Fadhilah Shaum Ramadhan - lanjutan
3. Pada bulan Ramadhan pintu-pintu syurga dibuka
Hadits dari shahabat Abu Hurairah t , bahwa Rasulullah r bersabda :
} إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَ بْوَ ابُ الْجَنَّةِ {
“Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu syurga [Muttafaqun ‘alaihi] [1]
4. Pada bulan Ramadhan pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu jahanam ditutup dan dibelenggu syetan-syetan
Hadits dari shahabat Abu Hurairah t, bahwa Rasulullah r bersabda :
} إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَ بْوَ ابُ السَّمَاءِ،وَ غُلِّقَتْ أَبْوَ ابُ جَهَنَّمَ، وَ سُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ {
“Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan. [Muttafaqun ‘alaihi] [2]
Dalam riwayat Muslim disebutkan pula dengan lafazh :
}… فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ …{
“… maka dibukalah pintu-pintu rahmat … “
Dari tiga riwayat hadits di atas, kita mengetahui adanya tiga lafazh yang berbeda, yaitu :
- dibukakannya pintu Al-Jannah
- dibukakannya pintu rahmat
- dibukakannya pintu langit
sepintas nampak kontradiktif, namun pada hakekatnya tidak demikian.
Maksud “dibukakannya pintu langit” adalah dalam rangka naiknya berbagai perkataan baik kepada Allah I, baik dalam bentuk dzikir maupun kalimat tauhid Lailaha Illallah, serta diangkatnya berbagai amalan shalih menuju kepada Allah I. Sebagaimana firman Allah I:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّـيِّبُ وَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ (فاطر: ١٠)
“kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” [Fathir : 10]
Sehingga pintu langit lebih banyak dibuka pada bulan Ramadhan, karena banyaknya perkataan baik dan amalan shalih pada bulan tersebut.
Sementara “dibukanya pintu rahmah” ada dua kemungkinan makna :
1. Dalam rangka rahmat Allah I turun kepada hamba-hamba-Nya yang mu`min, dimana rahmat itu sendiri merupakan penyebab masuk Al-Jannah, sehingga hamba-hamba Allah I tidaklah masuk Al-Jannah kecuali dengan rahmat Allah I, bukan karena amalan mereka.
2. Makna rahmat dalam hadits ini adalah Al-Jannah. Karena dalam beberapa keterangan Al-Jannah terkadang diistilahkan dengan “rahmat”, sebagaimana dalam hadits :
قَالَ اللهُ تَبَارَ كَ وَ تَعَالَى لِلْجَنَّةِ : } أَ نْتِ رَحْمَتِي أَرْحَمُ بِكِ مَنْ أَشَاءُ مِنْ عِبَادِي {
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata kepada Al-Jannah : ‘Engkau adalah rahmat-Ku yang denganmu Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki dari kalangan hamba-hamba-Ku’.” [Muttafaqun ‘alaih] [3]
Penjelasan tentang maksud : « وصفدت الشياطين »
Di antara yang sering ditanyakan adalah maksud kalimat « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan). Ketahuilah bahwa maksud kalimat di atas bukanlah seluruh jenis syaithan. Namun hanya terbatas pada jenis syaithan yang diistilahkan dengan Al-Maradah ( المَرَدَةُ ), yaitu para syaithan yang tingkat kejahatan dan kedurhakaannya paling besar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama, antara lain :
1. Ibnu Khuzaimah rahimahullah. dalam kitab Shahihnya, beliau menyebutkan :
باب ذكر البيان أن النبي r إنما أراد بقوله : « و صفدت الشياطين » مردة الجن منهم ، لا جميع الشيا طين
Bab : Penjelasan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam hanyalah memaksudkan dengan perkataannya : « وصفدت الشياطين » (dan dibelenggulah para syaithan) adalah jenis jin yang maradah (paling durhaka), bukan seluruh jenis syaithan.
Kemudian beliau menyebutkan hadits dari shahabat Abu Hurairah t, bahwasanya Rasulullah r berkata :
} إِذَ ا كَان أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ مَرَدَةُ الجِنِّ، … {
“Jika pada malam hari pertama bulan Ramadhan dibelenggulah para syaithan dari jenis maradatul jin (jin yang paling durhaka), ” – selesai dari Ibnu Khuzaimah–
Disebutkan pula dalam Sunan An-Nasa`i, juga dari hadits Abu Hurairah t, dengan lafazh :
} … وَ تُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، … {
“… dan padanya dibelenggu para syaithan yang paling durhaka. … ” [An-Nasa`i] [4]
2. Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhish Shalihin berkata :
“Maksud (dibelenggulah para syaithan) adalah jenis maradah (yang paling durhaka) di antara mereka. sebagaimana telah disebutkan dalam riwayat lain. Sementara yang dimaksud dengan Al-Maradah adalah : para syaithan yang paling besar permusuhan dan kebencianya terhadap anak Adam.” [5]
Namun ada sebagian ‘ulama yang memberikan lain dari yang kami sebutkan di atas, antara lain Al-Imam Al-Hulaimi, beliau berkata :
“yang dimaksud adalah para syaithan pencuri berita (dari langit). Tidakkah engkau perhatikan Rasulullah r menyebut (( مردة الشياطين ))، (para syaithan yang sangat durhaka) karena bulan Ramadhan adalah waktu turunnya Al-Qur`an ke langit bumi, yang upaya penjagaan (terhadap) Al-Qur’an dilakukan dengan cara bintang-bintang (yang dilemparkan), sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَ حِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ ( الصافات: ٧)
“dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka.” [Ash-Shaffat : 7] [6]
Sehingga dengan itu pembelengguan semakin diperketat pada bulan Ramadhan, dalam rangka penjagaan yang lebih serius (terhadap Kalamullah). [7]
5. Orang yang shaum Ramadhan tergolong kalangan As-Shidiqin dan Asy-Syuhada
Hadits dari shahabat ’Amr bin Murrah Al-Juhani t , beliau berkata :
جاء رجل إلى النبي r فقال : يا رسول الله أرأيت إن شهدت أن لا إله إلا الله و أنك رسول الله، و صليت الصلوات الخمس، و أديت الزكا ة، و صمت رمضان و قمته، فممن أنا؟ قال : } من الصديقين والشهداء { [رواه البزار وابن خزيمة وابن]
Seseorang datang kepada Nabi r : Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika saya bersaksi La ilaha Illallah dan bahwa engkau adalah Rasulullah, saya melaksanakan shalat lima waktu, saya menunaikan zakat, dan saya bershaum di bulan Ramadhan dan saya laksanakan shalat (pada malam harinya), maka dari golongan manakah aku?, Rasulullah r menjawab : “Dari kalangan Ash-Shiddiqin dan Asy-Syuhada’ ” . [Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban] [8]
Dari keterangan di atas, kita tahu bahwa seorang hamba yang menunaikan shaum Ramadhan dan rajin melakukan Qiyamullail (shalat malam) padanya, maka dia akan digolongkan dalam golongan para syuhada` dan shiddiqin.
