Al Qur'an

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَ ةَ وَ أْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اصْبِرْ عَلَى مَا أَصَا بَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُور [لقمان/17]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukmaan (31) : 71

SILAHKAN DISEBARKAN

SILAHKAN DIPERBANYAK / DISEBARKAN DENGAN COPY PASTE ASAL SEBUTKAN SUMBERNYA, TERIMA KASIH

Kamis, 18 Agustus 2011

Tafakur Mengenai Harta Kekayaan (Bagian 3) :



Harta kekayaan adalah sesuatu yang paling dicintai manusia sesuai tabiatnya. [1]






Tabiat dan sifat ini sangat jelas digambarkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah, bahwa memang sifat dasar manusia itu adalah sangat mencintai harta dengan kata lain bisa disebut juga, tamak dan rakus terhadap harta kekayaan. Tabiat manusia menganggap bahwa harta kekayaan adalah sebagai salah satu sarana yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Lihat firman Allah I berikut :

زُ يِّنَ    لِلنَّاسِ  حُبُّ  الشَّهَوَ اتِ   مِنَ   النِّسَاءِ  وَ  الْبَنِينَ  وَ  الْقَنَاطِيرِ  الْمُقَنْطَرَ ةِ   مِنَ   الذَّهَبِ   وَ  الْفِضَّةِ  وَ الْخَيْلِ  الْمُسَوَّ مَةِ   وَ   اْلأَ  نْعَامِ   وَ  الْحَرْثِ   ذَلِكَ   مَتَاعُ   الْحَيَاةِ   الدُّ نْيَا  وَ   اللَّهُ   عِنْدَهُ   حُسْنُ   الْمَآَبِ  [آل عمران/14]

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak [1] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS Ali Imron (3) : 14)

وَ  إِ نَّهُ   لِحُبِّ   الْخَيْرِ  لَشَدِ يدٌ  [العاديات/8]

dan sesungguhnya (manusia itu sangat bakhil) karena cintanya ( yang mendalam) kepada  Al-Khair, yaitu harta kekayaan yang benar-benar berlebihan. (QS Al ‘Adiyaat (100) : 8)

وَ  الْعَادِيَاتِ  ضَبْحًا (1)   فَالْمُورِيَاتِ   قَدْحًا  (2)   فَالْمُغِيرَ اتِ   صُبْحًا  (3) [العاديات/1-3]

Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah (1) dan kuda yang memercikkan bunga api (dengan pukulan kuku kakinya) (2) dan kuda yang menyerang (dengan tiba-tiba) pada waktu pagi (3) (QS Al ‘Adiyaat (100) : 1 - 3)

وَ  تُحِبُّونَ  الْمَالَ  حُبًّا  جَمًّا  [الفجر/20]

dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. (QS Al Fajr (89) : 20)

Syaikh Muhammad bin Ali Ash-Shabuni menulis : “Maksudnya kalian begitu mencintai harta, rakus, dan tamak kepadanya. Ayat ini merupakan sebuah celaan kepada mereka, akibat sikap mereka yang berlomba-lomba memperebutkan harta disertai kekikiran mereka untuk berinfak”. [2]

Rasulullah r sendiri menerangkan bahwa rumah yang baik, dan berbagai kelapangan harta kekayaan lain, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan kebahagiaan hidup.

سنن ابن ماجه - (ج 5 / ص 454/ح 1848) :  حَدَّ ثَنَا هِشَامُ  بْنُ  عَمَّارٍ  حَدَّ ثَنَا  صَدَقَةُ  بْنُ  خَالِدٍ  حَدَّ ثَنَا عُثْمَانُ  بْنُ  أَبِي  الْعَاتِكَةِ  عَنْ عَلِيِّ  بْنِ  يَزِيدَ  عَنْ  الْقَاسِمِ  عَنْ  أَبِي  أُمَامَةَ  عَنَ  النَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  أَ نَّهُ  كَانَ  يَقُولُ  ) مَا اسْتَفَادَ  الْمُؤْ مِنُ  بَعْدَ  تَقْوَى اللَّهِ  خَيْرً ا  لَهُ  مِنْ  زَوْجَةٍ  صَالِحَةٍ  إِنْ  أَمَرَهَا  أَطَاعَتْهُ  وَ إِنْ   نَظَرَ  إِلَيْهَا سَرَّ تْهُ  وَ إِنْ  أَقْسَمَ  عَلَيْهَا  أَ بَرَّ تْهُ  وَ إِنْ  غَابَ  عَنْهَا نَصَحَتْهُ  فِي  نَفْسِهَا  وَ مَالِهِ (

Dari Umamah t dari Nabi r beliau bersabda : ("Bagi seorang mukmin, sesudah bertaqwa kepada Allah I tak ada hal lain yang terbaik, selain istri yang shaleh, yaitu apabila diperintahkan taat, apabila dilihat menyenangkannya, apabila di beri janji diterimanya dan apabila ditinggal pergi dijaganya dirinya dan harta suaminya dengan baik.)

مسند أحمد - (ج 3 / ص 378/ح 1368) :  حَدَّ ثَنَا رَوْحٌ  حَدَّ ثَنَا  مُحَمَّدُ  بْنُ  أَبِي  حُمَيْدٍ  حَدَّ ثَنَا  إِسْمَاعِيلُ  بْنُ  مُحَمَّدِ  بْنِ  سَعْدِ  بْنِ  أَبِي وَ قَّاصٍ  عَنْ  أَبِيهِ  عَنْ  جَدِّهِ  قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ )  مِنْ  سَعَادَ ةِ  ابْنِ  آدَمَ  ثَلاَ ثَةٌ  وَ مِنْ  شِقْوَ ةِ ابْنِ آدَمَ  ثَلاَ ثَةٌ  مِنْ  سَعَادَةِ  ابْنِ  آدَمَ  الْمَرْأَ ةُ  الصَّالِحَةُ  وَ  الْمَسْكَنُ  الصَّالِحُ  وَ  الْمَرْ كَبُ  الصَّالِحُ  وَ مِنْ  شِقْوَ ةِ  ابْنِ  آدَمَ   الْمَرْأَ ةُ  السُّوءُ وَ  الْمَسْكَنُ  السُّوءُ  وَ  الْمَرْ  كَبُ  السُّوءُ (

Dari Sa’ad bin Abi Waqash t, telah bersabda Rasulullah r : ("Kebahagiaan manusia itu ada tiga dan sialnya ada tiga juga. Kebahagiaan manusia yaitu Istri yang shaleh, rumah yang bagus dan kendaraan yang baik. Sedangkan sialnya manusia yaitu : Istri yang jahat, rumah yang buruk dan kendaraaan yang jelek.)

فقه السنة - (ج 2 / ص 12)  :  وقد جاء تفسير هذا الحديث في حديث آخر رواه الحاكم: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ) ثلاثة  من  السعادة : المرأة  الصالحة، تراها  تعجبك، و تغيب  فتأمنها  على  نفسها و مالك، و  الدابة  تكون  و طيئة   تلحقك  بأصحابك، و  الدار تكون و اسعة  كثيرة  المرافق، و ثلاث  من  الشقاء: المرأة    تراها  فتسوءك، و   تحمل  لسانها عليك، و  إن  غبت  عنها لم  تأمنها على  نفسها و مالك، و    الدابة  تكون   قطوفا  فان   ضربتها  أتعبتك،  و إن   تركتها لم    تلحقك  بأصحابك، و الدار تكون   ضيقة  قليلة   المرافق(.

Dalam Fiqih sunah Al Hakim menjelaskan lebih lanjut maksud hadits ini bahwa Rasulullah r pernah bersabda : ( " Tiga hal keberuntungan, yaitu :
1.       Istri yang shalih kalau engkau melihat menyenangkanmu dan kalau engkau pergi, engkau merasa percaya bahwa ia dapat menjaga dirinya dan hartanya.
2.       Kuda yang penurut lagi cepat larinya, yang dapat membawamu menyusul teman-temanmu.
3.       Rumah besar yang banyak didatangi tamu.
Dan tiga hal kesialan yaitu :
1.       Istri yang kalau engkau melihatnya menjengkelkanmu, dan kalau engkau pergi, engkau merasa tidak percaya, bahwa dia dapat menjaga dirinya dan hartamu.
2.       Kuda yang lemah, jika engkau pukul, bahkan menyusahkanmu dan kalau engkau biarkan malah tidak bias membawa menyusul teman-temanmu.
3.    Rumah yang sempit lagi jarang didatangi tamu".)

مسند أحمد - (ج 30 / ص 387/ح 14830) والمستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 153/ح 7414)  :   حَدَّ ثَنَا  وَ  كِيعٌ  عَنْ  سُفْيَانَ  عَنْ  حَبِيبِ  بْنِ  أَبِي  ثَابِتٍ  حَدَّ ثَنِي  جَمِيلٌ  أَخْبَرَ نَا  وَ  مُجَاهِدٌ  عَنْ   نَافِعِ  بْنِ  عَبْدِ  الْحَارِثِ  قَالَ  قَالَ   رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ ) مِنْ  سَعَادَةِ  الْمَرْءِ  الْجَارُ  الصَّالِحُ  وَ  الْمَرْ كَبُ  الْهَنِيءُ  وَ  الْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ(

(AHMAD - 14830) : Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Habib bin Abu Tsabit telah menceritakan kepadaku Jamil telah mengabarkan kepada kami Mujahid dari Nafi' bin Abdul Harits berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda : ("Termasuk kebahagiaan seseorang adalah tetangga yang baik, kendaraan yang menyenangkan dan tempat tinggal yang luas." )

Sejak dahulu kala, harta kekayaan dianggap oleh mayoritas manusia sebagai tolok ukur kehormatan dan kebahagiaan. Dalam pandangan mereka, harta kekayaan merupakan salah satu prasyarat untuk memegang kekuasaan. Seperti disebutkan dalam ayat dan hadits berikut.

وَ  قَالَ   لَهُمْ  نَبِيُّهُمْ   إِنَّ   اللَّهَ   قَدْ   بَعَثَ   لَكُمْ   طَالُوتَ   مَلِكًا   قَالُوا   أَ نَّى   يَكُونُ  لَهُ   الْمُلْكُ   عَلَيْنَا  وَ  نَحْنُ أَحَقُّ   بِالْمُلْكِ  مِنْهُ   وَ  لَمْ   يُؤْتَ   سَعَةً   مِنَ   الْمَالِ   [البقرة/247]
Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah Mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripada-nya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (QS Al Baqarah (2) : 247)

فَأَ مَّا  اْلإِ  نْسَانُ    إِذَا   مَا  ابْتَلاَ هُ  رَ بُّهُ   فَأَكْرَمَهُ   وَ  نَعَّمَهُ   فَيَقُولُ  رَ بِّي  أَكْرَمَنِ  (15)  وَ  أَمَّا   إِذَ ا  مَا  ابْتَلاَ هُ فَقَدَرَ   عَلَيْهِ   رِزْقَهُ   فَيَقُولُ   رَ بِّي  أَهَا نَنِ (16) [الفجر/15، 16]
Maka adapun manusia, apabila Tuhan Mengujinya lalu Memuliakannya dan Memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Memuliakanku.” (15) Namun apabila Tuhan Mengujinya lalu Membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Menghinaku.” (16) (QS Al Fajr (89) : 20) [3]

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 81/ح 5966)  :   حَدَّ ثَنَا  إِسْمَاعِيلُ  قَالَ  حَدَّ ثَنِي  عَبْدُ  الْعَزِيزِ بْنُ  أَبِي  حَازِمٍ  عَنْ   أَبِيهِ  عَنْ   سَهْلِ  بْنِ  سَعْدٍ  السَّاعِدِيِّ  أَ نَّهُ  قَالَ  )مَرَّ  رَجُلٌ  عَلَى  رَسُولِ  اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  فَقَالَ  لرَجُلٍ  عِنْدَ هُ  جَالِسٍ  مَا  رَ أْ يُكَ  فِي  هَذَ ا   فَقَالَ  رَجُلٌ  مِنْ  أَشْرَ افِ  النَّاسِ هَذَ ا  وَ  اللَّهِ  حَرِيٌّ   إِنْ  خَطَبَ   أَنْ   يُنْكَحَ   وَ  إِنْ شَفَعَ   أَنْ   يُشَفَّعَ   قَالَ   فَسَكَتَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ   ثُمَّ   مَرَّ  رَجُلٌ   آخَرُ   فَقَالَ  لَهُ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ   مَا رَ أْ يُكَ   فِي  هَذَ ا فَقَالَ   يَا  رَسُولَ  اللَّهِ  هَذَ ا  رَجُلٌ   مِنْ   فُقَرَ اءِ   الْمُسْلِمِينَ   هَذَ ا   حَرِيٌّ   إِنْ   خَطَبَ   أَنْ لاَ   يُنْكَحَ   وَ  إِنْ شَفَعَ   أَنْ  لاَ    يُشَفَّعَ  وَ   إِنْ   قَالَ   أَنْ   لاَ    يُسْمَعَ    لِقَوْ  لِهِ  فَقَالَ  رَسُولُ   اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ   عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ  هَذَ ا خَيْرٌ  مِنْ  مِلْءِ  اْلأَرْضِ   مِثْلَ   هَذَا(

(BUKHARI - 5966) : Telah menceritakan kepada kami Isma'il dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz bin Abu Hazim dari Ayahnya dari Sahl bin Sa'd As Sa'idi :
 (bahwa seorang laki-laki melintasi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada orang yang duduk di dekat beliau: "Apa pendapat kalian dengan laki-laki yang lewat ini?".
Maka seorang yang terpandang menjawab: 'Demi Allah, dia dari kalangan bangsawan, bila dia meminang, pasti akan diterima, dan bila dimintai bantuan pasti akan dibantu.'
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diam.
Beberapa saat kemudian, lewatlah seorang laki-laki lain.
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: 'Apa pendapatmu dengan orang yang lewat ini? '
Dia menjawab: 'Wahai Rasulullah, menurutku; orang ini adalah orang termiskin dari kalangan kaum Muslimin, apabila ia meminang sudah pantas pinangannya  ditolak, dan jika dimintai pertolongan dia tidak akan ditolong, dan apabila berkata, maka perkataannya tidak akan didengar.'
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sungguh orang ini (orang yang terlihat miskin) lebih baik dari dunia dan seisinya, daripada orang yang pertama lewat tadi (orang dari kalangan bangsawan).')

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa sebagian sahabatpun masih memandang kekayaan sebagai tolok ukur status sosial seseorang dalam masyarakat. Dari berbagai riwayat dijelaskan bahwa laki-laki yang pertama lewat tadi adalah Uyainah bin Hisn Al Fazari atau Al-Aqra bin Habis, dua orang pemimpin musyrik yang baru saja masuk Islam, atau hati mereka masih dalam masa dibujuk untuk menerima Islam (Al-muallafah qulubuhum). Orang yang kedua lewat adalah salah seorang ashab al-suffah yang bernama Ju’ail bin Suraqah.

Maksud hadits ini seperti dijelaskan oleh para ulama, bukan berarti setiap orang fakir lebih utama dan lebih mulia dari setiap orang kaya. Makna hadits ini adalah seorang sahabat miskin namun bertakwa dan banyak berkorban untuk Islam, adalah lebih utama dari orang kaya, namun belum masuk Islam, atau baru saja masuk Islam dan belum banyak berkorban untuk Islam. [4]

Kecintaan manusia kepada harta kekayaan bahkan seringkali tetap dibawa sampai usia lanjut. Angan-angan dan kecintaan kepada harta menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan lagi dari benak dan jiwanya, karena telah bersatu dengan darah dan dagingnya. Seperti yang tercantum dalam hadits Rasulullah r dibawah ini.

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 45/ح 5941) :  حَدَّ ثَنَا  عَلِيُّ  بْنُ  عَبْدِ  اللَّهِ  حَدَّ ثَنَا  أَ بُو  صَفْوَ انَ  عَبْدُ اللَّهِ  بْنُ  سَعِيدٍ حَدَّ ثَنَا  يُونُسُ  عَنْ  ابْنِ  شِهَابٍ  قَالَ  أَخْبَرَ  نِي  سَعِيدُ  بْنُ  الْمُسَيَّبِ  أَنَّ   أَبَا  هُرَ يْرَ ةَ  رَضِيَ  اللَّهُ  عَنْهُ  قَالَ
سَمِعْتُ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  يَقُولُ  ) لاَ   يَزَ الُ  قَلْبُ  الْكَبِيرِ  شَابًّا  فِي  اثْنَتَيْنِ   فِي  حُبِّ الدُّ نْيَا  وَ  طُولِ  اْلأَمَلِ(

(BUKHARI - 5941) : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Abu Shufwan Abdullah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hati orang tua masih tetap berjiwa muda dalam dua perkara, yaitu; mencintai dunia dan panjang angan-angan."

Imam Muhyidin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Al-Nawawi (wafat 676 H) atau yang dikenal dengan Imam Nawawi berkata : “Maknanya adalah kecintaan hati seseorang yang sudah tua renta kepada harta kekayaan begitu sempurna menguasai dirinya, seperti begitu kuatnya tenaga seorang pemuda pada usia mudanya”.

Al-Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yashibi (wafat 544 H) berkata : “Pada diri seseorang yang telah tua renta, angan-angan dan sifat tamaknya pada harta kekayaan, semestinya sudah rapuh bersamaan dengan rapuhnya fisik, karena usia yang telah semakin menua dan tinggal menunggu detik-detik kematian belaka. Namun karena kondisinya justru berbeda dengan hal yang semestinya inilah, maka ia dicela Rasulullah r, semakin tua justru manusia semakin tamak pada harta kekayaan dan panjang angan-angan”.

Sabda Rasulullah r : “Hati orang tua masih tetap berjiwa muda”, ini mengisyaratkan betapa besarnya ketamakan kepada harta kekayaan dan betapa jauhnya angan-angan. Tamak kepada harta dan panjang angan-angan memang lebih banyak terdapat pada diri para pemuda, dan lebih layak ada pada diri mereka. Biasanya, pada diri mereka ada harapan untuk dikaruniai usia yang lebih panjang dan mampu menikmati kelezatan duniawi.

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata : “Rasulullah r menamakanmasih tetap berjiwa muda’ untuk mengisyaratkan betapa kuatnya rasa cinta kepada harta yang menguasai dirinya (walaupun umur dan fisik semakin tua)”

Sebagian ulama menyatakan, hikmah dari dikhususkannya penyebutan dua perkara ini adalah kenyataan bahwa, hal yang paling dicintai manusia adalah jiwanya sendiri. Ia sangat ingin tetap hidup, oleh karenanya ia mencintai panjang umur. Ia mencintai harta karena menjadi salah satu sebab terbesar bagi terjaganya kesehatan, yang biasanya dengan kesehatanlah usia akan panjang. Maka setiap kali ia merasa hartanya akan habis, semakin bertambahlah kecintaan dan ketamakannya terhadap kelanggengan hartanya. [5]

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 68/ح  5959) :  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  الْعَزِيزِ  بْنُ  عَبْدِ  اللَّهِ  حَدَّ ثَنَا إِبْرَ اهِيمُ   بْنُ  سَعْدٍ  عَنْ صَالِحٍ  عَنْ  ابْنِ  شِهَابٍ  قَالَ   أَخْبَرَ  نِي  أَ نَسُ  بْنُ  مَالِكٍ   أَنَّ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ   قَالَ ) لَوْ أَنَّ   ِلا بْنِ  آدَمَ   وَادِيًا  مِنْ   ذَهَبٍ   أَحَبَّ   أَنْ   يَكُونَ   لَهُ   وَادِيَانِ   وَ  لَنْ   يَمَْــَلأَ  فَاهُ  إِلاَّ   التُّرَ ابُ  وَ  يَتُوبُ  اللَّهُ عَلَى  مَنْ  تَابَ(

(BUKHARI - 5959) : Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Shalih dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : ("Sekiranya anak Adam memiliki sebukit emas, niscaya ia akan mengharapkan dua bukit emas lagi, dan tidaklah (akan berhenti) sampai mulutnya dipenuhi dengan tanah (mati dan dikuburkan), dan Allah akan menerima taubat siapa yang bertaubat.") Abu Walid mengatakan kepada kami; telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas dari Ubay dia berkata; 'Kami berpendapat hal ini dari ayat Al Qur'an, hingga turun surat 'Al Haakumut takaatsur.'

Imam Al Hushain bin Muhammad bin Abdullah Al-Thibi (wafat tahun 733 H) berkata : “Boleh jadi makna hadits ini adalah manusia mempunyai fitrah mencintai harta. Manusia tidak pernah merasa puas mengumpulkan harta. Hanya orang yang dijaga dan di bimbing oleh Allah I semata, yang bisa menghilangkan sifat dasar ketamakan kepada harta ini dari dalam dirinya. Dan jumlah orang yang dilindungi Allah I ini hanya sedikit”.

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata : “Secara tersirat, hadits ini mencela orang yang berlomba-lomba dalam memperbanyak, mengangankan, dan tamak kepada harta. Secara tersurat, hadits ini menyebut oarng yang tidak melakukan hal tersebut, sebagai orang yang bertobat”. [6]

Oleh karena itu, marilah bertafakur dengan firman Allah I dibawah ini :

أَ لْهَا كُمُ  التَّـكَا ثُرُ  (1)  حَتَّى  زُرْ تُمُ  الْمَقَابِرَ  (2)   كَلاَّ  سَوْفَ  تَعْلَمُونَ  (3)  ثُمَّ   كَلاَّ  سَوْفَ  تَعْلَمُونَ  (4)  كَلاَّ    لَوْ  تَعْلَمُونَ  عِلْمَ  الْيَقِينِ  (5)  لَتَرَوُنَّ  الْجَحِيمَ  (6)  ثُمَّ   لَتَرَوُ  نَّهَا  عَيْنَ  الْيَقِينِ  (7)  ثُمَّ  لَتُسْأَ  لُنَّ يَوْمَئِذٍ  عَنِ  النَّعِيمِ  (8)  [التكاثر/1-8]

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) [7] sampai kamu masuk ke dalam kubur.(2)  Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. (4) Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, (6)  kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, (7)  kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu). (8)

Sahabat.........!, belajar dari firman Allah I dan As-Sunnah, marilah kita waspada terhadap sifat tamak dan rakus kita, marilah kita kendalikan dengan sebaik mungkin, semoga pelatihan ruh di bulan Ramadhan terus kita lanjutkan di bulan-bulan yang lain dengan shaum sunah, sehingga salah satu sifat dasar yang buruk ini bisa kita kendalikan....Amiiin.


[1]     Hewan-hewan yang termasuk jenis unta, sapi, kambing, dan biri-biri.

[2]     Muhammad bin Ali Ash-Shabuni, Shofwat At Tafasir, 3/558

[3]     Allah Menyalahkan orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan, dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16. Tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Allah bagi hamba-hamba-Nya.

[4]     Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Baari, Syarh Shahih Al Bukhari, 11/389 dan 14/420-426.

[5]     Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Baari, Syarh Shahih Al Bukhari, 14/340-368.

[6]     Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Baari, Syarh Shahih Al Bukhari, 14/394.

[7]     Bermegah-megahan dalam soal banyak anak, harta, pengikut, kemuliaan, dan sebagainya, telah melalaikan kamu dari ketaatan kepada Allah.