Al Qur'an

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَ ةَ وَ أْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اصْبِرْ عَلَى مَا أَصَا بَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُور [لقمان/17]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukmaan (31) : 71

SILAHKAN DISEBARKAN

SILAHKAN DIPERBANYAK / DISEBARKAN DENGAN COPY PASTE ASAL SEBUTKAN SUMBERNYA, TERIMA KASIH

Senin, 22 Agustus 2011

Tafakur Mengenai Harta Kekayaan (Bagian 4) :


Harta kekayaan yang menghasilkan laknat.

Allah I menegaskan dalam firmanNya, begitu juga Rasulullah r dalam As-Sunnahnya menegaskan, betapa remehnya, tidak berharganya, dan tercelanya dunia dengan segala bentuk keindahan dan perhiasannya. Tidak terkecuali harta kekayaan. Lihat dalil-dalil berikut :


اعْلَمُوا  أَ نَّمَا  الْحَيَاةُ  الدُّ نْيَا  لَعِبٌ  وَ  لَهْوٌ  وَ زِينَةٌ  وَ  تَفَاخُرٌ  بَيْنَكُمْ  وَ  تَكَا ثُرٌ  فِي  اْلأَمْوَ الِ  وَ  اْ لأَوْلاَدِ كَمَثَلِ  غَيْثٍ  أَعْجَبَ  الْكُفَّارَ   نَبَاتُهُ  ثُمَّ   يَهِيجُ   فَتَرَ اهُ   مُصْفَرًّ ا  ثُمَّ   يَكُونُ   حُطَامًا  وَ  فِي  الآَخِرَ ةِ عَذَ ابٌ  شَدِيدٌ وَ  مَغْفِرَ ةٌ  مِنَ  اللَّهِ  وَ  رِضْوَ انٌ  وَ  مَا  الْحَيَاةُ  الدُّ  نْيَا إِلاَّ  مَتَاعُ  الْغُرُور [الحديد/20]

Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga-banggaan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu(menipu). (QS Al Hadiid (57) : 20)

زُ يِّنَ  لِلنَّاسِ  حُبُّ  الشَّهَوَ اتِ  مِنَ  النِّسَاءِ  وَ الْبَنِينَ  وَ الْقَنَاطِيرِ  الْمُقَنْطَرَ ةِ  مِنَ  الذَّهَبِ  وَ الْفِضَّةِ وَ الْخَيْلِ  الْمُسَوَّ مَةِ  وَ  اْلأَ نْعَامِ  وَ  الْحَرْثِ  ذَلِكَ  مَتَاعُ  الْحَيَاةِ  الدُّ نْيَا وَ  اللَّهُ  عِنْدَهُ  حُسْنُ  الْمَآَبِ  [آل عمران/14]

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkannya, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak [1] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS Ali Imran (3) : 14)

Allah I menjelaskan betapa kita mencintai anugrah keindahan dunia yang sengaja Allah I hamparkan sebagai ujian dan cobaan,sehingga kita mengejar segala keindahan itu habis-habisan, tetapi jika kita ingin tempat kembali yang paling indah bahkan melebihi keindahan yang ada di dunia, maka kembalilah kepada aturan Allah I dan bebuatlah seperti para Nabi, para shalihin dan para syuhada niscaya tempat kembalimu melebih keindahan yang ada di dunia dan seisinya bahkan kekal abadi di dalamnya.

Kalau tidak mengerjakan seperti yang Allah I perintahkan ingatlah panen di dunia itu hanya sebentar, ibarat petani yang punya hamparan tanaman yang hijau dan sedang berbuah, jika Allah I kehendaki keindahan itu bakal hancur, kering dan menguningnya seluruh tanaman dalam sekejap, harta dunia tak dapat, amalan yang bernilaipun tidak ada, maka tentukanlah amalan untuk dunia dan akhirat yang jelas dengan petunjuk sesuai yang diprioritaskan Allah I.

مسند أحمد - (ج 8 / ص 60/ح  3525) : حَدَّ ثَنَا  يَزِيدُ  أَخْبَرَ نَا  الْمَسْعُودِيُّ  عَنْ  عَمْرِو  بْنِ  مُرَّ ةَ  عَنْ  إِبْرَ اهِيمَ  النَّخَعِيِّ عَنْ  عَلْقَمَةَ  عَنْ  عَبْدِ  اللَّهِ  قَالَ  اضْطَجَعَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  عَلَى  حَصِيرٍ  فَأَ ثَّرَ  فِي جَنْبِهِ  فَلَمَّا  اسْتَيْقَظَ  جَعَلْتُ  أَمْسَحُ  جَنْبَهُ  فَقُلْتُ  يَا  رَسُولَ  اللَّهِ  أَ لاَ   آذَ نْتَنَا  حَتَّى  نَبْسُطَ  لَكَ  عَلَى الْحَصِيرِ  شَيْئًا  فَقَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  )مَا  لِي  وَ  لِلدُّ نْيَا  مَا  أَ نَا  وَ  الدُّ نْيَا  إِ نَّمَا  مَثَلِي وَ مَثَلُ  الدُّ نْيَا   كَرَ اكِبٍ  ظَلَّ   تَحْتَ  شَجَرَ ةٍ  ثُمَّ  رَ احَ  وَ  تَرَكَهَا(

(AHMAD - 3525) : Dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbaring di atas tikar, lalu membekas di pundaknya, ketika beliau bangun, aku mengusap pundaknya seraya berkata; Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi izin kepada kami agar kami menghamparkan sesuatu untuk engkau di atas tikar? Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :("Apa urusanku dengan dunia ini?, Apalah aku dan dunia?, Sesungguhnya perumpamaan aku dengan dunia, hanyalah seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah sebatang pohon, kemudian beristirahat dan meninggalkannya.")


سنن الترمذي - (ج 8 / ص 299/ح  2242) و سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 134/ح  4100) ومصنف ابن أبي شيبة - (ج 8 / ص 128/ح 23) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 217/ح 7958) : حَدَّ ثَنَا  قُتَيْبَةُ  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  الْحَمِيدِ  بْنُ  سُلَيْمَانَ  عَنْ  أَبِي  حَازِ مٍ  عَنْ  سَهْلِ بْنِ  سَعْدٍ قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  )لَوْ  كَانَتْ  الدُّ نْيَا  تَعْدِلُ  عِنْدَ  اللَّهِ  جَنَاحَ  بَعُوضَةٍ  مَا  سَقَى  كَافِرً ا  مِنْهَا  شَرْ بَةَ  مَاءٍ (

(TIRMIDZI - 2242) : Dari Sahl bin Sa'ad dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : ("Seandainya dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.")

صحيح مسلم - (ج 14 / ص 14/ح  5101) و سنن الترمذي - (ج 8 / ص 304/ح 2245): حَدَّ ثَنَا  مُحَمَّدُ  بْنُ  بَشَّارٍ حَدَّ ثَنَا  يَحْيَى  بْنُ سَعِيدٍ  حَدَّ ثَنَا  إِسْمَعِيلُ  بْنُ  أَبِي  خَالِدٍ  حَدَّ ثَنَا  قَيْسُ  بْنُ  أَبِي  حَازِمٍ  قَال  سَمِعْتُ  مُسْتَوْرِدًا  أَخَا بَنِي فِهْرٍ  قَالَ   قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  )مَا  الدُّ نْيَا  فِي  اْلآخِرَ ةِ  إِلاَّ  مِثْلُ  مَا  يَجْعَلُ  أَحَدُ كُمْ إِصْبَعَهُ  فِي  الْيَمِّ  فَلْيَنْظُرْ  بِمَاذَا  يَرْجِعُ  (

(TIRMIDZI - 2245) : Dari Qais bin Abu Hazim bekata: Aku mendengar Mustaurid dari Bani Fihr, berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : ("Dunia bagi akhirat itu tidak lain seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, lalu perhatikanlah apa yang dibawa kembali.")

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi atau yang dikenal dengan Imam Qurthubi (671 H) berkata : “Air laut yang menempel pada salah satu jari tidak mempunyai nilai, demikian juga nilai dunia jika dibandingkan dengan akhirat. Kesimpulannya, dunia bagaikan air laut yang menempel pada salah satu jari, sedangkan akhirat adalah air lautnya”. [2]

Celaan kepada dunia ini sebenarnya bukan ditujukan kepada dzat dunia itu sendiri, dalam arti kata bukan kepada zaman, tempat atau harta kekayaan. Celaan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah terhadap dunia, bukan ditujukan kepada zamannya, yaitu siang dan malamnya, yang terus berganti sehingga hari kiamat, karena Allah I menjadikanNya sebagai wahana untuk mengingat, besyukur dan beribadah, serta tunduk kepada Allah I.

Celaan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah terhadap dunia bukan ditujukan kepada tempatnya, yaitu permukaan bumi, celaan juga bukan ditujukan kepada emas dan perak, sawah dan ladang, tempat tinggal dan kendaraan, hewan ternak dan segala jenis kekayaan serta perhiasan hidup duniawi lain. Semuanya adalah hal yang dihalalkan Allah I untuk umat manusia.

Celaan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah terhadap dunia ditujukan kepada sikap manusia dalam mempergunakan perhiasan dan kekayaan duniawi tersebut. Harta kekayaannya sendiri tidak tercela, namun yang tercela adalah sikap manusia dalam memperoleh dan mengelolanya. Manusia yang berlomba-lomba memperebutkan harta kekayaan dunia tanpa mengindahkan halal dan haram, mempergunakan harta secara serampangan tanpa mengindahkan aturan syariat, dan sibuk mengelolanya sehingga lalai dari akhirat. Inilah yang dicela oleh  Al Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun harta yang diperoleh dengan cara yang benar, dipergunakan dengan cara yang benar dan dikelola untuk sarana beribadah kepada Allah I tanpa melalaikan kebutuhan hidup di dunia, maka hal itu justru dipuji dan dianjurkan oleh agama. Allah I berfirman :


وَ يْلٌ  لِكُلِّ  هُمَزَ ةٍ  لُمَزَ ةٍ ,  الَّذِي  جَمَعَ  مَا لاً  وَ عَدَّ دَ هُ ,  يَحْسَبُ  أَنَّ  مَا لَهُ  أَخْلَدَ هُ , [الهمزة/1-3]

Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, [3] dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (QS Al Humazah (104) : 1 - 3)


أَ لْهَاكُمُ التّـَكَا ثُرُ , حَتَّى  زُرْ تُمُ  الْمَقَابِرَ ,  كَلاَّ  سَوْفَ  تَعْلَمُونَ  ,  ثُمَّ   كَلاَّ  سَوْفَ  تَعْلَمُونَ  [التكاثر/1-4]

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, [4]  sampai kamu masuk ke dalam kubur.Sekali-kali janganlah berbuat begitu! (karena) Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali janganlah berbuat begitu! (karena) Kelak kamu akan mengetahui.(QS At-Takaatsur (102) : 1 - 4)


Makna ayat ini dijelaskan dalam hadits yang shahih dari Mutharif dari bapaknya, ia berkata : “Saya datang kepada Nabi r dan saat itu beliau telah membaca ayat :

أَ لْهَاكُمُ التّـَكَا ثُرُ ,
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu

Maka beliau r bersabda : Manusia mengatakan inilah hartaku...inilah hartaku, wahai manusia, itu bukanlah hartamu, tetapi itu tidak lain hanyalah makanan apa yang habis engkau makan sehingga menjadi kotoran, pakaian apa yang habis engkau pakai sehingga menjadi lusuh, dan hartamu adalah apa yang engkau sedekahkan sehingga engkau mendahulukannya untuk kepentingan akhirat”

Hadits yang serupa :

صحيح مسلم - (ج 14 / ص 208/ح 5259) : حَدَّ ثَنِي  سُوَ يْدُ  بْنُ  سَعِيدٍ  حَدَّ ثَنِي  حَفْصُ  بْنُ  مَيْسَرَ ةَ  عَنْ  الْعَلاَ ءِ  عَنْ أَبِيهِ  عَنْ  أَبِي  هُرَ يْرَ ةَ  أَنَّ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  قَالَ  يَقُولُ ) الْعَبْدُ  مَالِي  مَالِي  إِ نَّمَا  لَهُ  مِنْ مَالِهِ  ثَلاَثٌ  مَا  أَكَلَ  فَأَفْنَى  أَوْ  لَبِسَ  فَأَ بْلَى  أَوْ  أَعْطَى  فَاقْتَنَى  وَ  مَا  سِوَى  ذَ لِكَ  فَهُوَ  ذَاهِبٌ  وَ  تَارِكُهُ لِلنَّاسِ (

(MUSLIM - 5259) : Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda : ("Manusia berkata, 'Hartaku, hartaku, ' sesungguhnya hartanya ada tiga : yang ia makan lalu ia habiskan, yang ia kenakan lalu ia usangkan atau yang ia berikan (sedekahkan) lalu ia miliki, selain itu akan lenyap dan akan ia tinggalkan untuk manusia'.")

Imam Syamsudin Muhammad bin Abu bakar bin Ayub Ad-Dimasyqi yang dikenal dengan Imam Ibnu Qayyum Al-Jauziyah (wafat 751 H) berkata : “Makna At-Takaatsur adalah seseorang yang berusaha mencari-cari kenikmatan dunia agar ia selalu mempunyai segala hal yang lebih banyak dari milik orang lain. Hal itu adalah sebuah perbuatan yang tercela, kecuali dalam hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah I”.

Setelah menjelaskan kehinaan dan tercelanya perhiasan dan kekayaan hidup di dunia. Allah I memuji pemanfaatan harta kekayaan dalam rangka ketaatan kepadaNya. Allah I menganjurkan untuk banyak bersedekah. Allah I berfirman :


قُلْ  أَؤُ نَبِّئُكُمْ  بِخَيْرٍ  مِنْ  ذَ لِكُمْ   لِلَّذِينَ  اتَّقَوْا  عِنْدَ رَ بِّهِمْ  جَنَّاتٌ  تَجْرِي  مِنْ  تَحْتِهَا  اْلأَ نْهَارُ  خَالِدِينَ  فِيهَا وَ  أَزْوَ اجٌ  مُطَهَّرَةٌ  وَرِضْوَ انٌ  مِنَ  اللَّهِ  وَ  اللَّهُ  بَصِيرٌ  بِالْعِبَادِ ,  الَّذِينَ  يَقُولُونَ  رَ بَّنَا  إِنَّنَا  آَمَنَّا  فَاغْفِرْ لَنَا ذُ نُوبَنَا  وَ  قِنَا  عَذَابَ  النَّارِ ,  الصَّابِرِينَ  وَ  الصَّادِقِينَ  وَ  الْقَانِتِينَ  وَ  الْمُنْفِقِينَ  وَ  الْمُسْتَغْفِرِينَ بِاْلأَسْحَارِ  [آل عمران/15- 17]

Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta ridha Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. ; (Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.” ; (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar. (QS Ali Imran (3) : 14)


فَا تَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَ اسْمَعُوا وَ أَطِيعُوا وَ أَ نْفِقُوا خَيْرًا  ِلأَ نْفُسِكُمْ  وَ مَنْ  يُوقَ  شُحَّ   نَفْسِهِ   فَأُو لَئِكَ  هُمُ  الْمُفْلِحُونَ  ,  إِنْ  تُقْرِضُوا  اللَّهَ  قَرْضًا  حَسَنًا  يُضَاعِفْهُ  لَكُمْ  وَ  يَغْفِرْ لَكُمْ  وَ  اللَّهُ  شَكُورٌ  حَلِيمٌ [التغابن/16، 17]

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung  ; Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia Melipatgandakan (balasan) untukmu dan Mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Penyantun. (QS At-Taghabun (64) : 16 - 17)


وَ  ابْتَغِ  فِيمَا  آَتَاكَ  اللَّهُ  الدَّارَ  اْلآَخِرَ ةَ  وَ  لاَ   تَنْسَ  نَصِيبَكَ   مِنَ  الدُّ نْيَا  وَ  أَحْسِنْ   كَمَا  أَحْسَنَ   اللَّهُ   إِلَيْكَ وَ  لاَ   تَبْغِ  الْفَسَادَ  فِي  اْلأَرْضِ   إِنَّ   اللَّهَ   لاَ    يُحِبُّ   الْمُفْسِدِينَ [القصص/77]

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al Qashash (28) : 7)

Tentang ayat ke 14 surat Ali Imran, sahabat Umar bin Khatab t berkata :

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 69)  :   قَالَ  عُمَرُ  ) اللَّهُمَّ   إِ نَّا  لاَ   نَسْتَطِيعُ   إِلاَّ    أَنْ   نَفْرَحَ   بِمَا  زَ  يَّنْتَهُ  لَنَا  اللَّهُمَّ   إِ نِّي أَسْأَ لُكَ  أَنْ  أُ نْفِقَهُ  فِي  حَقِّهِ(

Umar berkata : “Ya Allah!, sesungguhnya kami hanya bisa senang dengan harta kekayaan yang Engkau jadikan indah dalam pandangan kami. Ya Allah!, aku memohon kepadamu agar dikaruniai kemampuan mempergunakan harta secara benar untuk menunaikan kewajiban-kewajiban dalam harta”.

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Dalam riwayat ini ada isyarat bahwa pelaku yang menghiasi dalam ayat 14 surat Ali Imran tersebut adalah Allah I, dan bahwa makna tazyin (menghiasi) dalam ayat tersebut adalah menjadikannya indah dalam hati manusia, dan mereka tercipta dengan membawa tabiat seperti itu. Maka diantara manusia ada orang yang terus menerus berada dalam tabiat tersebut dan menggelutinya, dan inilah orang yang tercela.

Ada pula orang yang menjaga perintah dan larangan Allah I dalam harta kekayaan, mentaati batasan yang telah ditetapkan atasnya. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh melawan dorongan hawa nafsunya dengan taufik Allah I. Orang yang seperti ini tidak terkena celaan dalam ayat ini.

Ada juga diantara manusia yang kedudukannya lebih tinggi lagi. Ia zuhud dari harta kekayaan dunia padahal ia memilikinya dan ia berpaling dari harta kekayaan dunia, padahal harta kekayaan dunia mendatanginya. Ini adalah kedudukan yang terpuji. Inilah yang diisyaratkan oleh perkataan Umar bin Khatab :


) اللَّهُمَّ   إِ نَّا  لاَ   نَسْتَطِيعُ   إِلاَّ    أَنْ   نَفْرَحَ   بِمَا  زَ  يَّنْتَهُ  لَنَا  اللَّهُمَّ   إِ نِّي أَسْأَ لُكَ  أَنْ  أُ نْفِقَهُ  فِي  حَقِّهِ(

“Ya Allah!, sesungguhnya kami hanya bisa senang dengan harta kekayaan yang Engkau jadikan indah dalam pandangan kami. Ya Allah!, aku memohon kepadamu agar dikaruniai kemampuan mempergunakan harta secara benar untuk menunaikan kewajiban-kewajiban dalam harta”. [5]

Demikian pula hadits-hadits Nabawi menjelaskan bahwa yang tercela adalah berlomba-lomba memperebutkan harta kekayaan dunia tanpa mengindahkan aturan-aturan syariat, dan mempergunakannya dalam rangka memenuhi tuntutan syahwat belaka, sehingga lalai dari mengejar kebahagiaan hidup di akhirat.

صحيح البخاري - (ج 10 / ص 413/ح 2924) :  حَدَّ ثَنَا  أَ بُو  الْيَمَانِ  أَخْبَرَ نَا  شُعَيْبٌ  عَنْ  الزُّهْرِيِّ  قَالَ  حَدَّ ثَنِي  عُرْوَ ةُ بْنُ  الزُّ بَيْرِ  عَنْ  الْمِسْوَرِ  بْنِ  مَخْرَمَةَ  أَ نَّهُ  أَخْبَرَ هُ   أَنَّ   عَمْرَو  بْنَ  عَوْفٍ  اْلأَ نْصَارِيَّ  وَ  هُوَ  حَلِيفٌ  لِبَنِي عَامِرِ  بْنِ  لُؤَ يٍّ  وَ  كَانَ  شَهِدَ  بَدْرًا  أَخْبَرَ هُ   أَنَّ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  بَعَثَ  أَ بَا  عُبَيْدَةَ  بْنَ الْجَرَّ ا حِ   إِلَى  الْبَحْرَ يْنِ  يَأْتِي  بِجِزْ يَتِهَا  وَ  كَانَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  هُوَ  صَالَحَ  أَهْلَ الْبَحْرَ يْنِ  وَ  أَمَّرَ  عَلَيْهِمْ  الْعَلاَ ءَ  بْنَ  الْحَضْرَ مِيِّ  فَقَدِمَ   أَ بُو  عُبَيْدَ ةَ   بِمَالٍ  مِنْ  الْبَحْرَ يْنِ  فَسَمِعَتْ  اْلأَ نْصَارُ بِقُدُومِ  أَبِي  عُبَيْدَةَ   فَوَافَتْ  صَلاَ ةَ  الصُّبْحِ   مَعَ   النَّبِيِّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  فَلَمَّا  صَلَّى  بِهِمْ   الْفَجْرَ انْصَرَفَ  فَتَعَرَّضُوا  لَهُ  فَتَبَسَّمَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ   حِينَ  رَ آ هُمْ   وَ  قَالَ  أَظُنُّكُمْ  قَدْ سَمِعْتُمْ  أَنَّ   أَبَا  عُبَيْدَةَ  قَدْ  جَاءَ  بِشَيْءٍ  قَالُوا  أَجَلْ   يَا  رَسُولَ  اللَّهِ   قَالَ  ) فَأَ بْشِرُوا  وَ  أَمِّلُوا  مَا   يَسُرُّ  كُمْ فَوَ  اللَّهِ   لاَ   الْفَقْرَ  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  وَ  لَكِنْ   أَخَشَى  عَلَيْكُمْ   أَنْ   تُبْسَطَ  عَلَيْكُمْ  الدُّ  نْيَا  كَمَا  بُسِطَتْ عَلَى  مَنْ  كَانَ  قَبْلَكُمْ  فَتَنَافَسُو هَا   كَمَا   تَنَافَسُو هَا  وَ  تُهْلِكَكُمْ   كَمَا  أَهْلَكَتْهُمْ(

(BUKHARI - 2924) : ............................ Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: ("Bergembiralah dan bercita-citalah dengan apa yang dapat membuat kalian berbahagia. Sungguh demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan dari kalian. Akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah bila kalian telah dibukakan (harta) dunia, sebagaimana telah dibukakan kepada orang-orang sebelum kalian,  lalu kalian berlomba-loba untuk memperebutkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba memperebutkannya, sehingga harta dunia itu membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka".)

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Sabda beliau ‘sehingga harta dunia itu membinasakan kalian’, karena harta kekayaan adalah sesuatu yang disenangi, jiwa bersemangat untuk mencarinya, dan enggan memberikannya, sehingga timbul permusuhan yang menyebabkan terjadinya sikap saling membunuh yang berujung kepada kehancuran”.

Imam Abu Al-Hasan Ali bin Khalaf bin Bathal Al-Maliki (wafat 449 H) berkata : “Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dibukakan baginya pintu-pintu perhiasan dunia, hendaknya mewaspadai keburukan fitnah dan akhir dari hartanya. Ia hendaknya tidak tenang (rela dan puas) dengan keindahannya, dan tidak menyaingi orang lain dalam memperebutkannya”. [6]


مسند أحمد - (ج 22 / ص 79/ح  10535) :  حَدَّ ثَنَا  كَثِيرٌ  حَدَّ ثَنَا  جَعْفَرٌ  قَالَ  سَمِعْتُ  يَزِيدَ  بْنَ  اْلأَصَمِّ  يَقُولُ  قَالَ  أَ بُو هُرَ يْرَ ةَ  حَدِيثٌ  لاَ  أَحْسِبُهُ  إِلاَّ  رَفَعَهُ  إِلَى  النَّبِيِّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  قَالَ)  .... وَ  اللَّهِ  مَا  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  الْفَقْرَ  وَ  لَكِنْ   أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  التَّكَا ثُرَ وَ لَكِنْ  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  الْعَمْدَ(

(AHMAD - 10535) : Abu Hurairah menjelaskan; sebuan hadits yang aku perkirakan dimarfu'kan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : (Demi Allah, aku tidak takut kefakiran melanda kalian, tapi yang aku takutkan adalah membanggakan harta yang melimpah dan ketergantungan kalian kepadanya ")

صحيح البخاري - (ج 5 / ص 124/ح 1258)  :  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  اللَّهِ  بْنُ  يُوسُفَ  حَدَّ ثَنَا  اللَّيْثُ  حَدَّ ثَنِي  يَزِيدُ  بْنُ  أَبِي حَبِيبٍ  عَنْ  أَبِي  الْخَيْرِ  عَنْ  عُقْبَةَ  بْنِ  عَامِرٍ  أَنَّ  النَّبِيَّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ  خَرَجَ  يَوْ مًا  فَصَلَّى  عَلَى أَهْلِ  أُحُدٍ  صَلاَ تَهُ  عَلَى  الْمَيِّتِ  ثُمَّ  انْصَرَفَ  إِلَى  الْمِنْبَرِ  فَقَالَ ) إِ نِّي  فَرَطٌ   لَكُمْ  وَ  أَ نَا  شَهِيدٌ  عَلَيْكُمْ  وَ إِنِّي  وَ  اللَّهِ َلأَ  نْظُرُ  إِلَى  حَوْضِي  اْلآنَ  وَ  إِ نِّي  أُعْطِيتُ  مَفَاتِيحَ   خَزَ ائِنِ  اْلأَرْضِ   أَوْ  مَفَاتِيحَ  اْلأَرْضِ  وَ   إِنِّي  وَ  اللَّهِ  مَا  أَخَافُ  عَلَيْكُمْ  أَنْ  تُشْرِكُوا  بَعْدِي  وَ  لَكِنْ  أَخَافُ  عَلَيْكُمْ  أَنْ   تَنَافَسُوا  فِيهَا(

(BUKHARI - 1258) : Dari 'Uqbah bin 'Amir bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam pada suatu hari keluar untuk menyolatkan syuhada' perang Uhud sebagaimana shalat untuk mayit. Kemudian Beliau pergi menuju mimbar lalu bersabda: ("...... demi Allah, sekarang aku sedang melihat telagaku (yang di surga) dan aku telah diberikan kunci-kunci kekayaan bumi atau kunci-kunci perbendaharaan bumi (dunia). Demi Allah, sungguh aku tidak khawatir kepada kalian bahwa kalian akan menyekutukan (Allah) kembali sepeninggal aku. Namun yang aku khawatirkan terhadap kalian adalah kalian akan memperebutkan kekayaan / kunci-kunci perbendaharaan bumi ini".)


صحيح البخاري - (ج 20 / ص 53/ح  5947) :  حَدَّ ثَنَا  إِسْمَاعِيلُ  قَالَ  حَدَّ ثَنِي  مَالِكٌ  عَنْ  زَ يْدِ  بْنِ  أَسْلَمَ  عَنْ  عَطَاءِ  بْنِ   يَسَارٍ  عَنْ  أَبِي  سَعِيدٍ  الْخُدْرِيِّ  قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ ) إِنَّ  أَكْثَرَ  مَا  أَخَافُ  عَلَيْكُمْ  مَا  يُخْرِ جُ   اللَّهُ   لَكُمْ  مِنْ   بَرَكَاتِ  اْلأَرْضِ   قِيلَ  وَ  مَا   بَرَكَاتُ   اْلأَرْضِ   قَالَ   زَهْرَ ةُ   الدُّ  نْيَا  فَقَالَ  لَهُ رَجُلٌ  هَلْ   يَأْتِي  الْخَيْرُ  بِالشَّرِّ  فَصَمَتَ  النَّبِيُّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  حَتَّى  ظَنَنَّا  أَ نَّهُ   يُنْزَلُ  عَلَيْهِ  ثُمَّ  جَعَلَ يَمْسَحُ  عَنْ  جَبِينِهِ  فَقَالَ  أَ يْنَ   السَّائِلُ  قَالَ  أَ نَا  قَالَ   أَ بُو  سَعِيدٍ  لَقَدْ  حَمِدْ نَاهُ  حِينَ  طَلَعَ   ذَلِكَ  قَالَ  لاَ   يَأْ تِي الْخَيْرُ  إِلاَّ  بِالْخَيْرِ   إِنَّ  هَذَا  الْمَالَ  خَضِرَ ةٌ  حُلْوَ ةٌ   وَ  إِنَّ   كُلَّ  مَا  أَ نْبَتَ  الرَّ بِيعُ   يَقْتُلُ  حَبَطًا  أَوْ   يُلِمُّ   إِلاَّ   آكِلَةَ الْخَضِرَ ةِ   أَكَلَتْ  حَتَّى  إِذَ ا  امْتَدَّتْ  خَاصِرَ تَاهَا  اسْتَقْبَلَتْ  الشَّمْسَ  فَاجْتَرَّتْ  وَ  ثَلَطَتْ  وَ  بَالَتْ  ثُمَّ عَادَتْ  فَأَ كَلَتْ  وَ  إِنَّ  هَذَ ا  الْمَالَ  حُلْوَ ةٌ   مَنْ  أَخَذَهُ   بِحَقِّهِ  وَ  وَضَعَهُ   فِي  حَقِّهِ   فَنِعْمَ   الْمَعُو نَةُ  هُوَ  وَ  مَنْ أَخَذَهُ   بِغَيْرِ  حَقِّهِ  كَانَ   كَالَّذِي   يَأْكُلُ  وَ  لاَ   يَشْبَعُ(

(BUKHARI - 5947) : Dari Abu Sa'id Al khudri dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ("Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah sesuatu yang Allah keluarkan untuk kalian dari berkahnya bumi (barakat al-ardh)." Beliau ditanya; 'Apa maksud dari berkahnya bumi? ' Beliau menjawab: 'Yaitu perhiasan dunia.' Maka seseorang bertanya kepada beliau; 'Wahai Rasulullah, apakah mungkin kebaikan akan mendatangkan keburukan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diam beberapa saat, hingga kami mengira (wahyu) diturunkan kepada beliau, kemudian beliau mengusap keningnya lalu bersabda: 'Di manakah orang yang bertanya tadi? ' Laki-laki itu berkata; 'Saya'.  Abu Sa'id berkata; 'Kami sempat memujinya ketika dia tiba-tiba muncul.' Beliau bersabda: 'Sesungguhnya kebaikan itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan, sesungguhnya harta dunia ini adalah hijau dan manis, dan setiap sesuatu yang ditumbuhkan musim semi akan mematikan atau membinasakan, kecuali pemakan hijau-hijauan, dia makan sampai lambungnya telah melebar, kemudian menghadap matahari lalu berak, kencing dan kembali dan makan.  Dan sesungguhnya harta itu terasa manis, maka barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar dan meletakkan dengan cara yang benar pula, maka alangkah beruntungnya dia dan barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, maka perumpamaannya ibarat orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.')

صحيح مسلم - (ج 5 / ص 270/ح 1742) : و  حَدَّ ثَنَا  يَحْيَى  بْنُ  يَحْيَى  أَخْبَرَ نَا  اللَّيْثُ  بْنُ  سَعْدٍ  ح  و  حَدَّ ثَنَا  قُتَيْبَةُ  بْنُ سَعِيدٍ  وَ تَقَارَ بَا  فِي  اللَّفْظِ  قَالَ  حَدَّ ثَنَا  لَيْثٌ  عَنْ  سَعِيدِ  بْنِ  أَبِي  سَعِيدٍ  الْمَقْبُرِيِّ  عَنْ  عِيَاضِ  بْنِ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  سَعْدٍ  أَ نَّهُ  سَمِعَ  أَ بَا  سَعِيدٍ  الْخُدْرِيَّ  يَقُو لُ   قَامَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ فَخَطَبَ  النَّاسَ  فَقَالَ  ) لاَ  وَ  اللَّهِ  مَا  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ   أَ يُّهَا  النَّاسُ   إِلاَّ   مَا   يُخْرِجُ   اللَّهُ   لَكُمْ   مِنْ  زَهْرَ ةِ الدُّ نْيَا  فَقَالَ  رَجُلٌ  يَا  رَسُولَ  اللَّهِ   أَ يَأْتِي  الْخَيْرُ   بِالشَّرِّ  فَصَمَتَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ سَاعَةً   ثُمَّ  قَالَ   كَيْفَ  قُلْتَ  قَالَ  قُلْتُ   يَا  رَسُولَ  اللَّهِ   أَ يَأْتِي  الْخَيْرُ   بِالشَّرِّ  فَقَالَ  لَهُ  رَسُولُ   اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  إِنَّ   الْخَيْرَ  لاَ   يَأْتِي   إِلاَّ   بِخَيْرٍ  أَوَ  خَيْرٌ  هُوَ   إِنَّ   كُلَّ   مَا  يُنْبِتُ   الرَّ بِيعُ  يَقْتُلُ  حَبَطًا  أَوْ يُلِمُّ  إِلاَّ   آكِلَةَ   الْخَضِرِ  أَكَلَتْ   حَتَّى  إِذَا  امْتَلأَتْ  خَاصِرَتَاهَا  اسْتَقْبَلَتْ  الشَّمْسَ  ثَلَطَتْ   أَوْ   بَالَتْ  ثُمَّ اجْتَرَّتْ  فَعَادَتْ  فَأَكَلَتْ   فَمَنْ   يَأْخُذْ  مَالاً   بِحَقِّهِ   يُبَارَ كْ  لَهُ   فِيهِ  وَ  مَنْ   يَأْخُذْ  مَالاً   بِغَيْرِ  حَقِّهِ  فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ  الَّذِي  يَأْكُلُ  وَ  لاَ   يَشْبَعُ(

(MUSLIM - 1742) : Dari 'Iyadh bin Abdillah bin Sa'ad, bahwa ia mendengar Abu Sa'id Al Khudhri berkata: Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri dan menyampaikan khutbah di depan manusia. Beliau berkata : (Tidak, Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku khawatirkan menimpa kalian selain daripada kenikmatan dunia yang Allah lapangkan untuk kalian. Seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apakah harta yang didapat dari jalan yang baik juga bisa mendatangkan keburukan? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terdiam sesa'at, lalu beliau berkata: Apa yang engkau tanyakan? Dia berkata: akupun mengulangi pertanyaanku; Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apakah harta yang didapat dari jalan yang baik juga bisa mendatangkan keburukan? Beliau menjawab: Sesungguhnya kebaikan yang hakiki hanya akan membuahkan kebaikan, apapun kebaikan tersebut. Sesungguhnya semua tanaman yang tumbuh di musim semi hanya akan membinasakan hewan-hewan yang rakus yang melahap semua jenis tumbuhan atau minimal akan membuatnya sekarat, kecuali hewan yang hanya memakan sayur-sayuran saja. Ia makan, lalu jika kedua sisi perutnya telah penuh dengan makanan iapun menghadap matahari untuk buang air besar dan kecil, kemudian ia kembali mengunyah makanan lagi dan menelannya. Maka barangsiapa yang mengambil harta yang menjadi haknya maka akan diberikan keberkahan kepadanya, Dan barangsiapa yang mengambil harta yang bukan menjadi haknya maka ia adalah seperti hewan yang selalu makan dan tidak pernah merasa kenyang".)


سنن الترمذي - (ج 8 / ص 327/ح2256) و مسند أحمد - (ج 35 / ص 339/ح 16826) و الآحاد والمثاني لابن أبي عاصم - (ج 7 / ص 148/ح 2220) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 268/ح  8010) و  المعجم الأوسط للطبراني - (ج 7 / ص 393/ح  3423)  و  صحيح ابن حبان - (ج 13 / ص 447/ح  3292)  :  حَدَّ ثَنَا  أَحْمَدُ  بْنُ  مَنِيعٍ  حَدَّ ثَنَا  الْحَسَنُ  بْنُ  سَوَّ ارٍ  حَدَّ ثَنَا لَيْثُ  بْنُ  سَعْدٍ  عَنْ  مُعَاوِ يَةَ  بْنِ  صَالِحٍ  أَنَّ  عَبْدَ  الرَّحْمَنِ  بْنَ  جُبَيْرِ  بْنِ  نُفَيْرٍ  حَدَّ ثَهُ   عَنْ أَبِيهِ  عَنْ  كَعْبِ  بْنِ  عِيَاضٍ  قَالَ  سَمِعْتُ  النَّبِيَّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  يَقُولُ  )  إِنَّ    لِكُلِّ  أُمَّةٍ   فـِتْـنَةً  وَ  فـِتْنـَةُ   أُمَّتِي   الْمَالُ  (

Dari Ka'ab bin 'Iyadl berkata : Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: ("Sesungguhnya setiap ummat itu memiliki fitnah dan fitnah ummatku adalah harta.")


صحيح البخاري - (ج 1 / ص 31/ح 18) و سنن أبي داود - (ج 11 / ص 337/ح 3722) و سنن ابن ماجه - (ج 11 / ص 477/ح 3970) و مسند أحمد - (ج 22 / ص 369/ح 10824) و صحيح ابن حبان - (ج 24 / ص 454/ح 6058) :  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  اللَّهِ  بْنُ  مَسْلَمَةَ  عَنْ  مَالِكٍ  عَنْ  عَبْدِ  الرَّحْمَنِ  بْنِ  عَبْدِ  اللَّهِ   بْنِ  عَبْدِ  الرَّحْمَنِ بْنِ  أَبِي  صَعْصَعَةَ  عَنْ  أَبِيهِ  عَنْ  أَبِي  سَعِيدٍ  الْخُدْرِيِّ  رَضِيَ  اللَّهُ  عَنْهُ  أَ نَّهُ  قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ   يُوشِكُ )  أَنْ   يَكُونَ خَيْرَ  مَالِ   الْمُسْلِمِ   غَنَمٌ   يَتْبَعُ  بِهَا  شَعَفَ   الْجِبَالِ   وَ  مَوَ ا قِعَ   الْقَطْرِ   يَفِرُّ   بِدِينِهِ   مِنَ   الْفِتَنِ(


Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ( "Akan terjadi (suatu zaman) harta seorang muslim yang paling baik adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung dan tempat-tempat terpencil, dia pergi menghindar dengan membawa agamanya disebabkan takut terkena fitnah").


صحيح البخاري - (ج 10 / ص 11/ح 2673) : حَدَّ ثَنَا  يَحْيَى  بْنُ   يُوسُفَ  أَخْبَرَ نَا  أَ بُو  بَكْرٍ  يَعْنِي  ابْنَ  عَيَّاشٍ  عَنْ   أَبِي  حَصِينٍ  عَنْ   أَبِي  صَالِحٍ  عَنْ أَبِي  هُرَ يْرَ ةَ  رَضِيَ  اللَّهُ  عَنْهُ  عَنْ  النَّبِيِّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ  قَالَ  ) تَعِسَ  عَبْدُ  الدِّينَارِ  وَ عَبْدُ  الدِّرْهَمِ  وَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ  إِنْ  أُعْطِيَ  رَضِيَ  وَ  إِنْ  لَمْ   يُعْطَ  سَخِطَ  تَعِسَ  وَ  انْتَكَسَ  وَ  إِذَ ا  شِيكَ  فَلاَ  انْتَقَشَ(

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ("Celakalah budak/hamba dinar (mata uang emas) , hamba dirham (mata uang perak),  budak/hamba pakaian mewah. Jika diberi maka ia ridha, dan jika tidak diberi maka ia akan marah.. Ia celaka dan terjungkal . Bila terkena duri, ia tidak bisa mencabutnya").

Makna ‘hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian mewah’ adalah orang yang senantiasa mencarinya, sangat bernafsu mengumpulkannya, dan begitu ketat menjaganya. Sekan-akan ia adalah budak dan pembantu bagi tuan majikannya yang bernama dinar, dirham, dan pakaian mewah.

Imam Al Husain bin Muhammad bin Abdullah At-Thibi (743 H) mengatakan : “Lafal hamba/budak disebutkan secara khusus untuk mengisyaratkan bahwa ia telah begitu dalam menceburkan dirinya kedalam kecintaan kepada dunia dengan segala kenikmatannya, sehingga ia tak ubahnya bagikan seorang tawanan yang tidak bisa meloloskan dirinya. Beliau tidak menggunakan lafal pemilik dinar atau pengumpul dinar, karena yang dicela dalam kepemilikan dan pengumpulan adalah bila telah melampaui batas kebutuhan. Sabda beliau  jika diberi.........’ semakin menunjukkan ketamakan kepada harta duniawi”.

Para Ulama lain menerangkan, bahwa ia disebut budak dinar, dirham dan pakaian mewah, karena ketamakan dan kerakusannya kepada harta kekayaan tersebut. Barang siapa telah menjadi budaknya, ia pasti tidak akan menunaikan kewajiban dalam harta tersebut secara benar.

Lafal (تَعِسَ) ta’isya, mempunyai beberapa makna. Diantaranya adalah celaka, jatuh tersungkur dengan muka menghujam ke tanah, terpeleset hingga pingsan, dan tidak segera siuman, keburukan, kebinasaan, dan keinginannya meleset tidak bisa ia penuhi.

Lafal (انْتَكَسَ) intakasya, mempunyai beberapa makna pula. Antara lain : kembali terkena penyakit, tatkala terjatuh dirinya sibuk menenangkan diri sehingga akhirnya kembali terjatuh, dan terjungkal dengan posisi kepala dibawah kaki diatas.

Lafal (إِذَ ا  شِيكَ  فَلاَ  انْتَقَشَ) idza syika falaa intaqasya, mempunyai makna apabila terkena duri, ia tidak bisa mencabutnya atau dokter tidak mampu mengeluarkan dan mengobatinya.

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani berkata : “Lafal hadits (celakalah hamba dinar, dirham dan pakaian mewah) ini mengisyaratkan sebuah doa dari Rasulullah agar ia (yang rakus dan tamak harta) ditimpa hal yang membuatnya tidak mampu bergerak dan berusaha. Ia boleh didoakan agar celaka seperti itu, karena pelakunya hidup sebatas mengumpulkan harta dunia semata. Akibatnya ia tersibukkan dan terlalaikan dari menunaikan berbagai amalan wajib dan sunnah” [7]
                                                                            
Semoga kita semua tidak tersibukkan mencari harta... yang mengakibatkan laknat diberikan kepada kita semua...karena lalai dengan kewajiban dan tugas kita di dunia. Na’udzubillahi min dzalika.

Ingat pesan Rasulullah :

)وَ  إِنَّ  هَذَ ا  الْمَالَ  حُلْوَ ةٌ   مَنْ  أَخَذَهُ   بِحَقِّهِ  وَ  وَضَعَهُ   فِي  حَقِّهِ   فَنِعْمَ   الْمَعُو نَةُ  هُوَ  وَ  مَنْ أَخَذَهُ   بِغَيْرِ  حَقِّهِ  كَانَ   كَالَّذِي   يَأْكُلُ  وَ  لاَ   يَشْبَعُ(

(Dan sesungguhnya harta itu terasa manis, maka barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar dan meletakkan dengan cara yang benar pula, maka alangkah beruntungnya dia dan barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, maka perumpamaannya ibarat orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.')


Jika orang itu tidak merasa kenyang dan terus menerus sibuk dengan harta sampai melupakan kewajiban utamanya maka inilah yang diucapkan Rasulullah r :

) تَعِسَ  عَبْدُ  الدِّينَارِ  وَ عَبْدُ  الدِّرْهَمِ  وَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ  إِنْ  أُعْطِيَ  رَضِيَ  وَ  إِنْ  لَمْ   يُعْطَ  سَخِطَ  تَعِسَ  وَ  انْتَكَسَ  وَ  إِذَ ا  شِيكَ  فَلاَ  انْتَقَشَ(

(
"Celakalah budak/hamba dinar (mata uang emas) , hamba dirham (mata uang perak),  budak/hamba pakaian mewah. Jika diberi maka ia ridha, dan jika tidak diberi maka ia akan marah.. Ia celaka dan terjungkal . Bila terkena duri, ia tidak bisa mencabutnya").


[1]     Hewan-hewan yang termasuk jenis unta, sapi, kambing, dan biri-biri.
[2]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/356.
[3]     Mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang menyebabkan dia menjadi kikir dan tidak mau menginfakkannya di jalan Allah.
[4]     Bermegah-megahan dalam soal banyak anak, harta, pengikut, kemuliaan, dan seba-gainya, telah melalaikan kamu dari ketaatan kepada Allah.
[5]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/397.
[6]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/376.
[7]     Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Barri, 14/390 - 391.