1. Riba : Definisi, Hukum, Jenis dan Hikmahnya
a. Definisi Riba
فقه السنة - الشيخ سيد سابق - (ج 3 / ص 130) ) الربا تعريفه: - الربا في اللغة : الزيادة، و المقصود به هنا : الزيادة على رأس المال، قلت أو كثرت. يقول الله سبحانه : " و إن تبتم فلكم رءوس أموالكم لا تظلمون و لا تظلمون " . سورة البقرة آية رقم 279 (
Riba menurut istilah bahasa [1] adalah Az-Ziadah (tambahan). Yang dimaksudkan disini ialah tambahan atas modal pokok, baik penambahan itu sedikit ataupun banyak. Makna lain secara linguistik, riba juga tumbuh dan membesar [2]. Dalam kaitan ini Allah I berfirman :
وَ إِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَ الِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَ لاَ تُظْلَمُونَ [البقرة/279]
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al Baqarah (2) : 279)
Adapun menurut istilah teknis [3] : Riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam, mengenai hal ini, Allah I mengingatkan dalam firmanNya :
يَا أَ يُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لاَ تَأْ كُلُوا أَمْوَ الَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِل [النساء/29]
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (QS. An-Nisaa'a (4) : 29)
Dalam kaitannya dengan pengertian al bathil dalam ayat tersebut, Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya, Ahkam Al-Qur'an, menjelaskan :
و الر با فى اللغة هو الزيادة و المرا د به فى الآية كل زيادة لم يقابلها عوض
"Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur'ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah"
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai maka nilai ekonomisnya pasti menurun jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya.
Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena disamping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut [4].
Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untung bisa juga rugi.
Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai mazhahib fiqhiyyah. Diantaranya sebagai berikut :
1. Badr-ad-Din al-Ayni, Pengarang Umdatil Qari Syarah Shahih al Bukhari.
)الأصل فيه (الر با) الزيادة - و هو فى الشرع الزيادة على أصل مال من غير عقد تبايع (
"Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut Syariah, riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil".[5]
2. Imam Sarakhsi dari Mazhab Hanafi.
) الر با هو الفضل الخالي عن العوض المشروط فى البيع (
"Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut".[6]
3. Raghib al-Asfahani.
) هو الزيادة على رأس المال ( المفردات في غريب القرآن ) (
"Riba adalah penambahan atas harta pokok"
4. Imam an-Nawawi dari Mazhab Syafi'i.
) قال النو و ي في المجموع ....قال الماوردى اختلف اصحابنا فيما جاء به القرآن في تحريم الر با على وجهين. أحدهما : أنه مجمل فسرته السنة, و كل ما جاءت به السنة من احكام فهو بيان مجمل القرآن نقدا كان أو نسيئة , و الثاني : أن تحريم الذي في القرآن أنما تناول ما كان معهودا للجاهلية من ربا النساء و طب الزيادة في المال بزيادة الأجل ثم وردت السنة بزيادة الر با في النقد مضافا الى ما جاء به القرآن (
"Dari penjelasan Imam Nawawi di atas sangat jelas bahwa salah satu bentuk riba yang dilarang Al Qur'an dan As-Sunnah adalah (طب الزياد ة في المال بزيا دة الأجل) penambahan atas harta pokok karena unsur waktu. Dalam dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman"
5. Qatadah
) أن الر با الجاهلية ان يبيع الرجل البيع الى اجل مسى فاذا حل الأجل و لم يكن عند صا حبه قضاء زاد و اخر عنه (
" Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan"
6. Zaid bin Aslam
)انما كان ربا الجاهلية في التضعيف و في السن يكون للرجل فضل دين فيأتيه اذا حل الأجل فيقول تقضيني أو تزيدني (
"Yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang berimplikasi pelipat gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo, ia berkata, 'Bayar sekarang atau tambah".[7]
7. Mujahid
) انهم كانو يبيعون البيع الى اجل فاذا حل الأجل زادوا في الثمن على أن يؤ خروا (
"Mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan (tidak mampu membayar), si pembeli memberikan 'tambahan nilai' atas tambahan waktu" [8]
8. Ja'far ash-Shadiq dari kalangan Syi'ah.
) قال جعفر الصادق - لما سئل لم حرم الله الربا : لئلا يتما نع الناس المعروف, لأ نه متى جوز اخذ الفائدة على القرض لم يكن احد يفعل معرو فا من قرض و نحوه فينقطع المعروف بين الناس من القرض الذى يراد به الا رفاق والا حسان (
" Ja'far ash Shadiq berkata ketika ditanya mengapa Allah I mengharamkan riba, 'Supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Hal ini karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman, seseorang tidak berbuat ma'ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya, padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia' ".[9]
9. Imam Ahmad bin Hanbal, Pendiri Mazhab Hanbali.
) ان الامام احمد بن حنبل لما سئل عن الربا الذى لا شك فيه اجاب و قال : و هو ان يكو ن له دين فيقو ل له أتقضى ام تربي فان لم يقضه زاده في المال و زاده هذا في الأجل (
"Ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang riba, ia menjawab : 'Sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki utang, maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih, jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan waktu yang diberikan'".[10]
[1] Fiqih Sunnah (Terjemahan Indonesia), Syekh Sayyid Sabiq, Jilid 12, Bab Riba, halaman 117, Pustaka & Al ma'arif, cetakan ke 2, Bandung,1988
[2] Islamic Banking and Interest : A study of the prohibition of Riba and its Contemporary Interpretation, Abdullah Saeed, EJ Brill, Leiden , 1996
[3] Islamic Banking : Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Muhammad Syafi'i Antonio, Bab Riba Dalam Perspektif Agama, halaman 37, Gema Insani Press & Tazkia,cetakan ke 1, Jakarta, 2001
[4] Islamic Banking : Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Muhammad Syafi'i Antonio, Bab Riba Dalam Perspektif Agama, halaman 38, Gema Insani Press & Tazkia,cetakan ke 1, Jakarta, 2001
[5] Umdatul Qari, Badr-ad-Din al-Ayni, Vol. V halaman 436, Mathba'a al Amira, Constantinople , 1310 H.
[6] Al Mabsut, Vol XII halaman 109.
[7] Lihat tafsir al-Qurthubi (4/202) dan tafsir ath-Thabari (7/204)
[8] Lihat tafsir al-Qurthubi (4/202) dan tafsir ath-Thabari (7/204)
[9] Tahdzib at Tahdzib (2/103-104)
[10] Ibnul Qayyim al Jauziyah, I'lam al Muwaqqiin (2/132)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar