مسند أحمد - (ج 41 / ص 55/ح 19225) و سنن أبي داود - (ج 8 / ص 16/ح 2454) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 9 / ص 299) و سنن الدارمي - (ج 6 / ص 106/ح 2021) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّ ثَنَا سَعِيدٌ وَ يَزِيدُ قَالَ أَخْبَرَ نَا سَعِيدٌ وَ بَهْزٌ حَدَّ ثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَ نَّهُ قَالَ ) كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْ بَحُ عَنْه ُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ قَالَ بَهْزٌ فِي حَدِيثِهِ وَ يُدَمَّى وَ يُسَمَّى فِيهِ وَ يُحْلَقُ قَالَ يَزِيدُ رَ أْسُهُ (
Dari Samurah t, ia berkata : Rasulullah r bersabda : Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang harus disembelih untuknya pada hari ketujuh dan diberinya nama si anak tersebut pada hari itu, serta dicukuri rambutnya”.
Hadits samurah ini mengandung pengertian bahwa waktu yang disunnahkan untuk menyembelih aqiqah dan pemberian nama serta dicukuri rambutnya adalah pada hari ketujuh setelah dilahirkan. Hadits lain yang menguatkan seperti dibawah ini :
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 159/ح2145) : وَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ ) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِتَسْمِيَةِ الْمَوْلُودِ يَوْمَ سَابِعِهِ وَوَضْعِ الْأَذَى عَنْهُ وَالْعَقِّ ( .رَ وَ اهُ التِّرْمِذِيُّ وَ قَالَ : حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Dan dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya : Sesungguhnya Nabi r menyuruh memberi nama seorang anak pada hari ke tujuhnya dan menghilangkan gangguan dari padanya serta (menyuruh) dipotong (kambing)
Perkataan "dan menghilangkan gangguan padanya" itu maksudnya adalah cukurlah rambutnya, tetapi Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari : Yang lebih tepat 'gangguan' itu diartikan umum, daripada sekedar mencukur rambut.
Perkataan " menyuruh potong kambing pada hari ketujuh " menunjukkan bahwa waktu aqiqah itu ialah hari ketujuh sesudah kelahiran. Tetapi Tirmidzi meriwayatkan dari kalangan ahli ilmu, bahwa menyembelih 'aqiqah pada hari ketujuh itu adalah sunnah, kalau tidak dapat hendaknya pada hari ke empat belas, dua puluh satu dan seterusnya. Dan Rafi' meriwayatkan : bahwa mulai masuk waktunya ialah sejak kelahiran bayi tersebut. Dan Imam Syafi'I mengatakan bahwa aqiqah itu tidak boleh lebih dari hari ke tujuh, kalau terlambat gugurlah aqiqahnya itu dari orang yang hendak beraqiqah, tetapi kalau dia berkehendak mengaqiqahi dirinya sendiri silahkan waktunya tidak terbatas karena Nabi juga mengaqiqahi dirinya di Usia 40 tahun. Pendapat lainnya dari Imam Malik bahwa hari ketujuh itu sunnahnya melihat dari Zhahir hadits diatas, apabila orang itu bisa melakukan pada hari ke empat, hari ke delapan atau hari kedua belas, silahkan tidak mengapa hal ini berdasarkan sabda Rasulullah untuk urusan yang berhubungan dengan social kemasyarakatan : permudahlah jangan kau persulit , selama ada landasan hukumnya yang kuat."
Jelaslah sudah banyak kemudahan dalam melaksanakan aqiqah ini tanpa harus saling berbantahan, lihat firman Allah I :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَ لاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر [البقرة/185]
Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian
وَ مَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج [الحج/78]
" Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan bagi kalian dalam urusan beragama suatu kesempitan"
5. Apakah Aqiqah Untuk Anak Laki-laki dan Perempuan Boleh Sama Jumlahnya
سنن الترمذي - (ج 5 / ص 479/ح 1433) و مسند أحمد - (ج 49 / ص 57/ح229021) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 9 / ص 303) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 456/ح0 7703) و مصنف ابن أبي شيبة - (ج 5 / ص 530) : حَدَّ ثَنَا يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّ ثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ أَخْبَرَ نَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ أَ نَّهُمْ دَخَلُوا عَلَى حَفْصَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَسَأَ لُوهَا عَنِ الْعَقِيقَةِ فَأَخْبَرَ تْهُمْ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَ تْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) أَمَرَهُمْ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَ عَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ (
Dari ‘Aisyah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : “Untuk seorang anak laki-laki dua ekor kambing yang cukup, sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing”.
