Al Qur'an

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَ ةَ وَ أْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اصْبِرْ عَلَى مَا أَصَا بَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُور [لقمان/17]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukmaan (31) : 71

SILAHKAN DISEBARKAN

SILAHKAN DIPERBANYAK / DISEBARKAN DENGAN COPY PASTE ASAL SEBUTKAN SUMBERNYA, TERIMA KASIH

Selasa, 08 Februari 2011

Risalah Nikah (Menuju Keluarga Yang Diridhai dan Dicintai Allah) (Bagian 6)



4.1.Etika memandang


a. Etika memandang yang muhrim (yang diharamkan kawin dengannya)

Laki-laki diharamkan sama sekali mengawini perempuan dari muhrimnya, demikian pula perempuan diharamkan kawin dengan laki-laki dari muhrimnya. Atas dasar ini yang termasuk muhrim ialah :


A. Muhrim dengan sebab keturunan ada tujuh perempuan seperti firman Allah I dibawah ini :

حُرِّ مَتْ عَلَيْكُمْ أُ مَّهَا تُكُمْ وَ بَنَا تُكُمْ وَ أَخَوَ ا تُكُمْ وَ عَمَّا تُكُمْ وَ خَالاَ تُكُمْ وَ بَنَاتُ اْلأَخِ وَ بَنَاتُ اْلأُخْتِ [النساء/23]

Diharamkan atas kamu (mengawini) : (1) ibu-ibumu[1] ; (2) anak-anakmu yang perempuan[2] ; (3) saudara-saudaramu yang perempuan ; (4) saudara-saudara bapakmu yang perempuan ; (5) saudara-saudara ibumu yang perempuan ; (6) anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki ; (7) anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan. (QS. An-Nisaa (4) : 23)


B. Muhrim dengan sebab besanan ada empat perempuan, dengan rincian dibawah ini :

(8) Istri bapak, Allah I berfirman :

وَ لاَ تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُ كُمْ مِنَ النِّسَاءِ [النساء/22]

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh bapak-bapakmu.(QS. An-Nisaa (4) : 22)

(9) Istri anak sendiri (menantu), Allah I berfirman :

وَ حَلاَ ئِلُ أَ بْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَ بِكُمْ [النساء/23]

Dan diharamkan bagimu mengawini istri-sitri anak kandungmu. (QS. An-Nisaa (4) : 23)

(10) Ibu istri (mertua), Allah I berfirman :

وَ أُ مَّهَاتُ نِسَائِكُم [النساء/23]

Dan diharamkan (mengawini) ibu-ibu istri-istri kamu (mertua perempuan). (QS. An-Nisaa (4) : 23)

(11) Anak perempuan istri, Allah I berfirman :

وَ رَ بَائِبُكُمُ التِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ لَّتِي دَخَلْـتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُو نُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ [النساء/23]

anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisaa (4) : 23)


C. Muhrim sebab persusuan ada dua perempuan :

وَ أُ مَّهَا تُكُمُ التِي أَرْضَعْنَكُمْ وَ أَخَوَ ا تُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَة [النساء/23]

(12) ibu-ibumu yang menyusui kamu ; (13) saudara perempuan sepersusuan. (QS. An-Nisaa (4) : 23)

Hadits Rasulullah r menegaskan lagi :

صحيح البخاري - (ج 9 / ص 124/ح 2451) و صحيح مسلم - (ج 7 / ص 339/ح 2624) و سنن النسائي - (ج 10 / ص 444/ح 3254) و سنن ابن ماجه - (ج 6 / ص 64/ح 1928) و مسند أحمد - (ج 5 / ص 392/ح 2360) : حَدَّ ثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَ اهِيمَ حَدَّ ثَنَا هَمَّامٌ حَدَّ ثَنَا قَتَادَةُ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَ يْدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ )... يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ هِيَ بِنْتُ أَخِي مِنَ الرَّضَاعَةِ (

Dari Ibnu Abbas t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Diharamkan mengawini dengan sebab menyusui, (yang mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan) diharamkannya mengawini dengan sebab keturunan". (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad)

Melihat hadits tersebut, ternyata yang diharamkan dinikahi akibat sepersusuan yang mengacu kepada QS. Anissa ayat 23, seperti dibawah ini :

حُرِّ مَتْ عَلَيْكُمْ أُ مَّهَا تُكُمْ وَ بَنَا تُكُمْ وَ أَخَوَ ا تُكُمْ وَ عَمَّا تُكُمْ وَ خَالاَ تُكُمْ وَ بَنَاتُ اْلأَخِ وَ بَنَاتُ اْلأُخْتِ [النساء/23]

Diharamkan atas kamu (mengawini) : ibu-ibumu ; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan ; saudara-saudara bapakmu yang perempuan ; saudara-saudara ibumu yang perempuan ; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki ; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.

Maka yang haram dinikahi akibat sepersusuan diuraikan sebagai berikut :

(14) Ibu susu, karena ia telah menyusuinya maka dianggap sebagai ibu dari yang menyusu. (berlaku untuk kedua jalurnya termasuk nenek susu dari pihak ibu keatas dan nenek susu dari pihak bapak susunya keatas).

(15) Ibu dari yang menyusui, sebab ia merupakan neneknya.

(16). Ibu dari bapak yang menyusui, karena merupakan neneknya juga.

(17). Saudara perempuan dari ibu susunya, karena menjadi bibi susunya dari jalur ibu.

(18). Saudara perempuan dari bapak susunya, karena menjadi bibi susunya dari jalur bapak.

(19). Cucu perempuan ibu susunya, karena mereka menjadi anak perempuan saudara laki-laki dan perempuan sesusuan dengannya .

(20). Saudara perempuan sesusuan baik yang sebapak atau seibu atau sekandung

Muhrim laki-laki boleh memandang muhrim perempuan mulai dari dada sampai keatas dan mulai dari dua lutut sampai kebawah bila tidak menimbulkan berahi. Namun, jika menimbulkan syahwat, maka tidak diperbolehkan, hal ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan jika diperbolehkan memandangnya.

Atas dasar inilah, maka muhrim laki-laki diperbolehkan memandang muhrim perempuan hanya pada tempat-tempat hiasannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, seperti kepala, rambut, leher, dada, telinga, lengan bagian atas, lengan bagian bawah, telapak tangan, muka, dan buah dada. Adapun selain itu, seperti perut, punggung, dan paha tidak boleh dilihat sama sekali. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah I didalam Al Qur'an dibawah ini :

وَ لاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُو لَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُو لَتِهِنَّ أَوْ أَ بْنَائِهِنَّ أَوْ أَ بْنَاءِ بُعُو لَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَ انِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَ انِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَ اتِهِنَّ [النور/31]

dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka (QS An-Nuur (24) : 31)

Diharamkan kepada muhrim laki-laki, terutama bila sudah mencapai usia remaja, memandang salah seorang muhrim perempuan yang mengenakan pakaian pendek diatas dua lutut dan membuka dua paha atau mengenakan pakaian tipis atau sempit (yang membentuk tubuh) sehingga garis-garis auratnya tampak. Demikian pula diharamkan kepada anak perempuan atau perempuan melihat aurat antara pusar dan lutut salah seorang muhrimnya meskipun itu anaknya, saudaranya, atau bapaknya…meskipun tidak terjadi fitnah, tidak menimbulkan syahwat, dan bermaksud memandikannya di kamar mandi.

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَ مَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ [البقرة/229]

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah (2) : 229)


b. Etika memandang perempuan yang dilamar

Menurut hukum Islam, seorang pelamar laki-laki boleh memandang perempuan yang dilamarnya. Demikian pula sebaliknya, perempuan yang dilamar boleh memandang laki-laki yang melamarnya. Hal ini supaya masing-masing dapat mengetahui secara jelas tentang pilihan teman hidupnya. Hukum ini didasarkan atas sabda nabi r :

سنن الترمذي - (ج 4 / ص 265/ح 1007) و سنن ابن ماجه - (ج 5 / ص 466/ح 1855) و مسند أحمد - (ج 37 / ص 108/ح 17452) و مصنف عبد الرزاق - (ج 6 / ص 156/ح 10335) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 6 / ص 303/ح 2646) و مستخرج أبي عوانة - (ج 8 / ص 312/ح 3277) و سنن الدارقطني - (ج 8 / ص 394/ح 3664) و سنن الدارقطني - (ج 8 / ص 395/ح 3665) : عَنِ الْمُغِيرَ ةِ بْنِ شُعْبَةَ ) أَ نَّهُ خَطَبَ امْرَ أَ ةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اُ نْظُرْ إِلَيْهَا فَإِ نَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا (

Dari Mughirah bin Syu'bah t sesungguhnya dia (Mughirah t) pernah meminang seorang perempuan, maka nabi r bersabda kepadanya : "Pergilah melihat dia, agar nantinya kamu berdua lebih bisa saling mencintai dan bergaul lebih langgeng".(Sunan Turmudzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Mushonif Abdu Rozaq, Al Mustadrak Ala Shahihain Al Hakim, Mustakhrij Abi Awanah, Sunan Daruquthni)

صحيح مسلم - ( ج 7 / ص 251 / ح 2552) و السنن الكبرى للنسائي - ( ج 3 / ص 272 / ح 5348) و صحيح ابن حبان - ( ج 17 / ص 93 / ح 4120) : حَدَّ ثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّ ثَنَا سُفْيَانُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِ مٍ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةَ قَالَ ) كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَ نَّهُ تَزَوَّجَ امْرَ أَ ةً مِنَ اْلأَ نْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَ نَظَرْتَ إِلَيْهَا قَالَ لاَ قَالَ فَاذْهَبْ فَا نْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ اْلأَ نْصَارِ شَيْئًا (

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku bersama Rasulullah maka datanglah seorang laki-laki, kemudian dia mengabarkan sesungguhnya dia akan menikahi wanita dari golongan Anshar, mak Rasulullah bersabda : "Sudahkan engkau melihatnya?". Laki-laki itu menjawab : "Belum", Rasulullah bersabda : Pergilah kemudian lihatlah perempuan itu, karena pada mata perempuan Anshar terdapat sesuatu". (Shahih Muslim, Sunanul Kubro An-Nasa’I, Shahih Ibnu Hibban)

Memandang perempuan yang dilamar itu ada etika dan sopan santunnya. Seorang pelamar hendaknya memperhatikan etika berikut :

1). Setelah keinginannya untuk kawin menjadi kuat, seorang pelamar tidak boleh memandang (perempuan yang dilamar) kecuali muka dan dua telapak tangan.

2). Boleh memandang dengan berulang kali, bila keadaannya mendesak. Hal ini agar raut wajah perempuan itu memantul dalam benaknya.

3). Pada saat melamar dan saling memandang, keduanya boleh berbicara.

4). Tidak boleh berjabatan tangan karena belum terjadi akad nikah, dan perempuan itu masih dianggap asing. Berjabatan tangan dengan perempuan asing (yang bukan muhrim) hukumnya haram. Hal ini berdasarkan hadits :

صحيح مسلم - (ج 9 / ص 430/ح 3470) و صحيح البخاري - (ج 16 / ص 339/ح 4879) و سنن الترمذي - (ج 11 / ص 119/ح 3228) و سنن ابن ماجه - (ج 8 / ص 413/ح 2866) و مسند أحمد - (ج 51 / ص 205/ح 24048) و السنن الكبرى للنسائي - (ج 5 / ص 393/ح 9239) و مستخرج أبي عوانة - (ج 14 / ص 219/ح 5830) : حَدَّ ثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ أَخْبَرَ نَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَ نِي يُونُسُ بْنُ يَزِ يدَ قَالَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ أَخْبَرَ نِي عُرْوَ ةُ بْنُ الزُّ بَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَتْ ) مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَدَ امْرَ أَ ةٍ قَطُّ غَيْرَ أَ نَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَ مِ (

Dari Aisyah t, istri Nabi r, ia berkata : "Tangan Rasulullah r tidak pernah sama sekali menyentuh tangan perempuan dalam mengambil bai'at ; pengambilan bai'at perempuan hanya dilakukan melalui ucapan".(Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Shahih Ibnu Hibban, Musnad Abi Ya’la, Sunanul Kubro An-Nasa’I, Mustakhrij Abi Awanah)

5). Tidak boleh kumpul berduaan kecuali dihadiri oleh salah seorang muhrim perempuan (yang dilamar) karena Islam mengharamkan bergaul dengan perempuan asing secara sembunyi (berduaan). Kalaupun mengajak keluar tetap harus ada mahramnya, Hal ini dipertegas oleh hadits berikut ini :

صحيح مسلم - (ج 7 / ص 54/ح 2391) و صحيح البخاري - (ج 10 / ص 192/ح 2783) و مسند أحمد - (ج 4 / ص 365/ح 1833) و صحيح ابنحبان - (ج 11 / ص 442/ح 2786) و مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 5 / ص 446/ح 2337) : عَنْ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولاُ ) سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَ نَّ رَجُلٌ بِامْرَ أَةٍ إِلاَّ وَ مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَ لاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَ ةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ (

Dari Ibnu Abbas t, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah r berkhutbah : "Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan dan seorang perempuan tidak boleh bepergian kecuali bersama muhrimnya". (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Shahih Ibnu Hibban, Musnad Abi Ya’la)

سنن الترمذي - (ج 4 / ص 404/ح 1091) و مسند أحمد - (ج 1 / ص 176/ح 172) و مصنف عبد الرزاق - (ج 11 / ص 341/ح 20710) و السنن الكبرى للنسائي - (ج 5 / ص 387/ح 9219) و الإبانة الكبرى لابن بطة - (ج 1 / ص 123/ح 116) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 1 / ص 376/ح 356) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 6 / ص 495/ح 3039) و مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 1 / ص 135/ح 132) و صحيح ابن حبان - (ج 23 / ص 192/ح 5677) : حَدَّ ثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّ ثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ )..لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَ أَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ (

Dari Uqbah bin Aamir t, sesungguhnya Rasulullah r bersabda : .."Tidak boleh berduaan laki-laki dan wanita, karena yang ketiganya ditemani syetan".(Sunan Turmudzi, Musnad Ahmad, Mushonif Abdur Rozaq, Sunanul Kubro An-Nasa’I, Al Ibanatul Kubro Ubnu Bathoh, Al Mustadrak Alash Shahihain, Al Mu’jamul Ausath Ath-Thobroni, Musnad Abi Ya’la, Shahih Ibnu HIbban)

صحيح البخاري - (ج 4 / ص 234/ح 1062) : حَدَّ ثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّ ثَنَا ابْنُ أَبِي ذ ِئْبٍ قَالَ حَدَّ ثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) لاَ يَحِلُّ ِلامْرَ أَةٍ تُؤْ مِنُ بِاللَّهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَ ةَ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ تَابَعَهُ (

Dari Abu Hurairah t, ia berkata, Rasulullah r telah bersabda : "Tidak diperbolehkan seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sehari semalam tanpa disertai muhrimnya".(Shahih Bukhari)

صحيح البخاري - (ج 4 / ص 232/ح 1024) : عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) لاَ تُسَافِرْ الْمَرْأَ ةُ ثَلاَ ثَةَ أَ يَّامٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ (

Dari Ibnu Umar t, ia berkata, sesungguhnya Rasulullah r bersabda : "Seorang wanita dilarang untuk bepergian selama tiga hari tanpa ditemani muhrimnya".(Shahih Bukhari)

Disini kita perlu menggaris bawahi kebiasaan yang tersebar di sebagian masyarakat kita bahwa seorang pelamar dapat bergaul dengan perempuan lamarannya tanpa mengenal batas dan ikatan, dengan dalih agar saling mengenal akhlaknya. Dalih dan alas an seperti ini ditolak, bahkan diperangi oleh Islam karena bertentangan dengan sendi-sendi moral Islam yang luhur.

Pergaulan bebas ini akan lebih memperburuk fitnah yang menimpa perempuan (yang dilamar) ketimbang laki-laki (yang melamar). Kadang-kadang perkawinan itu batal dan gadis tersebut menjadi sasaran fitnah, maka timbul sangsi orang lain terhadap dirinya sehingga banyak laki-laki menolak dikawinkan dengan gadis tersebut. Hal ini menyebabkan dia akan terlambat menikah bahkan ada yang tidak pernah dilamar lagi hingga hari tuanya.

Dari sisi lain pergaulan yang mengandung dosa ini tidak akan mewujudkan tujuan yang hendak dicapai oleh masing-masing pihak. Berapa banyak kita dengar kaum laki-laki dan perempuan hidup dalam budaya pacaran bertahun-tahun lamanya, namun perkawinannya tidak berlangsung lama, ambruk di tengah jalan dan terjadi perceraian. Disini timbul pertanyaan, mana hasil pendekatan yang dilakukan mereka untuk saling mengenal pribadi dan akhlaknya itu?. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang melakukan hal tersebut dan Allah I memberikan kemudahan dengan memberikan jodoh dengan calon pasangan yang mempunyai budi pekerti yang baik dan mulya dihadapanNya.


c. Etika memandang istri

Seorang suami boleh memandang apa saja yang ada pada istrinya, baik pandangan yang mengandung nafsu berahi maupun tidak. Karena bila menyentuh dan bersenggama dihalalkan, maka berarti memandang keseluruh auratnyapun tidak menjadi halangan apa-apa meskipun yang lebih baik, antara suami-istri itu dalam berhubungan tidak telanjang bulat .

فقه السنة - (ج 2 / ص 191) : قالت عا ئشة : ) لَمْ يَرَ رسول الله ص مِنِّي، وَ لَمْ أَرَ مِنْهُ (.

'Aisyah berkata : Rasulullah tidak melihat (punya) saya dan sayapun tidak melihat kepunyaanya. (Fiqih Sunah, Sayid Sabiq)

سنن ابن ماجه - (ج 6 / ص 41/ح 1911) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 7 / ص 193) و مصنف عبد الرزاق - (ج 6 / ص 194/ح 10468) : حَدَّ ثَنَا إِسْحَقُ بْنُ وَهْبٍ الْوَ اسِطِيُّ حَدَّ ثَنَا الْوَ لِيدُ بْنُ الْقَاسِمِ الْهَمْدَ انِيُّ حَدَّ ثَنَا اْلأَحْوَصُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ وَ رَ اشِدُ بْنُ سَعْدٍ وَ عَبْدُ اْلأَعْلَى بْنُ عَدِيٍّ عَنْ عُتْبَةَ بْنِ عَبْدٍ السُّلَمِيِّ قَالَ ) قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَ ا أَ تَى أَحَدُ كُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَ لاَ يَتَجَرَّدْ تَجَرُّدَ الْعَيْرَ يْنِ (

Dari Urbah bin Abdus Salimi, ia berkata, Rasulullah I bersabda : "Jika seseorang diantara kamu mendatangi istri kamu hendaklah memakai tutup (berselimut). Dan janganlah sama-sama telanjangnya (tidak tertutup selimut) seperti dua ekor keledai (unta)". (Sunan Ibnu Majah, Sunanul Kubro Al Baihaqi, Mushonif Abdur Rozaq)

سنن الترمذي - (ج 9 / ص 490/ح 2724) : حَدَّ ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ نِيْزَ كَ الْبَغْدَ ادِيُّ حَدَّ ثَنَا اْلأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّ ثَنَا أَ بُو مُحَيَّاةَ عَنْ لَيْثٍ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِ يَّا كُمْ وَ التَّعَرِّيَ فَإِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَ يُفَارِقُكُمْ إِلاَّ عِنْدَ الْغَائِطِ وَ حِينَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى أَهْلِهِ فَاسْتَحْيُوهُمْ وَ أَ كْرِمُوهُمْ (

Dari Ibnu Umar bahwa nabi telah bersabda : "Hendaklah kamu jangan telanjang karena bersamamu ada malaikat yang tidak berpisah dari kamu, kecuali di waktu buang air dan ketika seorang laki-laki mendatangi isterinya. Karena itu merasa malulah kepada mereka dan hormatilah mereka".(Sunan Turmudzi)

Tapi ada juga yang berpendapat bahwa suami istri boleh-boleh saja melihat segalanya tanpa terhalangi apapun, karena mereka memakai dasar hukum Al Qur'an dan As-Sunnah seperti dibawah ini :

سنن الترمذي - (ج 9 / ص 481/ح 2718) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 1 / ص 199) : حَدَّ ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّ ثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ وَ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالاَ حَدَّ ثَنَا بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ) قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ عَوْرَ اتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَ مَا نَذَرُ قَالَ احْفَظْ عَوْرَ تَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ (

Dari Bahzun bin Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata : Saya bertanya : " Wahai nabiyullah, kepada siapa saja aurat kami harus ditutup, dan yang boleh kita biarkan?'. Beliau menjawab : "Peliharalah aurat kamu kecuali terhadap istrimu dan budak sahayamu". (Sunan Turmudzi)

وَ الَّذِينَ هُمْ لِفُرُو جِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلاَّ عَلَى أَزْوَ اجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَ يْمَا نُهُمْ فَإِ نَّهُمْ غَيْرُ مَلُو مِينَ (6) [المؤمنون/5، 6]

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (5) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.(6)


d. Etika memandang perempuan asing (yang bukan muhrim)

Laki-laki yang sudah mencapai usia akil baligh tidak boleh memandang perempuan asing meskipun pandangan itu tidak menimbulkan syahwat. Akan tetapi disini perlu penjelasan yang lebih rinci, siapa perempuan asing itu, dan siapa laki-laki asing itu.

Laki-laki asing adalah laki-laki yang dengannya seorang gadis boleh kawin seperti anak paman gadis tersebut, anak bibi dari pihak ayah maupun pihak Ibu, suami saudara perempuannya dan suami bibinya. Sedangkan perempuan asing adalah perempuan yang dengannya laki-laki boleh kawin seperti anak perempuan paman dan bibi, baik paman dan bibi dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, istri saudara laki-lakinya, istri pamannya, saudara perempuan istrinya, dan saudara perempuan bibinya.

Anak kecil bila telah mencapai usia remaja atau sudah mumayiz (dapat membedakan perempuan kurang cantik dan cantik) termasuk laki-laki asing, karenanya ia tidak diperbolehkan memandang perempuan asing. Dasar hukum yang mengharamkan memandang perempuan atau laki-laki asing berdasarkan firman Allah I dan As-Sunnah adalah sebagai berikut :

قُلْ لِلْمُؤْ مِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَ بْصَارِهِمْ وَ يَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْ كَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَ قُلْ لِلْمُؤْ مِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَ بْصَارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ (31) [النور/30، 31]

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat ". (30) Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, (31) (QS An-Nuur (24) : 30-31)

المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 246/ح 7988) : حدثنا أبو بكر بن إسحاق ، أنبأ محمد بن غالب ، ثنا إسحاق بن عبد الواحد القرشي ، ثنا هشيم ، عن عبد الرحمن بن إسحاق ، عن محارب بن دثار ، عن صلة بن زفر ، عن حذيفة ، رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ) اَلنَّظَرَ ةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِ بْلِيْسَ مَسْمُوْمَةً فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفٌ الله أَثَابَهَ جل وعز إِ يمَانًا يَجِدُ حَلاَ وَ تَهُ فِي قَلْبِهِ (

Dari Hudaifah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Memandang (lain jenis bukan muhrim) merupakan anak panah iblis. Barang siapa meninggalkannya karena takut kepada-Ku niscaya Aku menggantinya dengan iman yang manisnya iman itu dirasakannya didalam hati".( Al Mustadrak Alash Shahihain)

مسند أحمد - (ج 45 / ص 242/ح 21247) : حَدَّ ثَنَا إِبْرَ اهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّ ثَنَا ابْنُ مُبَارَ كٍ وَ عَتَّابٌ قَالَ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ هُوَ ابْنُ الْمُبَارَ كِ أَخْبَرَ نَا يَحْيَى بْنُ أَ يُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زَحْرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُ إِلَى مَحَاسِنِ امْرَ أَ ةٍ أَوَّ لَ مَرَّ ةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَ هُ إِلاَّ أَحْدَثَ اللَّهُ لَهُ عِبَادَةً يَجِدُ حَلاَ وَ تَهَا فِي قَلْبِهِ (

Dari Abu Umamah t, dari nabi r, sesungguhnya beliau bersabda : "Tidaklah seorang muslim itu memandang kecantikan perempuan kemudian menjaga pandangannya, kecuali Allah akan menggantikannya dengan ibadah yang manisnya selalu dirasakan di dalam hatinya".(Musnad Ahmad)

مسند أحمد - (ج 46 / ص 241/ح 21695) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 6 / ص 288) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 440/ح 8179) و صحيح ابن حبان - (ج 2 / ص 29/ح 270) : حَدَّ ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَ اوُدَ الْهَاشِمِيُّ أَخْبَرَ نَا إِسْمَاعِيلُ أَخْبَرَ نَا عَمْرٌو عَنِ الْمُطَّلِبِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ الــنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) اِضْمَنُوا لِي سِتًّا مِنْ أَ نْفُسِكُمْ أَضْمَنُ لَكُمُ الْجَنَّةَ : اَصْدُقُوا إِذَ ا حَدَّ ثْـتُمْ , وَ أَوْفُوا إِذَ ا وَ عَدْ تُمْ , وَ أَدُّوا إِذَ ا اؤْ تُمِنْتُمْ , وَ احْفَظُوا فُرُوجَكُمْ , وَ غُضُّوا أَ بْصَارَكُمْ , وَ كُفُّوا أَ يْدِيَكُمْ (

Dari Ubadah bin Shamit, bahwa nabi bersabda : "Jaminlah untukku enam masalah dari dirimu, niscaya aku akan menjamin surga untukmu : (1) berkata benar ; (2) Menepati janji ; (3) Menyampaikan amanat bila mendapatkan kepercayaan ; (4) Memelihara kemaluan ; (5) Menjaga / menundukkan pandangan ; (6) Menahan tangan (dari mencuri)". (Musnad Ahmad, Sunanul Kubro Al Baihaqi, Al Mustadrak Alash Shahihain)

صحيح مسلم - (ج 13 / ص 125/ح 4802) و صحيح البخاري - (ج 20 / ص 283/ح 6122) و سنن أبي داود - (ج 6 / ص 57/ح 1840) و مسند أحمد - (ج 15 / ص 435/ح 7394) : حَدَّ ثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَ نَا أَ بُو هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّ ثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّ ثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ) كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّ نَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَ اْلأُ ذُ نَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ وَ اللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَ الْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَ الرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَ الْقَلْبُ يَهْوَى وَ يَتَمَنَّى وَ يُصَدِّ قُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَ يُكَذِّ بُهُ (

Dari Abu Hurairah t, Dari Nabi r ia bersabda : "Atas anak Adam ada bagiannya yang tercatat dari perbuatan zina. Ia pasti mengetahuinya, bukan suatu hal yang mustahil : dua mata berzinah dengan memandang, dua telinga berzinah dengan mendengar, lidah berzinah dengan perkataan, zinah tangan adalah berbuat kekerasan, dan zinah kaki adalah melangkah bukan pada jalannya, sementara hati berangan-angan dan kemaluan membenarkan atau mendustai semua perbuatan zinah diatas".(Shahih Muslim, Shahih Bukhari, Sunan Abi Daud, Musnad Ahmad)

سنن أبي داود - (ج 6 / ص 53/ح 1836) و مسند أحمد - (ج 39 / ص 200/ح 18401) و سنن الدارمي - (ج 8 / ص 237/ح 2699) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَ نَا سُفْيَانُ حَدَّ ثَنِي يُونُسُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ جَرِيرٍ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ ) سَأَ لْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ نَظْرَ ةِ الْفَجْأَةِ فَقَالَ اَصْرِفْ بَصَرَ كَ (

