   ما   لا يعنيني (

Dari Muhammad bin Kaab t, bahwa Rasulullah r, bersabda : ("Bahwa orang yang pertama sekali masuk dari pintu ini adalah seorang lelaki yang termasuk penghuni surga". Lalu Abdullah bin Salam t memasukinya, maka beberapa orang dari sahabat berdiri menyambutnya dan memberitahukan demikian kepadanya sambil berkata : "Beritahukan kepada kami, sebaik-baik amal perbuatan yang kau berharap darinya". Abdullah bin Salam t berkata, "Sesungguhnya aku adalah hamba Allah I yang lemah, dan sebaik-baik sesuatu yang aku berharap darinya kepada Allah I ialah selamatnya apa yang ada di dalam dada dan meninggalkan apa yang tidak penting bagiku".[2])

إحياء علوم الدين - أبو حامد الغزالي -  (ج 2 / ص 313) :  و قال  أبو ذر :  قال  رسول  الله  صلى  الله  عليه  و سلم  )  ألا   أعلمك   بعمل  خفيف  على البدن   ثقيل  في   الميزان  (  قلت :  بلى  يا رسول  الله  قال ) هو  الصمت  و  حسن   الخلق  و  ترك  ما  لا  يعنيك (

Diriwayatkan dari Abu Dzar t, bahwa Rasulullah r bersabda : ("Maukah engkau aku ajari amal yang ringan atas tubuhmu tetapi berat dalam timbangan". Maka Aku (Abu Dzar) menjawab : "Mau! Ya Rasulullah". Beliau r bersabda : "Yaitu diam, baik akhlak dan meninggalkan sesuatu yang tidak penting bagimu".[3])

إحياء علوم الدين - أبو حامد الغزالي -  (ج 2 / ص 313)  : ) وقال  عمر  رضي  الله  عنه  لا  تتعرض  لما  لا   يعنيك  و  اعتزل   و  أحذر  صديقك  من   القوم إلا   الأمين، و  لا   أمين   إلا  من   خشى   الله  تعالى،  و  لا تصحب   الفاجر  فتتعلم  من   فجوره   و  لا   تطلعه  على   سرك،  و  استشر  في   أمرك   الذين   يخشون   الله  تعالى. (

Umar bin Khatab t berkata : ( "Hindarilah perkataan sia-sia dan tidak bermanfaat bagimu. Jauhilah musuhmu. Waspadailah teman karibmu, kecuali dari golongan orang yang amanah (dapat dipercaya) dan mereka takut kepada Allah I. Janganlah engkau berteman dengan orang dzalim, lalu belajar dari perbuatan aniayanya. Jangan pula engkau menampakkan rahasiamu kepadanya, dan musyawarahkanlah urusanmu dengan orang yang takut kepada Allah I ".)


[1] HR. Turmudzi
[2] HR. Abi Dunya
[3] HR. Abi Dunya

Tafakur Mengenai Harta Kekayaan (Bagian 5)



Banyak Harta tak ingin, tapi miskinpun segan.

Harta kekayaan yang banyak dan melimpah memang membawa fitnah bagi pemiliknya. Demikian pula apabila kekurangan harta kekayaan. Kaya dan miskin, kelebihan dan kekurangan harta, adalah sama-sama ujian dari Allah I. Oleh karena itu, Rasulullah r seringkali memohon perlindungan kepada Allah I dari keburukan, kekayaan, dan kemiskinan. Beliau r juga memohon perlindungan dari himpitan hutang yang membelit kebahagaiaan dan kenyamanan hidup. Beliau r menyamakan bahaya kemiskinan dengan bahaya kekafiran. Lebih dari itu, Beliau r menjelaskan bahwa hutang bisa mendekatkan seseorang kepada sifat-sifat kemunafikan, bagaimana tidak karena ketidak mampuan dia untuk membayar hutang, dia jadi sering berbohong, menghindar dan ingkar janji, karena malu dan tidak mau berterus terang atas ke-tidak berdayaannya.

صحيح البخاري - (ج 19 / ص 451/ح  5886) :  حَدَّ ثَنَا  قُتَيْبَةُ  بْنُ  سَعِيدٍ  حَدَّ ثَنَا  إِسْمَا عِيلُ  بْنُ  جَعْفَرٍ  عَنْ  عَمْرِو  بْنِ أَبِي  عَمْرٍو  مَوْ لَى  الْمُطَّلِبِ  بْنِ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  حَنْطَبٍ  أَ نَّهُ  سَمِعَ  أَ نَسَ  بْنَ  مَالِكٍ  يَقُولُ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ    ِلأَ بِي  طَلْحَةَ  الْتَمِسْ  لَنَا  غُلاَ مًا  مِنْ  غِلْمَانِكُمْ   يَخْدُ مُنِي  فَخَرَ جَ   بِي  أَ بُو طَلْحَةَ  يُرْدِ فُنِي   وَ رَ اءَ هُ   فَكُنْتُ   أَخْدُمُ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  كُلَّمَا  نَزَ لَ  فَكُنْتُ  أَسْمَعُهُ  يُكْثِرُ  أَنْ  يَقُولَ  )اللَّهُمَّ   إِ نِّي  أَعُوذُ  بِكَ  مِنْ  الْهَمِّ  وَ  الْحَزَنِ  وَ  الْعَجْزِ  وَ  الْكَسَلِ  وَ  الْبُخْلِ  وَ  الْجُبْنِ وَ ضَلَعِ  الدَّ يْنِ  وَ  غَلَبَةِ  الرِّجَالِ (

(BUKHARI - 5886) : Dari Anas bin Malik, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Abu Thalhah: "Berilah kepadaku seorang pelayan lelaki dari yang kamu miliki, sehingga ia bisa membantuku." Abu Thalhah lalu keluar dengan membawaku (Anas) di belakang boncengannya. Aku (Anas) lalu menjadi pelayan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Setiap kali beliau singgah pada suatu tempat, beliau banyak membaca : ('ALLAHUMMA INNI A'UUDZUBIKA MINAL HAMMI WAL HAZANI WAL 'AJZI WAL KASALI WAL BUKHLI WAL JUBNI WA DLALA'ID DAINI WA  GHALABATIR RIJAALI  (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan penakut, dan dari lilitan hutang dan penindasan)'.)

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani berkata : “ (ضَلَعِ  الدَّ يْنِ) Dhala’i ad-dain, maksudnya adalah lilitan hutang-hutang yang berat dan banyak, sehingga orang yang mempunyai hutang tidak mampu untuk mengembalikannya, terlebih lagi dengan adanya tuntutan dari pihak yang mempiutangi. Sebagian Ulama salaf berkata : “Tidaklah kegundahan karena hutang memasuki hati seseorang, kecuali ia menghilangkan sebagian akal sehat. Sehingga akal sehatnya tidak mungkin akan kembali sempurna seperti semula”.

Imam Muhammad bin Yusuf bin Al-Karmani (786 H) berkata : “Doa ini mencakup jawami’ul al-kalim, ucapan yang ringkas namun memuat makna yang luas, karena sesungguhnya jenis keburukan itu hanya ada tiga : (1) Psikis , (2) Fisik, dan (3) Faktor dari luar. Gangguan psikis berasal dari kekuatan dalam jiwa manusia yang terdiri dari tiga hal : (1) Kekuatan akal , (2) Kekuatan emosi, dan (3) Kekuatan syahwat.

 Kegundahan fikiran dan kesedihan hati berkaitan dengan kekuatan akal. Kepengecutan berkaitan dengan kekuatan emosi, kekikiran berkaitan dengan kekuatan syahwat. Kelemahan dan kemalasan berkaitan dengan kekuatan fisik. Kemalasan terjadi dalam diri orang yang anggota badan dan kekuatannya sempurna (normal) serta tidak cacat. Sedangkan kelemahan terjadi dalam diri orang yang sebagian anggota badannya tidak sempurna. Himpitan dan tekanan dari luar berasal dari luar diri seseorang, yang pertama berkaitan dengan harta, sedangkan yang kedu berkaitan dengan kehormatan. Doa ini memuat seluruh unsur ini”. [1]

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani berkata : “ Kesimpulannya ( الهم ) al-hammu (kegundahan) adalah akal manusia senantiasa memikirkan sesuatu hal yang dibencinya yang sedang terjadi saat ini, ( الحزن ) al-huznu (kesedihan) adalah akal manusia senantiasa memikirkan sesuatu hal yang dibencinya yang telah terjadi di waktu yang lalu, ( الْعَجْز ُ) al –‘ajzu (kelemahan) adalah lawan dari kesanggupan,  ( الْكَسَلُ ) al-kasalu (kemalasan) adalah lawan dari ketekunan dan rajin,   (  الْبُخْلُ) al-bukhlu (kekikiran) adalah lawan dari kedermawanan, dan ( الْجُبْنُ ) al-jubnu (kepengecutan) adalah lawan dari keberanian”. [2]  

Dalam hadits yang lain dijelaskan pula : 
 
صحيح مسلم - (ج 13 / ص 225/ح 4877) : حَدَّ ثَنَا  أَ بُو  بَكْرِ  بْنُ  أَبِي  شَيْبَةَ  وَ أَ بُو  كُرَ يْبٍ وَ اللَّفْظُ   ِلأَ بِي  بَكْرٍ  قَالاَ  حَدَّ ثَنَا  ابْنُ  نُمَيْرٍ  حَدَّ ثَنَا  هِشَامٌ  عَنْ  أَبِيهِ  عَنْ  عَائِشَةَ   أَنَّ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  كَانَ   يَدْعُو  بِهَؤُلاَءِ  الدَّعَوَ اتِ ) اللَّهُمَّ  فَإِ نِّي  أَعُوذُ بِكَ  مِنْ  فِتْنَةِ  النَّارِ وَ عَذَ ابِ  النَّارِ  وَ فِتْنَةِ  الْقَبْرِ  وَ عَذَ ابِ  الْقَبْرِ  وَ  مِنْ  شَرِّ  فِتْنَةِ  الْغِنَى  وَ  مِنْ  شَرِّ   فِتْنَةِ   الْفَقْرِ  وَ  أَعُوذُ بِكَ  مِنْ  شَرِّ  فِتْنَةِ  الْمَسِيحِ   الدَّجَّالِ  اللَّهُمَّ اغْسِلْ  خَطَايَايَ   بِمَاءِ  الثَّلْجِ  وَ  الْبَرَدِ  وَ  نَقِّ  قَلْبِي  مِنْ  الْخَطَايَا  كَمَا  نَقَّيْتَ  الثَّوْبَ  اْلأَ  بْيَضَ  مِنَ  الدَّ نَسِ وَ بَاعِدْ  بَيْنِي  وَ  بَيْنَ  خَطَايَايَ  كَمَا  بَاعَدْتَ  بَيْنَ  الْمَشْرِقِ  وَ  الْمَغْرِبِ  اللَّهُمَّ  فَإِ نِّي  أَعُوذُ بِكَ  مِنْ  الْكَسَلِ وَ  الْهَرَمِ  وَ  الْمَأْثَمِ  وَ  الْمَغْرَمِ  (  

(HR. MUSLIM - 4877) : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib -dan lafadh ini milik Abu Bakr- mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari 'Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah membaca doa yang berbunyi: ("Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari fitnah api neraka dan siksanya, dari fitnah kubur dan siksanya, dari fitnah kekayaan, dari fitnah kefakiran, dan aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari fitnah Dajjal. Ya Allah, hapuskanlah dosaku dengan air salju dan air embun, bersihkanlah hatiku dari segala kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan kain putih dari noda. Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan dosaku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dengan barat. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kepikunan serta dari dosa dan lilitan hutang.")

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali atau yang dikenal dengan Imam Ghazali (505 H) berkata : “Yang dimaksud dengan fitnah kekayaan adalah kecintaan dan ketamakan manusia untuk mengumpulkan harta kekayaan, sehingga memperolehnya dengan jalan yang tidak halal dan enggan untuk menunaikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam harta. Adapun yang dimaksud dengan fitnah kemiskinan adalah kemiskinan yang parah yang tidak disertai oleh sikap kebajikan dan wara’, sehingga manusia tidak segan-segan melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh orang yang beragama dan mempunyai harga diri. Karena kemiskinannya, ia tidak peduli bila menerjang segala hal yang haram”. [3]

Imam Abu Abdillah Al Qurtubhi berkata : “(الْمَغْرَمِ) Al Maghram artinya hutang. Dalam hadits ini Rasulullah r mengingatkan tentang bahaya yang timbul akibat hutang”. [4]

Hadits-hadits ini mengingatkan kita untuk senantiasa waspada dan bertakwa kepada Allah I, baik saat mendapat limpahan nikmat berupa harta kekayaan, maupun saat diuji dengan kekurangan harta kekayaan. Betapa banyak orang kaya yang lupa daratan dengan kekayaannya. Ia memperoleh harta dengan cara-cara yang melanggar batasan syariat, dan membelanjakannya untuk hal-hal yang diharamkan syariat.

Tidak sedikit pula kaum miskin yang lalai kepada ibadah karena kekurangan harta yang ia alami. Ia boleh jadi berangkat kerja sejak sebelum adzan subuh, dan baru pulang selepas adzan maghrib. Waktu, tenaga, dan fikiran, ia habiskan untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia selalu dalam keadaan berpayah-payah sehingga tidak berfikir sedikitpun untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ibadah kepada Allah I. Perhatikan hadits berikut :

صحيح البخاري - (ج 16 / ص 203/ح 4799) و صحيح مسلم - (ج 13 / ص 281/ح 4920) وسنن الترمذي - (ج 9 / ص 179/ح 2527) و مسند أحمد - (ج 5 / ص 14/ح 1982) :  حَدَّ ثَنَا  عُثْمَانُ  بْنُ  الْهَيْثَمِ  حَدَّ ثَنَا  عَوْفٌ  عَنْ أَبِي  رَجَاءٍ  عَنْ  عِمْرَ انَ  عَنْ  النَّبِيِّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  قَالَ ) اطَّلَعْتُ  فِي  الْجَنَّةِ  فَرَ أَ يْتُ  أَكْثَرَ أَهْلِهَا  الْفُقَرَ اءَ  وَ اطَّلَعْتُ  فِي  النَّارِ  فَرَ أَ يْتُ  أَكْثَرَ  أَهْلِهَا  النِّسَاءَ(

Dari Imran dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: ("Aku memperhatikan isi surga, lalu aku mendapatkan bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Kemudian aku melihat ke dalam neraka, maka aku pun melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita.")

Imam Ibnu Bathal Al Maliki berkata : “ Sabda Rasulullah r : ‘Aku memperhatikan isi surga, lalu aku mendapatkan bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin’, tidak berarti orang yang miskin lebih utama daripada orang-orang kaya. Makna hadits ini adalah penjelasan bahwa orang-orang miskin di dunia lebih banyak daripada orang-orang kaya. Rasulullah r memberitahukan tentang kondisi akhirat, hal ini sesuai sebagaimana jika anda mengatakan ‘Kebanyakan penduduk dunia adalah orang-orang miskin’, sebagai sebuah penjelasan tentang realita yang ada. Jadi yang memasukan mereka kedalam surga bukanlah kemiskinan mereka. Mereka bisa masuk surga berkat keshalihan amal mereka, meskipun mereka dalam kondisi miskin. Adapun orang miskin yang tidak shalih, ia bukan orang yang mempunyai keutamaan apapun”. [5]

Imam Ahmad bin Nashr Al-Dawudi berkata : “Kemiskinan dan kekayaan adalah cobaan dari Allah I, dengan keduanya Allah I menguji hamba-hambaNya dalam hal kesyukuran dan kesabaran. Sebagaimana firman Allah I :


إِ نَّا  جَعَلْنَا  مَا  عَلَى  اْلأَرْضِ  زِينَةً   لَهَا   لِنَبْلُوَ هُمْ   أَ  يُّهُمْ   أَحْسَنُ  عَمَلاً  [الكهف/7]

Sesungguhnya Kami telah Menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya. (QS Al Kahfi (18) : 7)


وَ  نَبْلُو كُمْ   بِالشَّرِّ  وَ  الْخَيْرِ  فِتْنَةً   [الأنبياء/35]

Kami akan Menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. (QS Al Anbiyaa (21) : 35)


Diatas telah dijelaskan tentang hadits shahih yang menyebutkan bahwa nabi r berlindung dari keburukan fitnah kekayaan dan keburukan fitnah kemiskinan. Maka kekayaan dan kemiskinan adalah sesuatu yang seimbang, baik dalam keadaan miskin maupun kaya seseorang tetap akan mendapatkan ujian. Ia bisa menjadi orang yang tercela atau terpuji karena sikapnya atas kekayaan dan kemiskinan, dan yang lebih utama adalah al-kafaf, kecukupan (tidak kekurangan dan tidak pula kelebihan). [6]

Dari sini jelaslah betapa bahaya kekayaan dan kemiskinan itu, tergantung kepada kondisi keimanan dan ketakwaan seseorang hamba. Jika dalam keadaan miskin ia lebih mampu untuk beribadah, maka kemiskinan adalah lebih baik baginya. Dan jika dalam kondisi memiliki harta kekayaan berlimpah, ia lebih mampu beribadah, maka kekayaan adalah lebih baik baginya. Oleh karenanya Rasulullah r mendoakan sebagian sahabat agar dikaruniakan kekayaan dan panjang umur, karena dengan hal tersebut mereka lebih mampu untuk beribadah. Lihat tentang doa Rasulullah kepada Anas bin Malik t.


[1]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/266.
[2]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/273.
[3]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/272.
[4]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/376.
[5]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/428.
[6]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/421.

Etika Dialog : Mengenal Bahayanya Lidah dan Keutamaannya Diam



Sesungguhnya lidah adalah suatu anugrah Allah I, merupakan kenikmatan dari Allah I yang agung, dan termasuk pula ciptaanNya yang halus dan penuh dengan keajaiban. Lidah itu bentuknya kecil, tetapi besar manfaatnya. Besar ketaatannya kepada Allah I dan besar pula dosanya kepada Allah I. Sebab kufur dan iman merupakan puncak dari dua hal yang bertolak belakang. Kufur adalah puncak dari kedurhakaan kepada Allah I, dan iman adalah puncak dari ketaatan.

Sesungguhnya tiada sesuatu yang wujud atau tiada berwujud, pencipta atau tercipta, dihayalkan atau diketahui, diduga atau dikira-kira, kecuali lidah dapat memaparkannya dengan benar atau sebaliknya, dengan salah.

Sesungguhnya pengetahuan yang dijelaskan oleh lidah, kadang-kadang benar dan kadang-kadang pengetahuan itu keliru. Segala sesuatu, terutama informasi, diperoleh dari lidah. Dan inilah kelebihan lidah dibandingkan dengan anggota tubuh lainnya.

Lidah memang mempunyai keajaiban dibandingkan dengan anggota tubuh lainnya. Mata hanya dapat melihat warna dan bentuk. Telinga hanya bisa mendengar suara. Tangan hanya berperan menjangkau benda dan sebagainya, begitu pula anggota tubuh lainnya. Sedangkan lidah, jangkauannya, tugasnya, perannya, begitu luas tak terbatas, ia tak kenal batas.

Lidah mempunyai lintasan yang luas dalam berbuat kebaikan. Namun disisi lain, ia mempunyai ekor yang dapat ditarik dan di ombang-ambingkan dalam berbuat maksiat (kehinaan). Barang siapa yang melepaskan kemanisan lidah dan membiarkan terlepas kendalinya, maka syetan akan bebas menggiringnya ke tepi jurang, yang dapat menjatuhkannya. Kalau perlu syetan memaksa seseorang itu kepada sesuatu yang membinasakan.

Manusia akan binasa dan masuk kedalam jurang neraka karena hasil dari lidahnya. Manusia tak akan selamat dari kebinasaan jika ia membiarkan lidahnya berkata seenaknya. Manusia hanya bisa selamat jika mengikat lidahnya dengan kendali syariat dan tidak mengatakan kecuali tentang sesuatu yang bermanfaat baginya baik di dunia maupun di akhirat. Manusia tidak akan selamat jika tidak mencegah lidahnya dari setiap bahaya yang ditakuti, baik di saat sekarang maupun di saat yang akan datang.

Lidah itu anggota tubuh manusia yang paling durhaka jika tak terkendali dibandingkan dengan organ-organ tubuh lainnya. Karena lidah sangat mudah melakukan pujian atau celaan. Memuji dan mencela itu sangat ringan dilakukan karena tidak memerlukan ongkos dan tidak begitu berat untuk menggerakkannya. Namun kebanyakan manusia, menganggap bahaya lidah itu remeh, sepele. Sehingga jarang yang mengendalikan lidah dalam berkata. Jarang yang mengikat kendali dengan syariat. Namun dibiarkan lepas, berkata apa saja. Padahal sesungguhnya lidah dimanfaatkan syetan untuk menyesatkan manusia.

Marilah sahabat kita kenali tentang bahaya lisan yang mungkin tidak kita sadari ternyata menyeret dan menjerat kita kearah bahaya yang kekal, dan bahaya itu tidak kita sadari karena kebiasaan kita berbicara tidak sesuai syariat.


Mengenal Bahayanya Lidah dan Keutamaannya Diam

Mengendalikan dialog kita sesuai syariat adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia dan akhirat, dan sebuah pengendalian tentu saja berguna untuk menjaga hubungan dengan seseorang tetap baik dan terjaga. Sesungguhnya jika kita memandang sepele terhadap ucapan yang tidak terkawal syariat sebenarnya mengandung bahaya yang sangat besar, yaitu bahaya lidah kita. Peribahasa mengatakan Mulutmu harimaumu yang bisa mencelakakanmu. Jika kita tidak bisa memilih perkataan (dialog) yang bermutu maka lebih baik diam. Dan diamnya itu adalah sebuah keselamatan bagi diri kita dan orang lain tidak ada yang menyakiti dan tersakiti. Lihat hadits dibawah ini :

سنن الترمذي - (ج 9 / ص 41/ح 2425) و مسند أحمد - (ج 13 / ص 231/ح 6193) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 4 / ص 465/ح 2006) و سنن الدارمي - (ج 8 / ص 365/ح 2769) :  حَدَّ ثَنَا  قُتَيْبَةُ  حَدَّ ثَنَا  ابْنُ   لَهِيعَةَ  عَنْ  يَزِ يدَ  بْنِ  عَمْرٍو  الْمَعَافِرِيِّ  عَنْ  أَبِي  عَبْدِ  الرَّحْمَنِ  الْحُبُلِيِّ  عَنْ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  عَمْرٍو  قَالَ  قَالَ  رَسُو لُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ )  مَنْ  صَمَتْ  نَجَا (
Dari Abdillah bin Amr t, dia berkata, telah bersabda Rasulullah r : ("Barangsiapa yang diam, pastilah selamat".)

Diamnya disini adalah diamnya orang yang tahu etika berbicara berdasarkan syariat, sehingga dia tahu kapan harus  berbicara sehingga mendatangkan manfaat dan keselamatan, atau kapan harus diam sehingga tidak mendatangkan mudharat dan kecelakaan.

الزهد  لابن  أبي  عاصم  -  (ج 1 / ص 45/ح 43) و   إحياء  علوم  الدين -  (ج 2 / ص 310)  و  المطالب  العالية  للحافظ  ابن حجر العسقلاني - (ج 9 / ص 283/ح 3306)  :  قال   أبو يعلى  :  ثنا   أحمد  بن   المقدام   أبو   الأشعث ،  ثنا  محمد  بن  بكر ،  ثنا  عثمان  بن  سعد ،  سمعت   أنس   بن  مالك ، يقول : )  اَلصُّمْتُ   حُكْمُ  ، وَ   قَلِـيْلُ   فَاعِلُهُ (
Dari Utsman Ibnu Sa'id t, dia berkata, sesungguhnya saya mendengar Anas bin Malik t berkata : (" Diam itu keteguhan dan sedikit sekali orang yang melaksanakannya".)

رياض الصالحين  -  (ج 1 / ص 84) و صحيح مسلم - (ج 1 / ص /145/ح 55) و مسند أحمد - (ج 30 / ص 437/ح 14869) و الإبانة الكبرى لابن بطة  - (ج 1 / ص 167/ح 161) و الآحاد والمثاني لابن أبي عاصم - (ج 4 / ص 418/ح 1406)  :  و عن  أبي  عمرو ، و  قيل :  أبي  عَمرة  سفيان  بن  عبد الله - رضي الله عنه - ،  قَالَ : قُلْتُ  : يَا رَسُول   الله ،  قُلْ  لي   في   الإسْلامِ   قَولاً   لاَ   أسْأَلُ   عَنْهُ   أَحَداً   غَيْرَ  كَ .  قَالَ   :   ) قُلْ  :   آمَنْتُ   بِاللهِ ، ثُمَّ   استَقِمْ (
Dari Abu Amr, ada yang mengatakan, Abu 'Amrah Sufyan bin 'Abdullah t, dia bercerita, aku pernah berkata, ("Ya Rasulullah r, ajarkan kepadaku suatu ucapan yang aku tidak akan menanyakannya lagi kepada seorangpun selain engkau". Beliau r menjawab : "Ucapkanlah : 'Aku beriman kepada Allah', kemudian tetaplah pada jalan yang benar (istiqamah pada jalan yang benar)")

رياض الصالحين - (ج 1 / ص 85) و صحيح مسلم - (ج 13 / ص 436/ح 5041) و سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 242/ح 4191) و مسند أحمد - (ج 21 / ص 66/ح 10022) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 9 / ص 477/ح 4423) و سنن الدارمي - (ج 8 / ص 402/ح 2789)  :   و عن  أبي  هر يرةَ -  رضي  الله  عنه - ، قَالَ  : قَالَ  رَسُول  الله – صلى  الله  عليه  و سلم - : ) قَارِبُوا  وَ سَدِّدُوا ، وَ  اعْلَمُوا  أَ نَّهُ   لَنْ    يَنْجُوَ   أَحَدٌ  مِنْكُمْ   بعَمَلِهِ ( قالُوا : وَ  لاَ   أَنْتَ   يَا رَسُول   الله ؟  قَالَ  : ) وَ  لاَ   أنا  إلاَّ   أنْ   يَتَغَمَّدَ ني  الله   برَحمَةٍ  مِنهُ   وَ  فَضْلٍ (
Dari Abu Hurairah t, katanya : Rasulullah r  bersabda : ("Sederhanalah kalian dalam beribadah (tidak berlebihan dan tidak pula terlalu minim dalam mendekatkan diri kepada Allah r) dan tetap teguhlah kalian dalam beristiqimah. Dan ketahuilah bahwasannya tidak ada seorangpun dia antara kalian yang selamat dari amal perbuatannya". Para sahabat bertanya :"Termasuk juga emngkau ya Rasulullah r ". Beliau menjawab : "Termasuk juga aku, hanya Allah I telah meliputi diriku dengan rahmat dan karuniaNya".)

Dari hadits-hadits diatas jelaslah, mengendalikan lisan ini sebuah perbuatan yang harus dilaksanakan secara istiqamah (konsisten), sehingga membuahkan keselamatan dunia dan akhirat.

سنن الترمذي - (ج 8 / ص 427/ح 2330) و مسند أحمد - (ج 45 / ص 201/ح 21206) :  حَدَّ ثَنَا  صَالِحُ   بْنُ  عَبْدِ  اللَّهِ   حَدَّ ثَنَا  ابْنُ  الْمُبَارَ كِ   ح  و حَدَّ ثَنَا  سُوَ يْدٌ  أَخْبَرَ نَا  ابْنُ  الْمُبَارَ كِ  عَنْ  يَحْيَى  بْنِ  أَ يُّوبَ  عَنْ  عُبَيْدِ  اللَّهِ  بْنِ  زَحْرٍ  عَنْ   عَلِيِّ   بْنِ   يَزِيدَ   عَنِ  الْقَاسِمِ  عَنْ أَبِي  أُمَامَةَ   عَنْ   عُقْبَةَ   بْنِ  عَامِرٍ  قَالَ  ) قُلْتُ   يَا رَسُولَ   اللَّهِ  مَا النَّجَاةُ  ؟   قَالَ   أَمْسِكْ   عَلَيْكَ   لِسَا نَكَ   وَ  لْيَسَعْكَ   بَيْتُكَ   وَ  ابْكِ  عَلَى  خَطِيئَتِكَ (
Dari Uqbah bin Amir t, ia berkata : ("Aku pernah bertanya : "Wahai Rasulullah r, apakah keselamatan itu?". Beliau r menjawab : "Jagalah lidahmu, betahlah kamu di rumah (untuk beribadah), dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu".)

صحيح البخاري - (ج 21 / ص 75/ح 6309) و سنن الترمذي - (ج 8 / ص 429/ح 2332) و مسند أحمد - (ج 46 / ص 305/ح 21757) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 439/ح 8178) وصحيح ابن حبان - (ج 23 / ص 428/ح 5793) :  حَدَّ ثَنَا  مُحَمَّدُ  بْنُ  عَبْدِ  اْلأَعْلَى  الصَّـنْعَانِيُّ  حَدَّ ثَنَا  عُمَرُ  بْنُ عَلِيٍّ  الْمُقَدَّمِيُّ  عَنْ   أَبِي  حَازِ مٍ  عَنْ  سَهْلِ   بْنِ  سَعْدٍ  قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ  ) مَنْ   يَتَكَفَّلْ   لِي  مَا  بَيْنَ   لَحْيَيْهِ  وَ  مَا   بَيْنَ  رِجْلَيْهِ   أَ تَكَفَّلْ  لَهُ  بِالْجَنَّةِ (
Dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'di t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : ("Barangsiapa yang bisa menjamin karena aku, apa yang ada diantara (kumis dan)  jenggotnya dan kedua kakinya (kemaluan), pasti akupun menjamin surga baginya".)

إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 310) :  قال  سهل  بن  سعد  الساعدي.  قال  رسول  الله  صلى  الله  عليه  و سلم  ) مَنْ  وَ قَى  شَرَّ قَبْقَبِهِ  وَ  ذَ بْذَ بِهِ   وَ  لَـقِـلَـقِهِ  فَـقَدْ وَ قَى  الشَّرَّ   كُلَّهُ (
Dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'di t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : ("Barangsiapa yang menjaga (diri) dari kejahatan "Qabqab" nya, "Dzab-dzab" nya dan "Laq-laq" nya, pasti ia telah menjaga semua kejahatannya")

(قَبْقَبِهِ) adalah perutnya, (ذَ  بْذَ بِهِ) adalah kemaluannya atau alat kelaminnya, (لَـقِـلَـقِهِ) adalah lidahnya atau lisannya.

Hadits ini menegaskan kepada kita Allah I dan Rasulnya menjamin surga bagi mereka yang terjaga perutnya berarti mengusahakan  dengan sekuat kemampuan lahir dan bathin memenuhi seluruh kebutuhan hidup dengan mencari rizki yang halal, terjaga kemaluannya berarti mengusahakan  dengan sekuat kemampuan lahir dan bathin menikahi laki-laki atau wanita yang dihalalkan Allah I dan RasulNya, serta seluruh kewajibannya sebagai suami-istri,  terjaga Lisannya berarti mengusahakan  dengan sekuat kemampuan lahir dan bathin mengendalikan ucapannya sehingga tidak membuat kerusakan dan menimbulkan bahaya buat diri dan orang lain.

سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 296/ح 4236) و مسند أحمد - (ج 16 / ص 107/ح 7566) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 294/ح 8036) و صحيح ابن حبان - (ج 2 / ص 445/ح 477)  :  حَدَّ ثَنَا  هَارُونُ   بْنُ   إِسْحَقَ  وَ  عَبْدُ  اللَّهِ   بْنُ   سَعِيدٍ  قَالاَ   حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  اللَّهِ   بْنُ   إِدْرِيسَ  عَنْ أَبِيهِ  وَ  عَمِّهِ  عَنْ  جَدِّهِ  عَنْ   أَبِي  هُرَ يْرَ ةَ  قَالَ  ) سُئِلَ  النَّبِيُّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ   مَا   أَ كْثَرُ  مَا   يُدْخِلُ   الْجَنَّةَ   قَالَ   التَّقْوَى وَ  حُسْنُ  الْخُلُقِ   وَ  سُئِلَ   مَا   أَكْثَرُ   مَا يُدْخِلُ   النَّارَ  قَالَ   اْلأَجْوَفَانِ   الْفَمُ  وَ  الْفَرْجُ (
Dari Abi Hurairah t, ia berkata, ( telah ditanya Rasulullah r tentang apa yang paling berperan memasukkan seseorang ke dalam surga. Rasulullah r bersabda : "Taqwa kepada Allah I dan budi pekerti yang baik". Kemudian Rasulullah r ditanya tentang apa yang paling berperan memasukan seseorang ke dalam neraka. Beliau r menjawab : "Dua lubang, yaitu mulut (lisan) dan kemaluan".)


سنن الترمذي - (ج 9 / ص 202/ح 2541) و مصنف عبد الرزاق - (ج 11 / ص 194/ح 20303) و السنن الكبرى للنسائي - (ج 6 / ص 428/ح 11394) و رياض الصالحين - (ج 2 / ص 179)  :   حَدَّ ثَنَا  ابْنُ  أَبِي  عُمَرَ  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  اللَّهِ   بْنُ  مُعَاذٍ  الصَّنْعَانِيُّ  عَنْ  مَعْمَرٍ  عَنْ  عَاصِمِ   بْنِ   أَبِي  النَّجُودِ  عَنْ أَبِي  وَ  ائِلٍ  عن  مُعَاذٍ - رضي الله عنه -  قَالَ  ) قُلْتُ  :  يَا  رَسُولَ  اللهِ ،  أَخْبِرْني   بِعَمَلٍ   يُدْخِلُني  الجَنَّةَ  وَ  يُبَاعِدُ ني  مِنَ النَّارِ؟   قَالَ  : ((  لَقَدْ  سَألتَ  عَنْ   عَظيمٍ ،  و  إ نَّهُ   لَيَسيرٌ   عَلَى  مَنْ   يَسَّرَ هُ   اللهُ   تَعَالَى  عَلَيْهِ  :   تَعْبُدُ الله  لاَ   تُشْرِكُ   بِهِ شَيْئاً، وَ   تُقِيمُ  الصَّلاَ ةَ ، وَ  تُؤ تِي  الزَّ   كَاةَ ، وَ  تَصُومُ  رَمَضَانَ ، وَ  تَحُجُّ   البَيْتَ ))  ثُمَّ  قَالَ : ((  ألاَ   أدُ  لُّكَ  عَلَى  أبْوابِ   الخَيْرِ ؟  الصَّوْمُ  جُنَّةٌ ، وَ  الصَّدَقَةُ   تُطْفِئُ   الخَطِيئَةَ   كَما   يُطْفِئُ   المَاءُ   النَّارَ ،  وَ  صَلاَ ةُ   الرَّجُلِ   مِنْ   جَوْفِ   اللَّيْلِ ))  ثُمَّ   تَلا  : { تَتَجَافَى  جُنُوبُهُمْ  عَنِ   المَضَاجِعِ }   حَتَّى   بَلَغَ   { يَعْمَلُونَ } [السجدة/16، 17]   ثُمَّ   قَالَ  :  ((  ألا   أُخْبِرُ كَ   بِرَ أسِ   الأَمْرِ ، وَ عَمُودِ هِ ،  وَ  ذِرْوَ ةِ   سِنَامِهِ ))   قُلْتُ :   بَلَى   يَا رسولَ   اللهِ ،   قَالَ : (( رَ أسُ   الأمْر  الإسْلامُ ،  وَ  عَمُودُهُ   الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَ ةِ   سِنَامِهِ   الجِهادُ ))  ثُمَّ  قَالَ : ((  ألاَ   أُخْبِرُ كَ  بِمِلا َ كِ  ذَلِكَ   كُلِّهِ ! ))   قُلْتُ  :  بلَى   يَا  رَسولَ   اللهِ ،  فَأخَذَ   بِلِسانِهِ و  قال : ((  كُفَّ   عَلَيْكَ  هَذَ ا ))  قُلْتُ : يَا رسولَ الله وإنَّا لَمُؤاخَذُونَ بما نَتَكَلَّمُ بِهِ ؟ فقالَ : (( ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ ! وَهَلْ يَكُبُّ الناسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ ؟ )) (.
Dari Mu'adz t, dia berkata : ("Aku pernah bertanya : 'Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku suatu perbuatan yang akan mengantarkanku masuk Surga dan menjauhkanku dari api neraka!". Beliau r menjawab : "Engkau telah menanyakan suatu perkara yang besar. Sesungguhnya perbuatan itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah, untuk melakukannya, yaitu engkau beribadahlah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah". Kemudian Beliau r berkata : "Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan?". Puasa adalah perisai, sedekah dapat menghapuskan dosa seperti air memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah malam". Setelah itu Beliau r membaca :
تَتَجَافَى  جُنُوبُهُمْ  عَنِ  الْمَضَاجِعِ   يَدْعُونَ  رَ بَّهُمْ  خَوْفًا  وَ  طَمَعًا  وَ  مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ   يُنْفِقُونَ  (16)  فَلاَ   تَعْلَمُ   نَفْسٌ   مَا  أُخْفِيَ   لَهُمْ  مِنْ  قُرَّ ةِ أَعْيُنٍ   جَزَ اءً   بِمَا   كَا نُوا   يَعْمَلُونَ  (17) [السجدة/16، 17]
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo`a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.(16) Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni`mat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.(17)
Selanjutnya, beliau r berkata : "Maukah aku beritahukan kepadamu pokok dari semua urusan, tiang dan puncaknya?. Aku menjawab : "Ya, wahai Rasulullah". Beliau r bersabda : "Pokok semua urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad". Beliau r melanjutkan : "Maukah aku beritahukan kepadamu tiang penyangga semua itu?". Aku menjawab : "Ya, wahai Rasulullah". Beliau r pun memegang lidahnya seraya bersabda : "Tahanlah ini". Aku bertanya : "Apakah kita akan disiksa karena ucapan kita?". Beliau r bersabda : "Ibumu akan kehilanganmu (bakal celakalah kamu)! Yang menyungkurkan muka mereka kedalam neraka adalah dari hasil panen lisan mereka".)

سنن الترمذي - (ج 8 / ص 431/ح 2334) و مسند أحمد - (ج 30 / ص 440/ح 14872) و صحيح ابن حبان - (ج 23 / ص 424/ح 5791) :  حَدَّ ثَنَا  سُوَ يْدُ  بْنُ نَصْرٍ  أَخْبَرَ نَا  ابْنُ  الْمُبَارَ كِ  عَنْ  مَعْمَرٍ  عَنِ   الزُّهْرِيِّ  عَنْ  عَبْدِ  الرَّحْمَنِ   بْنِ  مَاعِزٍ  عَنْ  سُفْيَانَ   بْنِ   عَبْدِ  اللَّهِ  الثَّقَفِيِّ   قَالَ  ) قُلْتُ   يَا رَسُولَ   اللَّهِ   حَدِّ ثْنِي   بِأَمْرٍ  أَعْتَصِمُ   بِهِ   قَالَ   قُلْ  رَ بِّيَ   اللَّهُ   ثُمَّ   اسْتَقِمْ   قُلْتُ   يَا  رَسُولَ   اللَّهِ   مَا   أَخْوَفُ  مَا تَخَافُ   عَلَيَّ   فَأَخَذَ   بِلِسَانِ   نَفْسِهِ  ثُمَّ  قَالَ  هَذَا(
Dari Sufyan bin 'Abdullah Ats-Tsaqofiy t, dia berkata : ("Aku pernah berkata :'Wahai Rasulullah!, beritahukan kepadaku sesuatu yang dapat kujadikan pegangan'. Beliau r bersabda : 'Ucapkanlah!. Rabbku Allah, kemudian beristiqamahlah'. Aku kembali berkata : 'Wahai Rasulullah! Apakah yang paling engkau khawatirkan terhadap diriku?'. Beliau r pun memegang lidahnya lalu berkata : 'Ini'.")

إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 310)  :  قال  أنس  بن  مالك :  قال  صلى  الله  عليه  و سلم  ) لاَ   يَسْتــَقِيْمُ   إِ يْمَانُ   اْلعَبْدِ  حَتَّى   يَسْتــَقِيْمُ قَلْبُهُ  وَ  لاَ   يَسْتــَقِيْمُ  قَلْبُهُ    حَتَّى   يَسْتــَقِيْمُ   لِسَا نُهُ،  وَ  لاَ   يِدْخُلُ   اْلجَنَّةَ  رَ جُلٌ  لاَ   يَأْمَنُ  جَارُهُ   بِوَ ائِقَةُ (
Dari Anas bin Malik t, bahwa Rasulullah r bersabda : ("Tidaklah istiqamah iman seseorang sehingga istiqamah hatinya, dan tidaklah istiqamah hatinya sehingga istiqamah lisannya. Dan tidak masuk ke dalam surga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan (tangan maupun lisan)nya.)