6. Bulan Ramadahan bulan pembebasan dari api neraka dan bulan doa yang mustajab
Hadits dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri t :
} إن لله تبارك و تعالى عتقاء في كل يوم و ليلة - يعني في رمضان - و إن لكل مسلم في كل يوم و ليلة دعوة مستجابة { رواه البزار
“Sesungguhnya Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan (dari adzab An-Nar) pada setiap siang dan malam –yakni di bulan Ramadhan– dan sesungguhnya setiap muslim memiliki do’a yang mustajab pada setiap siang dan malam” [Al-Bazzar] [9]
7. Ramadhan bulan ampunan
Hadits dari shahabat Ka’b bin ‘Ujrah t, bahwa Rasulullah r berkata :
} احضروا المنبر { فحضرنا فلما ار تقى درجة قال : } آمين { ؛ فلما ارتقى الدرجة الثا نية قال : } آمين { ؛ فلما ارتقى الدرجة الثالثة قال : } آمين { ؛ فلما نزل قلنا : يا رسول الله لقد سمعنا منك اليوم شيئا ما كنا نسمعه؟ قال : } إن جبريل عليه السلام عرض لي، فقال : بعد من أدرك رمضان فلم يغفر له، قلت آمين، فلما رقيت الثانية قال : بعد من ذكرت عنده فلم يصل عليك، فقلت آمين، فلما رقيت الثالثة قال بعد : من أدرك أبويه الكبر عنده أو أحدهما فلم يدخلا ه الجنة، قلت آمين { رواه الحاكم وقال صحيح الإسناد
“Hadirlah kalian di sekitar mimbar” maka kami pun segera hadir. Ketika menaiki tangga pertama beliau r mengucapkan “Amin” ; dan ketika menaiki tangga kedua beliau r mengucapkan “Amin”; begitu pula ketika menaiki tangga ketiga, beliau r mengucapkan “Amin”. Ketika beliau r telah turun dari mimbar, kami bertanya : “Wahai Rasulullah sungguh kami telah mendengar darimu sesuatu pada hari ini yang belum pernah kami mendengar sebelumnya?” maka beliau r menjawab : “Sungguh telah datang kepadaku Jibril u, kemudian dia berkata : ‘Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak diampuni.’ Maka aku berkata : Amin. Kemudian ketika aku menaiki tangga kedua, Jibril u berkata : ‘Celakalah seseorang yang disebutkan namamu di hadapannya namun dia tidak bershalawat untukmu.’ Maka aku pun mengucapkan Amin. Dan ketika aku menaiki tangga ketiga, Jibril u berkata : ‘Celakalah seorang yang menemui kedua orang tuanya pada masa tua, atau salah satu di antara keduanya, namun (keberadaan) keduanya tidak mampu memasukkan dia ke dalam Al-Jannah.’ Maka aku pun mengucapkan Amin.” [HR. Al-Hakim] [10]
Dalam hadits di atas, ada sebuah penekanan dari Rasulullah r bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh ampunan. Sehingga hendaknya setiap mu`min berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Karena apabila dia gagal mendapatkan ampunan di bulan Ramadhan maka dia akan mendapatkan do`a celaka dari malaikat Jibril u dan Rasulullah r. Semoga Allah I melindungi kita semua.
Hikmah Ash-Shaum
Ash-Shaum merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki keutamaan yang sangat tinggi, serta memiliki berbagai faidah dan hikmah sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya tatkala menjelaskan firman Allah I :
يَا أَ يُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ( البقرة: ١٨٣)
” Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian ash-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” [Al-Baqarah : 183]
Di antaranya :
1. Ash-shaum adalah salah satu sebab terbesar yang mengantarkan seseorang menuju taqwa. [11] Sedangkan taqwa itu akan mendorong orang yang menjalankan ibadah shaum untuk meninggalkan berbagai larangan Allah I, baik berupa minuman, makanan, dan jima’ (hubungan suami-istri) dan beberapa larangan sejenisnya yang disukai oleh hawa nafsu, dan shaum dilakukan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah I dengan mengharapkan balasan di sisi-Nya.
2. Orang yang menjalankan ibadah shaum melatih jiwanya agar senantiasa merasa diawasi oleh Allah (muroqobatullah) sehingga dia meninggalkan kemauan hawa nafsunya meskipun mampu menurutinya, sebab dia mengetahui adanya pengawasan Allah I terhadap dirinya.
3. Ash-shaum dapat mempersempit ruang gerak syaithan karena ia masuk ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darah. [12]
4. Ash-shaum akan melemahkan kekuatan syaithan, sehingga orang tersebut semakin terjauhkan dari kemaksiatan.
5. Orang yang menunaikan ash-shaum, mayoritasnya akan melakukan banyak ketaatan dan itu merupakan bagian dari ketaqwaan kepada Allah I.
6. Terkhusus bagi orang kaya bila merasakan pedihnya lapar karena ash-shaum maka akan muncul dalam dirinya kepedulian kepada fuqara`, dan hal ini juga merupakan bagian dari ketaqwaan kepada Allah I.[13]
Asy-Syaikh Al-’Utsaimin ketika ditanya tentang hikmah ash-shaum, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab antara lain : bahwa ash-shaum mememiliki beberapa hikmah dalam hal sosial kemasyarakatan, antara lain munculnya perasaan di tengah-tengah kaum muslimin bahwa mereka adalah umat yang satu, makan dan bershaum di waktu yang sama. [14]
Asy-Syaikh Alu Bassam dalam Taudhihul Ahkam[15] menyebutkan hikmah lain dari ibadah ash-shaum, di antaranya :
1. Mendorong seseorang untuk bersyukur kepada Allah dan mengingat berbagai nikmat-Nya.
2. Memiliki manfaat kesehatan, yaitu memberikan kesempatan pada alat pencernaan untuk istirahat.
Jenis-jenis Ash-Shaum
1. Shaum Wajib :
Ø Puasa Ramadhan (QS 2/183) atau penggantinya (QS 2/184) - dalil sudah dibahas didepan.
Ø Puasa Nadzar, yaitu janji kepada Allah I untuk berpuasa (HR Abu Daud No 2048).
حَدَّ ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّ ثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَ نِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ الزُّ بَيْرِ عَنْ عُرْوَ ةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ } مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَ لِيُّهُ { قَالَ أَ بُو دَ اوُد هَذَ ا فِي النَّذْرِ وَ هُوَ قَوْ لُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ
Dari Aisyah t bahwa Nabi r berkata: "Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berkewajiban melakukan puasa, maka walinya berpuasa untuknya." Abu Daud berkata; hal ini mengenai puasa nadzar, dan hal tersebut adalah pendapat Ahmad bin Hanbal.
Ø Puasa Kiffarah, diantaranya karena melanggar sumpah atau hajji tamattu'
لاَ يُؤَ اخِذُ كُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَ يْمَانِكُمْ وَ لَكِنْ يُؤَ اخِذُ كُمْ بِمَا عَقَّدْ تُمُ اْلأَ يْمَانَ فَكَفَّارَ تُهُ إِطْعَامُ عَشَرَ ةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَ تُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَ ثَةِ أَ يَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَ ةُ أَ يْمَانِكُمْ إِذَ ا حَلَفْتـُمْ وَ احْفَظُوا أَ يْمَا نَكُمْ كَذَ لِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَ يَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [المائدة/89]
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al Maidah (5) : 89)
وَ أَتِمُّوا الْحَجَّ وَ الْعُمْرَ ةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْ تُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَ لاَ تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَ ذًى مِنْ رَ أْسِهِ فَفِدْ يَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَ ةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَ ثَةِ أَ يَّامٍ فِي الْحَجِّ وَ سَبْعَةٍ إِذَ ا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَ ةٌ كَامِلَةٌ ذَ لِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَ امِ وَ اتَّقُوا اللَّهَ وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [البقرة/196]
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (QS Al Baqarah (2) : 196)
2. Shaum Sunnah :
Ø Puasa Senin - Kamis (HR Ibnu Majah No.1729, HR Tirmidzi No. 678, dll).
حَدَّ ثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّ ثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَ ةَ حَدَّ ثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَ انَ عَنْ رَ بِيعَةَ بْنِ الْغَازِ أَ نَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ عَنْ صِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَتْ } كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ اْلا ثْنَيْنِ وَ الْخَمِيسِ {
Dari Rabi'ah bin Al Ghaz Bahwasanya ia bertanya kepada Aisyah t tentang puasanya Rasulullah r. Maka Aisyah r pun menjawab, "Beliau r selalu puasa senin dan kamis."
حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّ ثَنَا أَ بُو عَاصِمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رِفَاعَةَ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ } تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ اْلاِ ثْنَيْنِ وَ الْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَ أَ نَا صَائِمٌ { قَالَ أَ بُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ فِي هَذَا الْبَابِ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Dari Abu Hurairah t bahwasanya Rasulullah r bersabda: " Pada hari senin dan kamis semua amalan dinaikkan kepada Allah I, maka saya lebih suka amalanku dinaikkan kepada-Nya ketika saya sedang berpuasa". Abu 'Isa berkata, dalam hal ini hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan gharib.
Ø Puasa 6 hari di bulan Syawwal (HR Jama'ah kecuali Bukhari dan Nasa'i)
صحيح مسلم - (ج 6 / ص 66/ح 1984) و سنن الترمذي - (ج 3 / ص 227/ح 690) و مسند أحمد - (ج 48 / ص 54/ح 22459) : حَدَّ ثَنَا يَحْيَى بْنُ أَ يُّوبَ وَ قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَ عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ قَالَ ابْنُ أَ يُّوبَ حَدَّ ثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَ نِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ عَنْ أَبِي أَ يُّوبَ اْلأَ نْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَ نَّهُ حَدَّ ثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ } مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَ تْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ{
Dari Abu Ayyub t dia berkata, Rasulullah r bersabda: " Barang siapa yang berpuasa Ramadlan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka hal itu sama dengan puasa setahun penuh."
Ø Puasa 9 Dzulhijjah/puasa Arafah (HR Jama'ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi)
حَدَّ ثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّ ثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ حَرْ مَلَةَ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ } صَوْمُ يَوْمِ عَرَ فَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَ مُسْتَقْبَلَةً وَ صَوْمُ عَاشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَا ضِيَةً {
Dari Abu Qatadah t berkata; Rasulullah r bersabda; "Puasa hari 'arafah menghapus (kesalahan) dua tahun; yang telah lalu dan yang akan datang dan puasa 'asyura` menghapus (kesalahan) tahun lalu."
مسند أحمد - (ج 53 / ص 414/ح 25254) و سنن النسائي - (ج 8 / ص 128/ح 2373) وصحيح ابن حبان - (ج 26 / ص 376/ح 6529) : حَدَّ ثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّ ثَنَا أَ بُو إِسْحَاقَ اْلأَشْجَعِيُّ الْكُو فِيُّ قَالَ حَدَّ ثَنَا عَمْرُو بْنُ قَيْسٍ الْمُلاَ ئِيُّ عَنِ الْحُرِّ بْنِ الصَّيَّاحِ عَنْ هُنَيْدَ ةَ بْنِ خَالِدٍ الْخُزَ اعِيِّ عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ } أَرْ بَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَ عُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَ اءَ وَ الْعَشْرَ وَ ثَلاَ ثَةَ أَ يَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَ اةِ {
Dari Hafshah t berkata; "Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi r, yaitu puasa Asyura, puasa arafah, puasa tiga hari setiap bulan, dan shalat dua raka'at sebelum shubuh."
Ø Puasa ayyamil bidh, yaitu pada tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Qamariyyah
مسند أحمد - (ج 43 / ص 368/ح 20402) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو كَامِلٍ حَدَّ ثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ اْلأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ بَابِ مُعَاوِ يَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ وَ فِينَا أَ بُو ذَرٍّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ } صَوْمُ شَهْرِ الصَّبْرِ وَ ثَلاَ ثَةِ أَ يَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ وَ يُذْهِبُ مَغَلَةَ الصَّدْرِ قَالَ قُلْتُ وَ مَا مَغَلَةُ الصَّدْرِ قَالَ رِجْسُ الشَّيْطَانِ {
Dari Al Azraq bin Qais dari seseorang dari bani Tamim, ia berkata, "Kami berada di pintu gerbang istana Mu'awiyah bin Abu Sufyan, sementara di antara kami ada Abu Dzar, ia lalu berkata, "Aku mendengar Rasulullah r bersabda: "Puasa pada bulan kesabaran (Ramadhan) dan puasa tiga hari pada setiap bulan setara dengan puasa setahun dan dapat menghilangkan kesempitan dalam dada." Abu Dzar berkata, "Aku bertanya; 'Kesempitan dalam dada itu apa? ' Beliau r menjawab: "Pekerjaan setan."
مسند أحمد - (ج 43 / ص 354/ح 20388) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّ ثَنَا اْلأَعْمَشُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَامٍ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ } مَنْ كَانَ مِنْكُمْ صَائِمًا مِنْ الشَّهْرِ ثَلاَ ثَةَ أَ يَّامٍ فَلْيَصُمْ الثَّلاَ ثَ الْبِيضَ {
Dari Abu Dzar t berkata, "Rasulullah r bersabda: "Barangsiapa di antara kalian berpuasa tiga hari setiap bulan, maka hendaklah ia berpuasa pada hari-hari bidl; (tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas bulan Qomariyah) '.
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 98/ح 1845) وصحيح مسلم - (ج 4 / ص 48/ح 1182) و سنن النسائي - (ج 6 / ص 169/ح1659) و مسند أحمد - (ج 18 / ص 278/ح8736) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو مَعْمَرٍ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ الْوَ ارِثِ حَدَّ ثَنَا أَ بُو التَّــيَّا حِ قَالَ حَدَّ ثَنِي أَ بُو عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ } أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِثَلاَ ثٍ صِيَامِ ثَلاَ ثَةِ أَ يَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَ رَكْعَتَيْ الضُّحَى وَ أَنْ أُو تِرَ قَبْلَ أَنْ أَ نَامَ {
Telah menceritakan kepada kami Abu At-Tayyah berkata, telah menceritakan kepada saya Abu 'Utsman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata: "Kekasihku Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wasiat kepadaku agar aku berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mendirikan shalat Dhuha dua raka'at dan shalat witir sebelum aku tidur".
[1] Al-Bukhari 1898, Muslim 1079.
[2] HR. Bukhari No.1899, HR. Muslim No. 1079.
[3] HR. Bukhari No. 4850, HR. Muslim No. 2846 dari shahabat Abu Hurairah.
[4] HR. An-Nasa`i 2106. dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i no. 2106.
[5] Syarh Riyadhish Shalihin karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, hadits no. 1220.
[6] Konteks ayat tersebut adalah sebagai berikut :
إِ نَّا زَ يَّنَّا السَّمَاءَ الدُّ نْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَ اكِبِ (6) وَ حِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِ دٍ (7) لاَ يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلإَِ اْلأَ عْلَى وَ يُقْذَ فُونَ مِنْ كُلِّ جَا نِبٍ (الصافات: ٦ – ٨)
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan bintang-bintang, dan juga sebagai penjagaan (dengan sebenar-benarnya) dari setiap syaithan yang sangat durhaka. Agar syaithan-syaithan itu tidak dapat mencuri-curi dengar (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari (dengan bintang-bintang tersebut) dari segala penjuru.”
[Ash-Shaffat : 6-8].
[7] Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib di bawah hadits no. 999.
[8] Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib no. 361, 749, 1003, 2515,
[9] HR. Al-Bazzar. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib no. 1002
[10] HR. Al-Hakim. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahihut Targhib wat Tarhib hadits no. 995 : Shahih li gharihi. Hadits tersebut diriwayatkan pula dari shahabat Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi. Riwayat kedua ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih bab : At-Tarhib min Ifthar Ramadhan (II/378)
[11] Oleh karena itu, kalau kita perhatikan dengan seksama ayat pertama yang padanya Allah I memerintahkan kaum mu`minin untuk bershaum diakhiri dengan penyebutan tujuan tersebut, yaitu ayat ke-183 surat Al-Baqarah, Allah I berfirman :
(لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)
“Agar kalian bertaqwa”
Begitu pula Allah mengakhiri ayat terakhir tentang perintah ash-shaum ini dengan penyebutan tujuan tersebut pula, yaitu ayat ke-187 surat Al-Baqarah, Allah I berfirman :
(لَعَلَّهُمْ تَتَّقُونَ)
“Agar mereka bertaqwa”
[12] Dari Shafiyyah t bahwa Nabi r berkata :
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرى الدَّم
“Sesungguhnya Syaithan berjalan dalam tubuh manusia sesuai dengan aliran darahnya.” [HR. Al-Bukhari 2035, 2038, 2039, 3101, 3281, 6219, 7171; Muslim 2175]
[13] Tafsir As-Sa’di tafsir Al-Baqarah ayat 183.
[14] Lihat Fatawa Ash-Shiyam karya Asy-Syaikh Al-’Utsaimin hal. 24. lihat pula Fatawal-’Ulama`il-BaladilHaram hal. 277.
[15] Taudhihul Ahkam (3/123)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar