Al Qur'an

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَ ةَ وَ أْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اصْبِرْ عَلَى مَا أَصَا بَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُور [لقمان/17]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukmaan (31) : 71

SILAHKAN DISEBARKAN

SILAHKAN DIPERBANYAK / DISEBARKAN DENGAN COPY PASTE ASAL SEBUTKAN SUMBERNYA, TERIMA KASIH

Jumat, 18 Februari 2011

Kitab Shaum (Bagian 6) : Shaum & Hukum-hukumnya


Penetapan Shaum Ramadhan - lanjutan

Perpaduan Rukyah bil ‘ain dan Rukyah bil ‘Ilmi

Dalam perkembangannya selain rukyah bil ‘ain (penetapan dengan memakai mata kasat) seperti yang diterangkan di depan sebagai penetapan dasar / pokok untuk memulai dan mengakhiri Ramadhan, maka sebagai alat bantu digunakan juga rukyah bil ‘ilmi atau ilmu hisab (penetapan berdasarkan ahli bintang).

Namun dalam perkembangannya, penentuan awal bulan ini terjadi perbedaan seiring dengan beragamnya kriteria yang dijabarkan. Semula orang mempertentangkan hisab dengan rukyah saja. Kini hisabpun dipertentangkan dengan hisab. Kriteria hisab mana yang akan dijadikan pegangan.

Dalam pengamatan Dr. Thomas Djamaluddin, peneliti Matahari dan Antariksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung, setidak-tidaknya ada 3 (tiga) criteria hisab yang dianut di Indonesia:


1. Wujudul Hilal, yaitu bila bulan telah wujud di atas ufuk (horizon) pada saat maghrib sudah dianggap masuk bulan baru.


2. Ijtima’ Qabla Ghurub, yaitu bila ijtima’ (saat bulan-matahari segaris bujur) terjadi sebelum maghrib maka sudah dianggap masuk bulan baru.


3. Imkanur Rukyah, yaitu berdasarkan perkiraan mungkin tidaknya hilal dirukyah bil ‘ain. Kriteria ini merupakan gabungan antara data hisab dan data rukyah.

Kriteria imkanur rukyah yang digunakan di Indonesia dan disepakati juga pada tahun 1992 oleh Negara-negara dalam lingkup MABIMS (menteri-menteri agama Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand dan Malaysia) adalah :


a) Tinggi bulan minimum adalah 2 derajat.


b) Jarak bulan dan matahari minimum adalah 3 derajat.


c) Umur bulan saat maghrib adalah minimum 8 jam.

Kriteria ini dibuat berdasarkan pengalaman rukyatul hilal di Indonesia selama puluhan tahun, walaupun secara Internasional sangat diragukan karena terlalu rendah (lihat Republika 5/11/01).


Dengan beragamnya kriteria hisab yang dipergunakan, perbedaan penentuan awal bulan ini tidak dapat dihindarkan. Dalam hal akurasi perhitungan akselerasi kecepatan beredarnya bumi mengitari matahari dan bulan mengelilingi bumi, sudah tidak diragukan lagi, sehingga setiap kelompok yang berpegang kepada kriteria yang diyakininya itu menghitung dengan akurasi penghitungan yang luar biasa.


Oleh karena itu ketika kita hendak menentukan sikap kecondongan kita kepada criteria yang mana diantara ketiga criteria yang mu’tabar tadi, marilah kita menganalisanya walaupun dengan cara yang sederhana.


Pertama, Ijma Global Ghurub, metoda ini menggunakan kriteria yang pukul rata. Sehingga sama sekali tanpa batasan asal ijtima atau konjunksi ketiga makhluk raksasa ini, dan terjadinya sebelum masuk waktu maghrib akan dinyatakan akhir dari umur bulan. Tentu saja suatu ketika dapat terjadi hilal masih dibawah ufuk mar’i.


Kedua, Rukyat bil ‘ain, yaitu menetapkan ada tidaknya hilal yang semata-mata mengandalkan visualisasi hilal dengan mata telanjang. Bahkan sama sekjali tidak dengan alat bantu. Mereka sangat berpegang secara kaku terhadap sabda Rasulullah r dengan sabdanya..”Shaumlah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya, tetapi apabila gelap atas kalian (untuk melihat hilal), sempurnakan hitungan tanggal Sya’ban itu menjadi 30 (tiga puluh hari).”[1] Rukyah itu hanya bisa diamalkan dengan mata telanjang, dengan kriteria yang diamalkan secara kaku, seolah-olah menafikan ilmu hisab. Padahal pada prakteknya, mustahil tanpa menggunakannya, karena untuk menentukan tanggal atau hari perukyatan tentulah berdasarkan hisab juga.