المعجم الأوسط للطبراني - (ج 4 / ص 466/ح 2007) و مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 8 / ص 125/ح 3510) :  حدثنا  أحمد  بن  محمد  بن  نافع  قال  :  نا عبيد  الله  بن  عبد  الله   المنكدري  قال  :  نا  محمد  بن   إسماعيل   بن  أبي  فديك ،  عن  عثمان   بن  عبد  الرحمن   الوقاصي ،  عن  الزهري ،  عن  أنس  بن  مالك  قال  :  قال رسول  الله  صلى  الله  عليه  و  سلم  )  مَنْ  سَرَّ هُ  أَنْ   يَسْلَمَ   فَلْيَلْزَمِ   الصُّمْتَ (
Dari Anas bin Malik t, bahwa Rasulullah r bersabda : (" Barang siapa ingin selamat, maka hendaklah diam".)

إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي -   (ج 2 / ص 310)  : )  وروي  أن  عمر  بن  الخطاب  رضي  الله  عنه  رأى   أبا بكر   الصديق  رضي   الله  عنه  و هو يمد لسانه   بيده  فقال  له  :  ما   تصنع   يا خليفة  رسول   الله؟  قال ؛  هذا   أو ردني   الموارد   إن   رسول  الله  صلى   الله عليه  و  سلم  قال    لَيْسَ   شَيْ ءٍ   مِنَ   اْلجَسَدِ  إِلاَّ   يَشْكُو   إِلىَ   اللهِ   اللِّسَانَ  عَلىَ   حِدَّّ تِهِ  (
(Diriwayatkan bahwa suatu ketika Umar bin Khatab t, melihat Abu Bakar t sedang menjulurkan lidahnya dengan tangan. Lalu Umar t bertanya : "Apa yang sedang kau perbuat, wahai Khalifah Rasulullah?". Abu Bakar t menjawab : "Inilah yang membawaku ke tempat kehancuran. Sesungguhnya Rasulullah r pernah bersabda : 'Tidak ada satutupun dari tubuh kecuali mengadu kepada Allah mengenai lidah karena ketajamannya'".[1])


إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 310)  :  و عن  ابن  مسعود  أنه  كان  على  الصفا  يلبي  و  يقول  : )  يا لسان   قل  خيراً  تغنم   و  اسكت  عن  شر  تسلم   من   قبل   أن  تندم،   فقيل   له   يا   أبا عبد   الر  حمن   أهذا   شيء  تقوله   أو  شيء   سمعته؟ فقال :   لا  بل  سمعت  رسول  الله  صلى  الله  عليه  و سلم   يقول     إِ نَّ   أَكْثَرَ   خَطَايَا  ابْنِ  آدَ مَ   فيِ   لِسَانِهِ (

Dari Ibnu Mas'ud t, bahwa sesungguhnya ketika dia berada di atas bukit Shafa' sambil bertalbiyah, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri : ("Wahai mulut!, berkatalah yang baik pasti kamu memperoleh Ghanimah (pahala harta rampasan perang baik materi maupun spirit). Dan diamlah dari kejahatan, pasti kamu selamat sebelum kamu menyesal". Lalu ada orang yang bertanya kepada Ibnu Mas'ud t : "Wahai Abdurahman (Nama asli Ibnu Mas'ud t), apakah ini sesuatu yang kamu katakan atau yang kamu dengar?". Ibnu Mas'ud t menjawab :"Tidak, bukan perkataannku tetapi aku mendengar Rasulullah r bersabda : 'Sesungguhnya kebanyakan kesalahan anak Adam adalah karena lisannya'".[2])

إحياء علوم الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 310) :  و  قال  ابن  عمر :  قال  رسول  الله  صلى  الله  عليه  و سلم  ) مَنْ   كَــفَّ   لِـسَانـِهِ سَتَرَ اللهُ  عَوْرَ تَهُ   وَ  مَنْ  مَلَكَ   غَضَبَهُ   وَ  قَاهُ   اللهُ   عَذَ ابَهُ   وَ  مَنِ اعْتَذَ رَ   إِلىَ   اللهِ   قَبْلَ   اللهُ   عُذْرَهُ (
Dari Ibnu Umar t, bahwa Rasulullah r bersabda : ("Barang siapa mengekang lisannya (lidahnya), Pasti Allah I melindungi aibnya, barang siapa menahan kemarahannya, pasti Allah I  melindunginya dari siksaNya, dan barang siapa mengemukakan alasan kepada Allah I, pasti Allah I  menerima alasannya".[3])


Lidah memang mudah sekali berkata. Jika engkau tidak bisa mengendalikannya, maka akan mudah sekali engkau terjerumus kepada sesuatu yang memalukan. Karena itu, Allah I tidak akan melindungi atau menutup aibmu bila lidahmu melepas kata-kata keji. Begitu pula jika engkau mampu menahan marah maka Allah I akan melindungimu dari siksaNya. Sebab  kemarahan itu timbul karena hawa nafsu yang selalu menjerumuskan kepada hal-hal buruk bagi jiwa dan kehormatan.

إحياء  علوم  الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 310)  :   و  روي  أن   معاذ  بن  جبل  قال  : )  يا رسو ل  الله   أ وصني   قال    اُعْبُدِ  اللهَ   كَأَ نَّكَ  تَرَاهُ   وَ عَدَّ  نَفْسَكَ   فيِ   اْلمَوْ تَى  وَ إِنْ   شِئْتَ   أَ نْبَأ تُكَ   بِمَا  هُوَ  أَمْلِكُ  لَكَ  مِنْ  هَذَ ا  كُلِّهِ  وَ  أَشَارَ   بِيَدِهِ  إِلىَ  لِسِانِهِ (
Dari Muadz bin Jabal t dia berkata : ("Ya Rasulullah, nasehatilah aku!". Maka Rasulullah r memberi nasihat : "Sembahlah Allah seakan-akan engaku melihatNya, dan daftarkanlah dirimu dalam golongan orang-orang mati. Kalau kau mau, maka aku beritahukan kepadamu sesuatu yang paling menguasaimu dari semua itu". Lalu Rasulullah r memberi isayarat pada lisannya dengan tangannya".[4])

إحياء  علوم  الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 310)  :  و  عن  صفوان  بن  سليم   قال  قال  رسول  الله  صلى  الله  عليه  و سلم  ) أَ لاَ أُخْبِرُ  كُمْ  بِأَيْسَرَ اْلعِبَادَ ةِ  وَ  أَهْوِ نِهَا عَلىَ  اْلبَدَ نِ  الصُّمْتُ   وَ  حُسْنُ  اْلخُلُقِ (
Dari Shufwan bin Sulaiman t, bahwa Rasulullah r bersabda : ("Maukah aku beritahukan kepadamu ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi tubuhmu, yaitu diam dan berbudi pekerti yang baik".[5])

إحياء  علوم  الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 311)  :   و  قال   أبو  هر يرة   قال  رسو ل  الله  صلى  الله  عليه  و سلم  ) مَنْ   كَانَ   يُؤْ مِنُ بِاللهِ   وَ  اْليَوْمِ  اْلآخِرِ   فَلْيَقُلْ  خَيْراً   أَوْ   لِيَسْكُتْ (
Dari Abu Hurairah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : ("Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah berkata benar atau hendaklah diam".[6])

إحياء  علوم  الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 311)  :  عن  البراء  بن  عازب  قال  )  جاء  أعر ابي  إلى  رسول  الله  صلى  الله  عليه وسلم  فقال :  د لني  على  عمل  يد خلني  الجنة،  قال   أَ طْعِمِ  اْلجَائِعَ   وَ  اَ سْقِ  اْلظَمَآنَ   وَ أْمُرْ  بِالْمَعْرُوْفِ  وَ انْهَ   عَنِ  اْلمُنْكَرِ فَإِ نْ   لَـمْ  تُطِقْ  فَكُفَّ   لِسَانَكَ  إِلاَّ   مِنْ   خَيْرِ   و  قال  صلى  الله  عليه  و سلم   اِ خْزِ نْ   لِسِا نَكَ  إِلاَّ   مِنْ  خَيْرٍ  فَإِنَّكَ   بِذَ  لِكَ  تَغْلِبُ  الشَّيْطَانَ   و قال  صلى  الله  عليه  و سلم  إِ نَّ   الله  عِنْدَ  لِسَانِ   كُلِّ   قَائِلِ   فَلْيَتَّقِ  اللهَ  اْمرُ ؤٌ  عَلِمَ  مَا يَقُولُ (
Dari Al Barra bin 'Azib t, ia berkata : (datang seorang Arab Badui menemui Rasulullah r dan berkata : "Tunjukilah aku kepada amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga". Rasulullah r menjawab : " Berilah makan orang yang lapar, berilah minum orang yang haus, perintahkanlah berbuat kebaikan dan cegahlah dari berbuat munkar. Kalau kamu tidak sanggup, maka cegahlah lidahmu sendiri, kecuali pakailah lidahmu untuk berkata yang baik". Dan Rasulullah berkata pula : "Simpanlah lidahmu kecuali kata-kata yang baik. Sesungguhnya dengan hal demikian, kamu dapat mengalahkan syetan". Dan Rasulullah berkata pula : "Sesungguhnya Allah di sisi lisan setiap orang yang beriman, maka hendaklah bertakwa kepada Allah orang yang mengerti apa-apa yang dikatakannya".[7])

إحياء  علوم  الدين -  أبو حامد الغزالي - (ج 2 / ص 311)  :  و قال  عليه  السلا م  )  إِنَّ   لِسَانَ  اْلمُؤْمِنِ   وَرَاءَ   قَلْبِهِ   فَإِذَا  أَرَادَ   أَنْ   يَتَكَلَّمَ بِشَيْ ءٍ  تَدَ بَّرَهُ   بِقَلْبِهِ   ثُمَّ   أَمْضَاهُ   بِلِسَانِهِ،   وَ  إِنَّ  لِسَانِ  اْلمُنَافِقِ   أَمَامَ   قَلْبِهِ،  فَإِذَ ا هَمَّ   بِشَيْ ءٍ  أَمْضَاهُ   بِلِسَانِهِ  وَ  لَمْ   يَتَدَ بَّرْ هُ بِقَلْبِهِ (
Rasulullah r bersabda : ("Sesungguhnya lidah orang yang beriman itu dibelakang hatinya. Jika hendak mengatakan sesuatu maka ia mempertimbangkan dengan hatinya, kemudian ia laksanakan sesuai dengan lisannya. Sesungguhnya lisan orang munafiq itu didepan hatinya. Jika menginginkan sesuatu, maka ia melaksanakannya berdasarkan lisannya dan tidak mempertimbangkan kata hatinya".[8])

Jika kita berfikir apa sebenarnya keutamaan diam dan tidak banyak berkata-kata. Ketahuilah, sesungguhnya amat banyak kerugian yang ditimbulkan oleh lisan kita. Dengan lisan ini kita sering terpeleset, sering berdusta, sering mengumpat, dengan lisan ini kita tak terasa mengadu domba orang lain, dengan lisan ini terkadang kita menjadi munafik, bermuka dua, bahkan memuji-muji diri sendiri, dengan lisan yang tak terkendali akhirnya kita larut dalam keburukan dan kebathilan, dengan lisan ini tidak menutup kemungkinan terjadinya permusuhan, dengan lisan ini pula kita ngobrol ngalor ngidul, mendengar kabar yang tak jelas kemudian kita bumbui sehingga semakin mantap untuk diperbincangkan, membuat terlena yang mendengarkan khabar aib atau khabar buruk seseorang.

Bahaya-bahaya itu memang terasa manis dan asyik untuk dilakukan karena didorong oleh pengaruh syahwat dan syetan. Jika sudah terlarut dalam mengumbar lisannya, maka sangat sedikit sekali yang bisa mengekangnya. Akibatnya ia terbiasa berupaya melepaskan lidahnya terhadap sesuatu yang tidak ia senangi atau tidak ia setujui tanpa melihat akibatnya apakah banyak yang tersinggung atau tidak dengan lisannya.

Lisan yang terlepas tak terkontrol mengandung banyak bahaya dan 'diam' mengandung keselamatan. Karena itulah keutamaan 'diam' sangat besar, karena tersimpan keutuhan cita-cita, keabadian wibawa, kemurnian waktu untuk beribadah dan berdzikir, di dunia selamat di akhirat pun selamat dari hisab. Allah I berfirman :

مَا   يَلْفِظُ  مِنْ   قَوْ لٍ    إِلاَّ     لَدَ يْهِ  رَ  قِيبٌ   عَتِيدٌ  [ق/18]
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS Qaaf (50) : 18)

Imam Al Ghazali mengatakan : "Perkataan yang ditimbulkan oleh lisan itu dapat dibagi menjadi empat bagian. Semoga kita bisa menjadikannya sebuah petunjuk untuk beramal dari bagian-bagian ini dalam mengambil keutamaan dari diam. Adapun bagian-bagian tersebut adalah :
(1) Perkataan yang berbahaya;
(2) Perkataan yang bermanfaat;
(3) Perkataan yang mengandung bahaya dan mengandung manfaat;
(4) Perkataan yang tidak mengandung bahaya serta tidak mengandung manfaat".

Terhadap perkataan yang berbahaya, maka kekanglah lidahmu dan berdiam dirilah. Begitu juga terhadap perkataan yang mengandung bahaya dan manfaat, maka engkau kekanglah lisanmu dari berkata sia-sia. Berkatalah hanya yang bermanfaat saja. Sedangkan terhadap perkataan yang tidak mengandung manfaat dan tidak menimbulkan bahaya, sebaiknya engkau hindari. Percuma saja melepas lisan yang tidak bermanfaat.


[1]  HR Turmudzi dari Al Khudri
[2]  HR At- Thabrani, Al Baihaqi dan Abi Dunya
[3]  HR At- Thabrani, Al Baihaqi dan Abi Dunya
[4]  HR Abi Dunya
[5]  HR Abi Dunya
[6]  HR Abi Dunya ; Mutaffaq alaihi
[7]  HR Abi Dunya, HR Ibnu Majah.
[8]  HR Al Kharaithi dari Al Hasan