اْلأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ [الزخرف/67]
Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.
Tafsirnya :
(اْلأَخِلاَّءُ) Al-akhillā-u (sahabat-sahabat karib) dalam kemaksiatan.
(يَوْمَئِذٍ) Yauma-idzin (pada hari itu), yakni pada hari kiamat, seperti ‘Uqbah bin Abi Mu‘ith dan Ubay bin Khalaf.
(بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ) Ba‘dluhum li ba‘dlin ‘aduwwun illal muttaqīn (sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa), yakni orang-orang yang menjauhi kekafiran, kemusyrikan, dan perbuatan-perbuatan buruk seperti Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali dan teman-teman mereka. Keadaan mereka tidak seperti (‘Uqbah bin Abi Mu‘ith dan Ubay bin Khalaf).
Maknanya :
Allah I memerintahkan kepada kita hendaknya pandai-pandai memilih teman bergaul dalam kehidupan di dunia dimana hidup tak terulang dan hanya sekali, karena pengaruh baik dan buruk tergantung dari teman-teman dan sahabatnya, bahkan tidak jarang kita terbawa dan terpengaruh oleh kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk mereka. Memilih teman yang baik bisa menghasilkan syurga tetapi bergaul dengan yang buruk menyeret kita ke Neraka. Lihat sabda Rasulullah r :
سنن أبي داود - (ج 12 / ص 459/ح 4193) و سنن الترمذي - (ج 8 / ص 383/ح 2300) و مسند أحمد - (ج 16 / ص 226/ح 7685) :حَدَّ ثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّ ثَنَا أَ بُو عَامِرٍ وَ أَ بُو دَ اوُدَ قَالاَ حَدَّ ثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّ ثَنِي مُوسَى بْنُ وَرْدَ انَ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَـلْيَنْظُرْ أَحَدُ كُمْ مَنْ يُخَالِلُ(
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Amir dan Abu Dawud keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad ia berkata; telah menceritakan kepadaku Musa bin Wardan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ("Seseorang itu (sangat) tergantung dengan agama teman gaulnya, maka hendaklah seseorang (diantaramu) melihat siapa yang menjadi teman gaulnya.")
Dari pembukaan di atas maka adab atau etika bergaul yang benar-benar harus kita perhatikan adalah sebagai berikut :
1. Memilih teman bergaul dan bersahabat harus dengan orang yang baik akhlaknya
Hadits dalam pembukaan diatas : ("Seseorang itu bergantung dengan agama teman gaulnya, maka hendaklah seseorang (diantaramu) melihat siapa yang menjadi teman gaulnya."), hal ini mempertegas pernyataan Rasulullah r, bahwa kita harus pandai memilih dan memilah teman bergaul untuk kepentingan dunia dan akhirat kita, terkadang adat-istiadat, budaya dan prilaku seseorang itu saling mempengaruhi. Abu Said Al Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah r bersabda :
سنن أبي داود - (ج 12 / ص 458/ح 4192) و سنن الترمذي - (ج 8 / ص 412/ح 231) و مسند أحمد - (ج 22 / ص 454/ح 10909) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 16 / ص 499/ح 7273) و سنن الدارمي - (ج 6 / ص 246/ح 2109) و مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 3 / ص 325/ح 1281) و صحيح ابن حبان - (ج 3 / ص 103/ح 555) : حَدَّ ثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَ نَا ابْنُ الْمُبَارَ كِ عَنْ حَيْوَ ةَ بْنِ شُرَ يْحٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ غَيْلاَ نَ عَنْ الْوَ لِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَوْ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْ مِنًا وَ لاَ يَأْ كُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ (
Telah menceritakan kepada kami Amru bin Aun berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnul Mubarak dari Haiwah bin Syuraih dari Salim bin Ghailan dari Al Walid bin Qais dari Abu Sa'id atau dari Abu Al Haitsam dari Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: ("Janganlah kalian berkawan kecuali dengan seorang mukmin, dan jangan sampai memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.")
Larangan pertemanan ini mencakup larangan bersahabat dengan pelaku dosa besar dan orang yang suka berbuat dosa, karena mereka melakukan apa yang Allah I haramkan. Kepada Allah I saja dia berani maksiat dan melawan apalagi kepada makhluk. Kepada Allah I saja yang memberikan segala kebaikan dan kenikmatan dia ingkar apalagi kepada manusia, Kepada Allah I saja tidak amanah apalagi kepada teman-temannya. Berteman dengan mereka akan mendatangkan kemudharatan pada agama kita. Terlebih lagi larangan bersahabat dengan orang-orang kafir dan munafik, maka larangan ini lebih diutamakan. Kita bergaul dengan mereka dalam rangka amar ma’ruf dan nahi munkar itu hal yang diperbolehkan, dan amar ma’ruf serta nahi munkar kita jika mendatangkan kemaslahatan maka lanjutkan, akan tetapi jika tak mendatangkan perubahan apapun pada mereka, meninggalkannya adalah lebih lebih baik lagi.
Adapun sabda Rasulullah r : (لاَ يَأْ كُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ) (" jangan sampai memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa."). Al Khatabi berkata, “Larangan ini berlaku pada makanan undangan, bukan makanan kebutuhan, karena Allah I berfirman :
وَ يُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَ يَتِيمًا وَ أَسِيرًا [الإنسان/8]
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan
Dari firman tersebut membantu manusia yang tertawan oleh kita dari segi makanan pokoknya dan kebutuhan hidup sehari-harinya adalah wajib, tetangga non muslim yang kekurangan bahan pokok demi kemanusiaan harus kita bantu, bahkan harus menunjukkan bahwa kita ini berdakwah ikhlas kepada sesama makhluk dan mencontoh Rasulullah r sebagai Rahmatan lil ‘alamiin.
Adapun hadits yang lain mempertegas lagi adalah sebagai berikut :
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 287/ح 1959) و صحيح مسلم - (ج 13 / ص 73/ح 4762) : حَدَّ ثَنِي مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّ ثَنَا أَ بُو بُرْدَ ةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ أَ بَا بُرْدَ ةَ بْنَ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ )مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَ الْجَلِيسِ السَّوْ ءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَ كِيرِ الْحَدَّادِ لاَ يَعْدَ مُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَ كِيرُ الْحَدَّاد ِ يُحْرِقُ بَدَ نَكَ أَوْ ثَوْ بَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً (
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala` telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: ("Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi, bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya sedangkan pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya.")
Jelaslah kehati-hatian kita memilih sebuah komunitas pergaulan sangat diperlukan bukan hanya mengatakan saya fleksibel bergaul dengan siapa saja, tetapi berlaku cerdaslah untuk kepentingan diri kita sendiri agar dunia dan akhirat berhasil. JIKA INGIN SUKSES BERGAULLAH DENGAN ORANG-ORANG SUKSES, JIKA INGIN SHOLEH BERGAULLAH DENGAN ORANG-ORANG SHALIH. DAN KITA TAK MELARANG ORANG YANG BURUK MASUK KOMUNITAS KITA..SEMOGA MEREKA TERPENGARUH DENGAN KEBAIKAN YANG ADA DALAM KOMUNITAS TERSEBUT.
Bahkan faktor memilih pasanganpun sangat tergantung dari teman yang yang menjadi teman pergaulannya, karena biasanya sifat mereka tak jauh berbeda dengan teman-temannya.
) إِ يَا كُمْ وَ خَضْرَ اءَ الدِّ مَنِ، قِيْلَ : يا رسو ل الله وَ مَا خَضْرَ اءُ الدِّ مَنِ؟ قَالَ : اَ لْمَرْ أَ ةُ اْلحَسَنَاءُ فيِ اْلمَنْبَتِ الـسُوْءِ( (رواه الد ار قطني)
"Jauhilah olehmu si cantik yang beracun!". Lalu seorang sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, siapakah si cantik yang beracun itu?". Rasulullah r menjawab : "Perempuan yang cantik, tetapi hidup dan bergaul dengan temannya dalam lingkungan yang jahat ".
Dari hadits tersebut bisa kita simpulkan bahwa lingkungan yang tidak baik, besar kemungkinan dipenuhi oleh kebiasaan, tradisi, dan perilaku yang bertentangan dengan syariat Islam. Lingkungan masyarakat yang mempunyai tradisi berjudi, membuka praktik pelacuran, gemar minuman keras, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya, merupakan contoh lingkungan yang tidak baik.
Lingkungan seperti ini jelas merugikan pembinaan akhlak dan keagamaan masyarakatnya, baik perempuan maupun laki-laki, karena apabila tidak mengenal syariat, dia biasa bergaul bebas tanpa mengenal batasan yang sesuai aturan Allah I, menurut mereka asal tidak keluar dari jalur etika dan norma kemasyarakatan sudah cukup. Jelas hal ini lambat laun akan menimbulkan konflik apabila dibina dengan syariat padahal dia kurang suka, dengan alasan dikekanglah, kakulah, dan banyak alasan lainnya.
Tak ada seorangpun yang ingin mencari pasangan hidup bertujuan untuk membina konflik, oleh karena itu pikirkan dengan matang-matang apabila memilih istri/istri yang tidak terbina dengan syariat Islam dan biasa hidup bebas tanpa batasan syariat, walaupun cantik/tampan tapi besar bahayanya dikemudian hari. Ataupun sebaliknya kita mau menikahi karena menyenangi parasnya, hartanya, kekayaannya dan tidak berdasarkan ahlakhnya maka akibatnya seperti yasng disabdakan Rasulullah r dalam hadits berikut :
) لاَ تَــزَ وَّ جُــوْا النِّسَآ ءُ لِحُــسِنِهِنَّ، فـَـعَسىَ حُسْنُــهُــنَّ أَنْ يُرْدِ يْهِنَّ، و لاَ تَــزَ وَّ جُــوْا هُنَّ ِلاَ مْوَ ا لِـهِنَّ، فـَـعَسىَ أَمْوَ ا لِـهِنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ، وَ لَكِنْ تَــزَ وَّ جُــوْا هُنَّ عَلىَ الدِّ يْنِ وَ لاَ مَةٌ خَرْمَاءُ ذَ اتُ دِ يْنٍ أَفْضَلُ ( (رواه عبد بن حميد)
"Jangan kau nikahi perempuan karena kecantikannya, barangkali kecantikannya itu akan membinasakannya (membuat dirimu menderita dan merana). Dan jangan kau nikahi perempuan karena hartanya. Barangkali kekayaannya itu akan menyebabkan dia durhaka, tetapi menikahlah kamu dengan perempuan karena agamanya. Sesungguhnya perempuan tak berhidung lagi budek, tetapi faham agamanya adalah lebih baik baginya (daripada perempuan yang dinikahi karena tujuan keduniawian)".
Rasulullah r memberitahukan, bahwa orang yang menikah menyalahi tujuan dari pernikahannya yaitu untuk membentuk sebuah rumah tangga dan mengurus keperluan-keperluannya, maka ia berarti melakukan hal yang berlawanan dengan maksud pernikahan itu, lalu sabdanya :
)مَنْ تَزَ وَّ جُ اِمْرَ أَ ةً لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلاَّ فَقْرًا، و مَنْ تَزَ وَّ جُ اِمْرَ أَ ةً لِحَسَبَهَا لَمْ يَزِدْهُ إِلاَّ دَ نَاءَ ةً، و مَنْ تَزَ وَّ جُ اِمْرَ أَ ةً لِيَغُضَّ بِهَا بَصَرَهُ، وَ يُحْصِنَ فَرْجَهُ، أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ، بارك اللهُ لَهُ فِيهَا و بارك لهَا فِيهِ(.رواه ابن حبان
"Barang siapa yang menikah dengan perempuan karena hartanya, maka Allah malah akan menjadikannya fakir. Barang siapa menikah dengan perempuan karena keturunannya, maka Allah malah akan menghinakannya. Tetapi barangsiapa menikah dengan perempuan supaya lebih menundukkan pandangannya, membentengi nafsunya atau untuk menyambung tali persaudaraan, maka Allah pasti memberikan keberkahan kepadanya dengan perempuan itu dan kepada perempuan itu diberikan kebarokahan pula".