Dari Jariir Ibnu Abdillah t, ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah r, tentang pandangan secara kebetulan. Beliau menjawab : "Palingkan penglihatanmu".(Sunan Abi Daud, Musnad Ahmad, Sunan Ad-Daroomi)

سنن الترمذي - (ج 9 / ص 455/ح 2702) و صحيح ابن حبان - (ج 23 / ص 174/ح 5667) : حَدَّ ثَنَا سُوَ يْدٌ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَ نَا يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ نَبْهَانَ مَوْ لَى أُمِّ سَلَمَةَ أَ نَّهُ حَدَّ ثَهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ حَدَّ ثَتْهُ ) أَ نَّهَا كَا نَتْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ مَيْمُو نَةَ قَالَتْ فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ أَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَ ذَلِكَ بَعْدَ مَا أُمِرْ نَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِحْتَجِبَا مِنْهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَ لَيْسَ هُوَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُ نَا وَ لاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَ فَعَمْيَا وَ اِنْ أَ نْتُمَا أَ لَسْتُمَا تُبْصِرَ انِهِ (

Dari Ummu Salamah t, ia menceritakan : "Aku pernah bersama Rasulullah r sedangkan didekat beliau ada Maimunah t, lalu Ibnu Ummi Maktum pun datang. Peristiwa itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab". Nabi r bersabda : "Berhijablah kalian berdua darinya!". Kami menyanggah : "Wahai Rasulullah!, Bukankah dia buta, tidak melihat kami dan tidak mengetahui kami?". Nabi r menjawab : "Apakah kalian berdua buta ?; Bukankah kalian berdua melihatnya?". (Sunan Abi Turmudzi, ShahihIbnu Hibban)

صحيح مسلم - (ج 11 / ص 46/ح 3960) و مسند أحمد - (ج 22 / ص 428/ح 10883) و مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 3 / ص 257/ح 1213) و صحيح ابن حبان - (ج 3 / ص 185/ح 597) : حَدَّ ثَنِي سُوَ يْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّ ثَنِي حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ عَنْ زَ يْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) إِ يَّا كُمْ وَ الْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَإِذَ ا أَ بَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَ مَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ , وَ كَفُّ اْلأَذَ ى , وَ رَدُّ السَّلاَ مِ , وَ اْلأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَ النَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ (

Dari Abu Sa'id Al Khudri t, dari Nabi r, beliau bersabda : "Janganlah kalian duduk-duduk dijalanan (dipinggir jalan)". Para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah!, Kami tidak bisa meninggalkan kebiasaan duduk-duduk dan berbincang-bincang ditempat tersebut!". Rasulullah r bersabda : "Apabila kalian tidak bisa meninggalkan kebiasaan duduk-duduk disana, maka berikanlah hak jalan itu". Maka mereka bertanya : "Apakah hak jalan itu, wahai Rasulullah?". Beliau menjawab : "Menundukkan pandangan mata (menjaga pandangan mata dari lawan jenis), tidak mengganggu, menjawab salam, dan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar".(Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Musnad Abi Ya’la)

صحيح مسلم - (ج 11 / ص 123/ح 4020) و مسند أحمد - (ج 33 / ص 105/ح 15772) و مصنف ابن أبي شيبة - (ج 6 / ص 245) و مسند أبي يعلى الموصلي - (ج 3 / ص 438/ح 1393) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّ ثَنَا عَفَّانُ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ الْوَ احِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّ ثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ أَ بُو طَلْحَةَ ) كُنَّا قُعُودً ا بِا ْلأَ فْنِيَةِ نَتَحَدَّثُ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَامَ عَلَيْنَا فَقَالَ مَا لَكُمْ وَ لِمَجَالِسِ الصُّعُدَ اتِ اِجْتَنِبُوا مَجَالِسَ الصُّعُدَ اتِ فَقُلْنَا إِ نَّمَا قَعَدْ نَا لِغَيْرِ مَا بَاسٍ قَعَدْ نَا نَتَذَ اكَرُ وَ نَتَحَدَّثُ قَالَ إِمَّا لاَ فَأَدُّوا حَقَّهَا غَضُّ الْبَصَرِ , وَ رَدُّ السَّلاَمِ , وَ حُسْنُ الْكَلاَ مِ (

Dari Abi Thalhah Zaid bin Sahl t, dia berkata : "Kami pernah duduk-duduk diserambi sambil berbincang-bincang disana, lalu Rasulullah r datang dan berdiri didekat kami". Beliau r berkata : "Mengapa kalian duduk-duduk di pinggir jalan?, jauhilah duduk-duduk di pinggir jalan!". Kami menjawab : "Kami duduk bukan untuk membicarakan hal-hal yang mengarah perbuatan dosa, melainkan berbincang-bincang saja". Beliau r bersabda :" Jika kalian tidak bisa meninggalkannya, maka penuhilah hak-hak jalan yaitu menundukkan pandangan (menjaga pandangan dari lawan jenis), menjawab salam (dari orang yang lewat), dan berbicara yang baik (tidak kasar, sopan, dan isi pembicaraan bermanfaat)". (Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Mushonif Abi Saibah, Musnad Abi Ya’la)

Firman Allah I dan hadits Rasulullah r diatas memberikan ketentuan hukum yang tegas dan tidak menerima bantahan bahwa pandangan laki-laki kepada perempuan asing dan sebaliknya di dalam satu pertemuan itu (yang berkhalwat) hukumnya haram. Lebih-lebih apabila pandangan itu menimbulkan fitnah.

Didalam Fi Zhilal Al-Qur'an Sayyid Quthub mengatakan : "Tidak perlu diragukan lagi bahwa tujuan yang hedak dicapai Islam dari menutup pandangan ini adalah dalam rangka menegakkan masyarakat yang bersih agar setiap saat tidak digerakkan oleh nafsu berahi dan naluri kebinatangan".

Praktek-praktek rangsangan terus berkembang sampai mencapai puncaknya dengan harapan nafsu berahi yang tidak kunjung berakhir. Pandangan khianat, gerakan erotis, perhiasan mencolok, dan tubuh telanjang semuanya merupakan upaya untuk membangkitkan, bahkan membakar gejolak nafsu berahi yang menggila. Salah satu cara yang dilakukan Islam untuk membangun masyarakat yang bersih adalah memerangi semua perangsang ini disamping menegakkan benteng iman secara mendalam bagi kedua jenis manusia itu, termasuk dengan kekuatan alami yang mampu melawan kekuatan yang dibuat-buat.

Akhirnya jika kebebasan ini dibiarkan tersebarlah faham yang mengatakan bahwa pandangan bebas, rayuan manis, pergaulan bebas, canda diantara kedua jenis yang menyenangkan, dan memandang tempat fitnah yang tersembunyi itu dapat menghilangkan dan melepaskan keinginan-keinginan yang terkekang, dapat memelihara diri dari cengkeraman psikis lain yang tidak aman. Mereka yang berpendirian seperti itu lupa bahwa kecenderungan azali yang dimiliki kaum lelaki dan perempuan itu adalah kecenderungan yang akan mampu membentuk gairah, karena Allah I telah menggantungkan kelangsungan hidup di atas bumi dan kekhalifahan kepada manusia yang justru didalamnya terdapat kecenderungan azali tersebut, yaitu kecenderungan yang terkadang tenang, dan pada saat yang lain bergejolak. Bukankah rangsangan yang terjadi setiap saat itu akan menambah intensitas ketegangan dan akan mengundang efek material untuk mencapai kebebasan.

Pandangan, gerakan, tawa, senda gurau, dan suara yang mengekspresikan bisikan naluri semuanya mengandung rangsangan seks. Cara yang aman adalah mengurangi penggerak rangsangan di atas sehingga kecenderungan itu akan tetap berada pada batas-batas normal, kemudian tuntutan itu dipenuhi secara wajar melalui pintu gerbang perkawinan yang sah. Inilah sistem yang telah dipilih Islam bagi manusia agar jiwa, pikiran, dan sarafnya memperoleh ketenangan dan menghasilkan hubungan baik dengan sesama manusia. Lihat hadits penegasan dari Rasulullah r :

سنن الترمذي - (ج 6 / ص 190/ح1563) : حَدَّ ثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّ ثَنَا بِشْرُ بْنُ عُمَرَ حَدَّ ثَنَا شُعَيْبُ بْنُ رُزَ يْقٍ أَبُو شَيْبَةَ حَدَّ ثَنَا عَطَاءٌ الْخُرَ اسَانِيُّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَ بَاحٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ ) سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَ عَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ (

Dari Ibnu Abbas t, dia berkata : "Aku pernah mendengar Rasulullah r bersabda : Dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang berjaga terus semalaman di jalan Allah".(Sunan Turmudzi)

معجم أبي يعلى الموصلي - (ج 1 / ص 228/ح 211) : عن بهز بن حكيم ، عن أبيه ، عن جده ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ) ثلاثة لا ترى أعينهم النار يوم القيامة : عين بكت من خشية الله ، وعين حرست في سبيل الله ، وعين غضت عن محارم الله عز وجل (

Dari Bahz ibnu Hakim, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Tiga kelompok manusia yang matanya tidak melihat api neraka pada hari kiyamat yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang berjaga terus semalaman di jalan Allah, dan mata yang menahan diri dari perbuatan yang diharamkan Allah". (HR Abi Ya’la)


[1] Ibu-ibumu (maksudnya : ibu, nenek, dan seterusnyake atas)

[2] Anak-anakmu yang perempuan (maksudnya : anak perempuan dan seterusnya ke bawah)