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 153/ح 2142) : وَ فِي لَفْظٍ ) أَمَرَ نَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ نَعُقَّ عَنِ الْجَارِيَةِ شَاةً وَ عَنِ الْغُلاَ مِ شَاتَيْنِ ( .رَوَ اهُ أَحْمَدُ وَ ابْنُ مَاجَه
Dan dalam lafadz yang lain (dikatakan) : "Kami diperintah Rasululllah r supaya memotong aqiqah seekor kambing untuk anak perempuan, dan untuk anak laki-laki dua ekor kambing"
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 153/ح 2143) : وَ عَنْ أُمِّ كُرْزٍ الْكَعْبِيَّةِ ) أَ نَّهَا سَأَ لَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الْعَقِيقَةِ فَقَالَ : نَعَمْ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ وَ عَنِ اْلأُ نْثَى وَ احِدَ ةٌ لاَ يَضُرُّ كُمْ ذُ كْرَ ا نًا كُنَّ أَوْ إنَا ثًا ( .رَوَ اهُ أَحْمَدُ وَ التِّرْمِذِيُّ وَ صَحَّحَهُ
Dan dari Ummi Kurs Al Ka'biyah, sesungguhnya ia pernah bertanya kepada Rasulullah r tentang aqiqah? Maka jawab Rasulullah : "Ya!, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor, dan jangan memudhorotkan kamu, tidak mengapa kambing itu jantan atau betina".
Hadits-hadits tersebut pada globalnya menjelaskan dua hal pokok : Pertama, disyariatkan aqiqah bagi lelaki sama dengan perempuan. Kedua, perbedaannya untuk lelaki dua ekor dan untuk perempuan satu ekor. Tetapi menurut Imam Malik, aqiqah untuk anak lelaki juga boleh satu ekor sama dengan wanita apabila memang mampunya hanya untuk satu ekor, hal disandarkan kepada hadits berikut ini :
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 159/ح 2147) : وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَ الْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا ( . رَ وَ اهُ أَ بُو دَ اوُد وَ النَّسَائِيُّ
Dari Ibnu Abbas t : Sesungguhnya Nabi r menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husen, masing-masing seekor kambing (HR Abu Daud dan Nasa'i)
Ringkasnya, orang yang dikaruniai rezeki dan nikmat yang banyak oleh Allah I hendaklah mengaqiqahi anak lelakinya dua ekor kambing dan anak perempuannya satu ekor kambing sebagaimana ditetapkan oleh hadits Rasulullah r mengenai perbedaan diantara keduanya. Dan barangsiapa keadaan ekonominya terbatas, cukup untuk anak lelaki satu ekor dan untuk perempuan satu ekor. Lakukanlah apa adanya. Sampai tidak mampu aqiqahpun tidak mengapa minimal kita mengamalkan hadits yang satunya lagi :
نيل الأوطار - (ج 8 / ص 163/ح 2148) : وَ عَنْ أَبِي رَ افِعٍ ) أَنَّ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَمَا وُلِدَ أَرَ ادَتْ أُمُّهُ فَاطِمَةُ رَضِيَ اللَّه ُ عَنْهَا أَنْ تَعُقَّ عَنْهُ بِكَبْشَيْنِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَعُقِّي عَنْهُ وَ لَكِنْ اِحْلِقِي شَعْرَ رَ أْسِهِ فَتَصَدَّ قِي بِوَزْنِهِ مِنْ الْوَرِقِ ثُمَّ وُلِدَ حُسَيْنٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَصَنَعَتْ مِثْلَ ذَلِكَ ( . رَوَاهُ أَحْمَدُ
Dari Abi Rafi : Sesungguhnya Hasan bin Ali t ketika lahir, ibunya yaitu Fatimah t bermaksud hendak mengaqiqahi dengan dua ekor kambing, lalu Rasulullah r bersabda : "Jangan engkau aqiqahi dia, tetapi cukurlah rambutnya lalu bersedakahlah dengan perak seberat rambutnya". Kemudian Husen bin Ali t lahir, dan Fatimah t berbuat seperti itu juga (HR Ahmad).