Ketiga, Kriteria Wujudul Hilal. Kriteria ini sangat berpegang kepada hisab, apabila diamalkan secara murni maka akan mengatakan tidak perlu lagi merukyat hilal, bahkan mungkin akan mengatakan, untuk apa merukyat hilal, bukankah perhitungan sudah akurat, dan kita telah dapat menunjukkan awal dan akhir bulan dengan sangat tepat dimana posisi matahari dan bulan dengan waktu kapan saja. Tentunya demikian juga dengan posisi hilal.


Kempat, Imkanur Rukyat, kriteria ini nampak jelas merupakan satu usaha dalam mencoba mencairkan kebekuan diantara kedua kriteria diatas, yaitu dengan cara bahwa pada zaman nabi r hilal hanya akan nampak setelah ketinggian hilal 2 derajat di atas ufuk. Jadi nabi r menyatakan shaumlah apabila kalian melihat hilal, maksudnya ketika ketinggian hilal minimal 2 derajat diatas ufuk, karena kurang dari itu tidak akan terlihat. Jadi para sahabat pada waktu itu ketika menetapkan akhir umur bulan Sya’ban, setelah melihat hilal, maka umur bulan Sya’ban jadi 29 hari, bila tidak akan menjadi 30 hari.


Kesepakatan minimal hilal 2 derajat di atas ufuk ini dihasilkan oleh MABIMS. Dimana usaha ini mencoba untuk menerapkan kriteria rukyat, wujudul hilal, dan imkanur rukyat. Sungguh sangat meyakinkan bahwa apabila hilal telah berada minimal 2 derajat di atas ufuk walaupun tidak terlihat karena ufuk barat kurang cerah disebabkan cuaca, atau sebab lainnya, tetap umur bulan Sya’ban menunjukkan telah habis dan bulan Ramadhan telah tiba.


K.H. Iping Zaenul Abidin, seorang ulama ahli hisab, mengatakan : “Alhamdulillah, saya sendiri beberapa kali ke Pelabuhan Ratu, tapi tidak pernah berhasil melihat hilal ”. [2]

Dengan memperhatikan criteria diatas maka harus dibedakan dengan antara melihat hilal dengan melihat bulan. KH Ghazali salah seorang ahli hisab di Indonesia menyatakan bahwa : “Sebenarnya penentuan wujud hilal di atas ufuk sebagai kriteria agar lebih pasti dalam menetapkan awal bulan. Kalau bulan di atas ufuk namun belum dapat dilihat, tidak bias disebut hilal, maka saya tetap pada pendirian semula bahwa yang dicari adalah wujudl hilal, bukan wujudul qamar semata-mata”. [3]


Barangkali kenyataan itulah yang menjadi penyebab pernah atau seringnya seseorang berkata, “Saya melihat hilal”, lalu ia bersedia disumpah, padahal berdasarkan hisab qath’i (perhitungan astronomi) pada saat ia mengatakan hal itu, hilal tidak mungkin di rukyat karena masih dibawah ufuk. Maka terjadilah seperti ijtihad di tanah air ada permulaan Ramadhan yang berbeda-beda, tanpa ada data pendukung yang lain, dan berijtihad sesuai kelompoknya tanpa memperdulikan pemahaman dari kelompok yang lain, sebuah perpecahan yang terasa dan membingungkan umat.


Dengan memperhatikan keterangan-keterangan di depan, maka dapatlah ditetapkan 3 (tiga) kemungkinan kejadian :


1) Ketika hilal dapat dirukyat dan sesuai dengan hisab qath’i, maka bilangan Sya’ban 29 hari.


2) Ketika hilal tidak dapat dirukyat dan perhitungan hisab qath’i menetapkan hilal tidak mungkin dirukyat maka bilangan Sya’ban menjadi 30 hari.


3) Ketka hilal tidak dapat dirukyat karena terhalang (ghumiya), tetapi menurut perhitungan hisab qath’i, hilal sudah imkanur rukyat, maka bulan Sya’ban tetap 29 hari.


Jika telah berusaha secara seksama, teliti dan rembuk (musyawarah) antara ahli rukyat dan ahli hisab, ternyata hasil perhitungan dead lock (tak ada kata sepakat) maka berarti dalam keraguan, Apabila ada keraguan apakah bulan Sya’ban 29 atau 30 hari maka ketetapannya adalah 30 hari. Makah hal ini sangat sesuai dengan kaidah :

يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اليُسْرَ وَ لاَ يُرِيْدُ بِكُمُ العُسْرَ

"Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran bagimu". (QS Al Baqarah (2) : 185)



Do’a ketika melihat hilal

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ الله r إِذَ ا رَ أَى الْهِلاَ لَ قَالَ : ) اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَ مْنِ وَ الإِ يمَانِ وَ السَّلاَ مَةِ وَ الإِسْلاَ مِ وَ التَّوْ فِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَ بُّنَا وَ يَرْضَى ، رَبُّنَا وَ رَبُّكَ اللهُ (

Dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar t berkata : Dulu Rasulullah r apabila melihat Al-Hilal beliau mengucapkan doa :

) اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَ الإِيمَانِ وَ السَّلاَمَةِ وَ الإِسْلاَ مِ وَ التـَّوْ فِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ (

Allahu Akbar, Ya Allah terbitkanlah al-hilal kepada kami dengan keamanan dan iman, dengan keselamatan dan Islam, dan taufiq kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau Ridhai. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” [4]



Menyambut selamat datang Ramadhan


Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, mengatakan[5] :

Ramadhan merupakan bulan yang agung. Bulan penuh barakah dimana kaum muslimin bergembira dengannya. Dan dulu Nabi r dan para shahabatnya y bergembira dengan datangnya Ramadhan. Dulu Nabi r juga memberikan kabar gembira kepada para shahabatnya tentang datangnya Ramadhan.

Apabila kaum muslimin bergembira dengan datangnya Ramadhan, dan memberikan kabar gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, satu sama lain saling mengucapkan selamat dengan datangnya Ramadhan, maka hal ini tidak mengapa, sebagaimana hal ini juga biasa dilakukan oleh para salafush shalih.

Karena memang bulan ini adalah bulan yang agung, penuh barakah, dan muslimin gembira dengannya, sebab bulan ini bulan penghapusan kesalahan, pemaafan dosa, dan bulan untuk berlomba dalam kebaikan dan amal shalih.


Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan rahimahullah mengatakan[6] :

Mengucapkan selamat datangnya bulan Ramadhan tidak mengapa. Karena dulu Nabi r memberikan berita gembira kepada para shahabatnya akan datangnya bulan Ramadhan, memberikan semangat kepada mereka untuk memperbanyak amal shalih padanya. Allah I telah berfirman :

( قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَ بِرَحْمَتِهِ فَبِذَ لِكَ فَـلْيَفْرَحُواْ )

Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka dengan itu bergembiralah kalian. (QS. Yunus (10): 58)

Jadi ucapan selamat dan kegembiraan dengan datangnya bulan Ramadhan menunjukkan semangat yang besar terhadap kebaikan. Dulu para salafush shalih juga biasa mengucapkan selamat satu sama lain dengan datangnya bulan Ramadhan dalam rangka mencontoh Nabi r. Sebagaimana dalam hadits dari shahabat Salman t dalam kisah yang panjang, di dalamnya Rasulullah r bersabda :

) ‏أيها الناس‏ ‏ قد أظلكم شهر عظيم مبارك … (

Wahai umat manusia, telah datang kepada kalian bulan agung yang penuh barakah [7]




Khutbah Rosulullah r Menyambut Ramadhan

Berikut ini wasiat Rasulullah r pada malam terakhir bulan Sya’ban, dalam khutbah beliau r saat menyambut datangnya bulan Ramadhan:


Wahai manusia!

Sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah I yang membawa berkah, rahmat dan maghfirah; bulan yang paling mulia di sisi Allah I. Hari-harinya paling utama. Malam-malamnya paling utama. Jam demi jamnya paling utama. Inilah bulan ketika kalian diundang menjadi tamu Allah I dan dimuliakan oleh-Nya.

Pada bulan ini nafas-nafas kalian menjadi tasbih, tidur kalian ibadah, amal-amal kalian diterima dan doa-doa kalian diijabah. Bermohonlah kepada Allah I, Tuhan kalian, dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Dia membimbing kalian untuk melakukan shaum dan membaca Kitab-Nya. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah I pada bulan agung ini…

Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin. Muliakanlah orang tua. Sayangilah yang muda. Sambungkanlah tali persaudaraan. Jagalah lidah. Tahanlah pandangan dari apa yang tidak halal kalian pandang. Peliharalah pendengaran dari apa yang tidak halal kalian dengar…

Bertobatlah kepada Allah I dari dosa-dosa. Angkatlah tangan-tangan kalian untuk berdoa pada waktu shalat. Itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah I memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih. Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.


Wahai manusia!

Sesungguhnya diri kalian tergadai karena amal-amal kalian. Karena itu, bebaskanlah dengan istigfar. Punggung-punggung kalian berat karena beban (dosa). Karena itu, ringankanlah dengan memperpanjang sujud.

Ketahuilah! Allah I bersumpah dengan segala kebesaran-Nya, bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan-Nya.


Wahai manusia!

Siapa saja di antara kalian memberi buka kepada orang-orang Mukmin yang berpuasa pada bulan ini, maka di sisi Allah I nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu…

Jagalah diri kalian dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah diri kalian dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.


Wahai manusia!

Siapa yang membaguskan akhlaknya pada bulan ini, ia akan berhasil melewati sirâth al-mustaqîm pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) pada bulan ini, Allah I akan meringankan pemeriksaan-Nya pada Hari Kiamat. Siapa saja yang menahan kejelekannya pada bulan ini, Allah I akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Siapa saja yang memuliakan anak yatim pada bulan ini, Allah I akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Siapa saja yang menyambungkan tali silaturahmi pada bulan ini, Allah I akan menghubungkannya dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Siapa saja yang memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah I akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Siapa saja yang melakukan shalat sunnah pada bulan ini, Allah I akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Siapa saja yang melakukan shalat fardhu, baginya pahala seperti melakukan 70 shalat fardhu pada bulan lain. Siapa saja yang memperbanyak shalawat kepadaku pada bulan ini, Allah I akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Siapa saja pada bulan ini membaca satu ayat al-Quran, pahalanya sama seperti mengkhatamkan al-Quran pada bulan-bulan yang lain.


Wahai manusia!

Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagi kalian. Karena itu, mintalah kepada Tuhan kalian agar tidak pernah menutupkannya bagi kalian. Sesungguhnya pintu-pintu neraka tertutup. Karena itu, mohonlah kepada Tuhan kalian untuk tidak akan pernah membukakannya bagi kalian. Sesungguhnya setan-setan terbelenggu. Karena itu, mintalah agar mereka tak lagi pernah menguasai kalian…


Wahai manusia!

Sesungguhnya kalian akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah I telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyâm pada malam harinya suatu tathawwu.

Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah I dengan suatu amal kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.

Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan dan bulan Allah I memberikan rezeki kepada Mukmin di dalamnya.

Siapa saja yang memberikan makanan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang…

Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Siapa saja yang meringankan beban dari budak sahaya, niscaya Allah I mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.

Karena itu, perbanyaklah empat perkara pada bulan Ramadhan: dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhan kalian; dua perkara lagi yang sangat kalian butuhkan. Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampunan kepada-Nya. Dua perkara yang sangat kalian butuhkan ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.

Siapa saja yang memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah I memberi minum kepadanya dari air kolam-Nya, dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga. [HR Ibnu Khuzaimah]



Sepuluh Langkah menyambut Ramadhan

1. Berdoalah agar Allah I memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir.


مسند أحمد - (ج 5 / ص 260/ح2228) : حَدَّ ثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّ ثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ زَ ائِدَ ةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَ نَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ ) كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَ ا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَ شَعْبَانَ وَ بَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ وَ كَانَ يَقُولُ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ غَرَّاءُ وَ يَوْمُهَا أَزْهَرُ(


Dari Anas bin Malik, ia berkata; Nabi r apabila memasuki bulan Rajab, maka beliau r mengatakan:

) اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَ شَعْبَانَ وَ بَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ (

"ALLAHUMMA BARIK LANA FI RAJABI WA SYA'BAN WA BARIK LANA FI RAMADLAN”


“Ya Allah, berkahilah kami di rajab dan sya'ban dan berkahilah kami di ramadhan


beliau bersabda: "Malam jum'at adalah mulia dan harinya terang benderang."

Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah I agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah I menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah I,

) اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَ الإِيمَانِ وَ السَّلاَمَةِ وَ الإِسْلاَ مِ وَ التَّوْ فِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَ يَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ (

Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima yuhibbu robbunaa wa yardha, Robbuna wa robbukallooh.”


Allahu Akbar, Ya Allah terbitkanlah al-hilal kepada kami dengan keamanan dan iman, dengan keselamatan dan Islam, dan taufiq kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau Ridhai. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” [8]

2. Bersyukurlah dan puji Allah I atas karunia Ramadhan yang kembali diberikan kepada kita. Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah I sebagai tanda syukur; dan memuji Allah I dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah I kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadhan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah I sebagai bentuk syukur.

3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadhan. Rasulullah r. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadhan

,

مسند أحمد - (ج 14 / ص 392/ح6851) و سنن النسائي - (ج 7 / ص 256/ح 2079) : عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ قَالَ لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَ كٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَ بْوَ ابُ الْجَنَّةِ وَ يُغْلَقُ فِيهِ أَ بْوَ ابُ الْجَحِيمِ وَ تُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَ لْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ (


Dari Abu Hurairah, dia berkata; Ketika datang bulan Ramadhan Rasulullah r bersabda: "Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, di dalamnya Allah I mewajibkan kalian berpuasa, di dalamnya pintu-pintu surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan."

Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadhan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadhan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

Kabar gembira, dari Rasulullah r buat istri-istri yang shaleh, yang selalu menyediakan waktu dan selalu melayani keperluan keluarga dengan penuh keikhlasan di saat dan di luar Ramadhan :


مسند أحمد - (ج 4 / ص 85/ح1573) : حَدَّ ثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّ ثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّ ابْنَ قَارِظٍ أَخْبَرَ هُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) إِذَ ا صَلَّتْ الْمَرْ أَ ةُ خَمْسَهَا وَ صَامَتْ شَهْرَهَا وَ حَفِظَتْ فَرْجَهَا وَ أَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَ بْوَ ابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ (


Dari Abdurrahman bin Auf berkata; Rasulullah r bersabda: "Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta'at kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; 'Masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan'."

4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan. Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah I.

5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadhan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah I, maka Allah I akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan.

الَّذِينَ كَفَرُوا وَ صَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ [محمد/1]

Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. [Q.S. Muhamad (47): 1]

وَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَ آَمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَ بِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَ أَصْلَحَ بَالَهُمْ [محمد/2]

Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. [Q.S. Muhamad (47): 2]

ذَ لِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَ أَنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَ بِّهِمْ كَذَ لِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ [محمد/3]

Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka. [Q.S. Muhamad (47): 3]

يَا أَ يُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْ كُمْ وَ يُثَبِّتْ أَقْدَ ا مَكُمْ [محمد/7]

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. [Q.S. Muhamad (47): 7]

وَ الَّذِينَ اهْتَدَوْا زَ ادَهُمْ هُدًى وَ آَ تَاهُمْ تَقْوَ اهُمْ [محمد/17]

Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya. [Q.S. Muhamad (47): 17]

أَ فَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَ بِّهِ كَمَنْ زُ يِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَ اتَّبَعُوا أَهْوَ اءَ هُمْ [محمد/14]

Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya? [Q.S. Muhamad (47): 14]

6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadhan. Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadhan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah I.

فَاسْأَ لُوا أَهْلَ الذِّ كْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ [الأنبياء/7]

“Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu (tapi dia juga ahli dzikir), jika kamu tiada mengetahui,” [ QS Al-Anbiyaa’ (21) : 7].

7. Sambut Ramadhan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadhan adalah bulan taubat.

وَ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَ يُّهَا الْمُؤْ مِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [النور/31]

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]

8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs (pensucian jiwa). Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadhan.

9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan :

o Membuat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.

o Membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.

10. Sambutlah Ramadhan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Kepada Allah I, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah r, dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.


[1] HR al-Tirmidzi no. 624; Ibnu Hibban no. 2301.

[2] Wawan Shofwan Shalehuddin, Risalah Shaum, halaman16, cetakan pertama, Ramadhan 1425/Oktober 2004, Humaniora, Bandung ; Risalah, No. 3 TH XXX Muharam 1414H.

[3] Wawan Shofwan Shalehuddin, Risalah Shaum, halaman16, cetakan pertama, Ramadhan 1425/Oktober 2004, Humaniora, Bandung ; Majah Ar-Risalah, No. 3 TH XXX Muharam 1414H.

[4] [HR. At-Tirmidzi (3451), Ad-Darimi (1741), Al-Hakim (II/285) dari shahabat Thalhah bin ‘Ubaidillah. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1816. diriwayatkan pula oleh Ad-Darimi (1740) dari shahabat Ibnu ‘Umar. Dishahihkan pula oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Kalimith Thayyib no. 162.]

[7] HR. Al-Baihaqi. Hadits dengan lafazh ini dha’if, bahkan dalam kitab Dha’if At-Targhib wa At-Tarhib Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakannya sebagai hadits munkar.

Namun terdapat hadits lain dengan lafazh :

أتا كم رمضان شهر مبارك

Telah datang kepada kalian Ramadhan, syahrun mubarak … ” An-Nasa`i

Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i

[8] [HR. At-Tirmidzi (3451), Ad-Darimi (1741), Al-Hakim (II/285) dari shahabat Thalhah bin ‘Ubaidillah. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1816. diriwayatkan pula oleh Ad-Darimi (1740) dari shahabat Ibnu ‘Umar. Dishahihkan pula oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Kalimith Thayyib no. 162.]