Beberapa orang yang menentang mengatakan : Kenapa Islam membeda-bedakan anak lelaki dan anak perempuan dalam jumlah aqiqah?, kenapa terjadi perbedaan ?. Jawaban dari orang yang menagatakan hal tersebut bias dilihat dari beberapa aspek.
· Seorang Muslim harus tunduk, patuh, berserah diri (taslim) terhadap apa yang diperintahkan agama dan apa yang dilarangnya. Hal ini mempraktekan firman Allah I dan sabda Rasulullah r :
فَلاَ وَرَ بِّكَ لاَ يُؤْ مِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَ نْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَ يُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا [النساء/65]
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
صحيح البخاري - (ج 15 / ص 493/ح 4675) و صحيح مسلم - (ج 7 / ص 175/ح 2487) : حَدَّ ثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْ يَمَ أَخْبَرَ نَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَ نَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ الطَّوِيلُ أَ نَّهُ سَمِعَ أَ نَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَـلَيْسَ مِنِّي
Dari Anas bin Malik, ia berkata, telah bersabda Rasulullah : "Barang siapa yanag membenci sunnahku, maka dia tidak termasuk golonganku".
صحيح مسلم - (ج 7 / ص 42/ح 2380) و صحيح البخاري - (ج 22 / ص 255/ح 6744) : حَدَّ ثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّ ثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَ نَا الرَّ بِيعُ بْنُ مُسْلِمٍ الْقُرَشِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ قَالَ ... قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَإِذَ ا أَمَرْ تُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْ تُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَ إِذَ ا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ
Dari Abu Hurairah t, ia berkata Rasulullah r bersabda : "Jika aku memerintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Dan apa yang aku larang untuk kalian kerjakan,maka jauhilah ".
· Agaknya hikmah dan rasionalitas perbedaan ini menunjukkan keutamaan kaum lelaki atas kaum perempuan dalam kekuatan fisik yang dianugrahkan Allah I dan karena dibebaninya dengan hak mengayomi dan memikul tanggung jawab, dan karenanya diberi keseimbangan dan keteguhan emosi, benarlah firman Allah I :
الرِّجَالُ قَوَّ امُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَ بِمَا أَ نْفَقُوا مِنْ أَمْوَ الِهِمْ [النساء/34]
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
· Berkumpulnya orang-orang pada acara aqiqah anak yang baru lahir menguatkan tertanamnya rasa kasih sayang dan kecintaan di samping memperkuat bantuan jaminan sosial ditengah-tengah orang-orang yang fakir miskin dan papa.
6. Ketentuan Umum Yang Menyangkut Aqiqah [1]
[ Umur sembelihan. Jika kambing atau biri-biri atau domba hendaknya sudah berumur 1 tahun atau memasuki 2 tahun, jika tubuhnya besar dan gemuk, maka aqiqah itu sah walaupun biri-biri itu naru berumur enam bulan dengan syarat, bila bercampur dengan biri-biri yang satu tahun biri-biri tersebut sulit dibedakan. Adapun kambing sah bila minimal berumur satu tahun dan belum memasuki dua tahun.
[ Hendaknya binatang sembeliah itu tidak cacat. Tidak sah binatang sembelihan yang buta total, buta sebelah, kurus kering dan binatang pincang. Behitu juga tidak sah yang telinganya dan ekornya terpotong, atau bunting lebih dari sepertiga. Juga tidak sah hewan yang ompong, tidak bertelinga, dan gila. Adapun Hewan yang cacat sedikit boleh saja, seperti binatang yang telinganya luka, tanduknya patah, pincang yang masih gesit berjalan, giginya ompong tetapi masih lebih banyak yang ada, telinga dan ekornya bunting tetapi masih ada sepertiganya. Semuanya sah disembelih.
[ Adapun binatang aqiqah berupa sapi, kerbau dan unta. Umur kerbau dan sapi tidak sah kecuali yang sudah berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga, sedangkan unta yang sudah berumur lima tahun dan yang memasuki enam tahun, yang perlu diperhatikan, pertama : tidak boleh dalam beraqiqah dengan royong-royong untuk tujuh orang. Sebab sekiranya diperbolehkan kooperatif, niscaya tidak tercapai maksud mengalirkan darah aqiqah untuk anak selama sembelihan itu sebagai tebusan anak, kedua : kambing, sapi, atau kerbau sah disembelih dengan syarat sembelihan salah satu binatang itu untuk satu anak. Alasan yang membolehkan aqiqah dengan unta sapi dan kerbau adalah hadits yang diriwayatkan Salman :
صحيح البخاري - (ج 17 / ص 121/ح 5049) و سنن الترمذي - (ج 5 / ص 480/ح 1434) و سنن ابن ماجه - (ج 9 / ص 334/ح 3155) و مسند أحمد - (ج 36 / ص 292/ح 17200) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 454/ح 7701) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو النُّعْمَانِ حَدَّ ثَنَا حَمَّاد ُ بْنُ زَ يْدٍ عَنْ أَ يُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ سَلْمَا نَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ وَ قَالَ حَجَّاجٌ حَدَّ ثَنَا حَمَّاد ٌ أَخْبَرَ نَا أَ يُّوبُ وَ قَتَادَ ةُ وَ هِشَامٌ وَ حَبِيبٌ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ عَنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ قَالَ غَيْرُ وَ احِدٍ عَنْ عَاصِمٍ وَ هِشَامٍ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنِ الرَّ بَابِ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ عَنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ رَ وَ اهُ يَزِيدُ بْنُ إِبْرَ اهِيمَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ قَوْلَهُ وَ قَالَ أَصْبَغُ أَخْبَرَ نِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِ مٍ عَنْ أَ يُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ حَدَّ ثَنَا سَلْمَانُ بْنُ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ ) مَعَ الْغُلاَ مِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَ أَمِيطُوا عَنْهُ اْلأَ ذَ ى (
Dari Salman bin Aamir Al-Dhobbiy t, ia berkata telah bersabda Nabi r : “Bersama seorang anak itu ada aqiqahnya, karena itu alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah gangguan daripadanya”.
Dan Rasul tidak menyebutkan spesifikasi darah tertentu, yang jelas ada sembelihan entah itu kambing, sapi atau unta.
[ Sebagian ahli fiqih berpendapat tidak sah beraqiqah dengan selain kambing atau yang sejenis, sesuai dengan ketentuan hadits yang banyak diriwayatkan dan dengan sanad yang kuat.
[ Sahnya Aqiqah sama dengan sahnya berkurban dari segi memakannya, menyedekahkannya, dan memberikan hadiahnya.
[ Disunahkan atas nama anak. Sembelihan aqiqah disunahkan atas nama anak itu , jika penyembelih aqiqah sudah berniat, tetapi tidak menyebut nama anak yang dimaksud, tidaklah menjadi soal, dan dengan begitu niat telah tercapai.
7. Hikmah Disyariatkannya Aqiqah
[ Sebagai wujud rasa syukur kehadirat Allah I atas karunia yang telah diberikanNya yaitu berupa anak.
[ Sebagai pengorbanan untuk mendekatkan anak kepada Allah I sedini mungkin, sejak awal mengarungi kehidupan. Dan membiasakan diri bagi orang tua/wali nya untuk berkurban.
[ Sebagai tebusan si anak dari berbagai musibah dan bencana, sama dengan Allah I menebus Ismail u dengan sembelihan yang agung.
[ Sebagai pembuka penggadai anak pada kesempatan syafaat bagi kedua orang tuanya
[ Menampakkan kegembiraan dan optimisme untuk menegakkan syariat Islam dan menghembuskan keimanan kepada saudara-saudaranya.
[ Menguatkan ikatan keakraban dan kecintaan sesama anggota masyarakat karena berkumpulnya mereka dihadapan hidangan yang disediakan artinya bergembira ria menyambut anak yang baru lahir.
[ Menjalin kembali solidaritas sosial yang merupakan perwujudan sendi-sendi keadilan ditengah-tengah masyarakat dan upaya mengurangi kemiskinan dan kepapaan. Wallahu 'Alam.
[1] Dr Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islaam diterjemahkan dengan judul Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak,halaman 83, Cetakan II, 1992, Remaja Rosda Karya, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar