Dialog dengan Allah lewat doa dan dzikir
(1) Keutamaan dzikir
Dzikir artinya mengingat Allah I, di dalam segala kondisi yang terjadi (suka dan duka, lapang dan sempit, kaya dan miskin, sehat dan sakit) dan tidak lepas bahwa dirinya merasa bersama Allah I, dilihat dan diperhatikan Allah I dengan kata lain orang yang berdzikir selalu merasakan bahwa dia dalam pengawasanNya, sehingga kita yakin dan percaya Dia akan selalu membimbing kita.
أَ لاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب [الرعد/28]
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Ra'd (13) : 28)
فَاذْ كُرُو نِي أَذْ كُرْ كُمْ وَ اشْكُرُو ا لِي وَ لاَ تَكْفُرُون [البقرة/152]
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku. (QS Al Baqarah (2) : 152)
وَ اذْ كُرْ رَ بَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَ خِيفَةً وَ دُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَ اْ لآَصَالِ وَ لاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ [الأعراف/205]
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS Al 'Araaf (7) : 205)
يَا أَ يُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرً ا كَثِيرًا [الأحزاب/41]
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS Al Ahzab (33) : 41)
وَ الذَّ اكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرً ا وَ الذَّ اكِرَ اتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَ ةً وَ أَجْرً ا عَظِيمًا [الأحزاب/35]
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al Ahzab (33) : 35)
سنن الترمذي - (ج 11 / ص 230/ح 3299) و سنن ابن ماجه - (ج 11 / ص 233/ح 3780) و مسند أحمد - (ج 44 / ص 182/ح 20713) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 4 / ص 372/ح 1779) : حَدَّ ثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَ يْثٍ حَدَّ ثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ هُوَ ابْنُ أَبِي هِنْدٍ عَنْ زِيَادٍ مَوْ لَى ابْنِ عَيَّاشٍ عَنْ أَبِي بَحْرِيَّةَ عَنْ أَبِي الدَّرْدَ اءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) أَ لاَ أُ نَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَ أَزْ كَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَ أَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَ الْوَرِقِ وَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَ يَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى (
Dari Abi Darda' t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Maukah kamu aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah I), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?". Para sahabat yang hadir berkata : "Mau (Wahai Rasulullah r)!". Beliau bersabda : "Dzikir kepada Allah Yang Mahatinggi".
صحيح البخاري - (ج 20 / ص 23/ح5928) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَ ءِ حَدَّ ثَنَا أَ بُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَ يْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَ ةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَ ضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) مَثَلُ الَّذِي يَذْ كُرُ رَ بَّهُ وَ الَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَ بَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَ الْمَيِّتِ (
Dari Abu Musa t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Perumpamaan orang yang berdzikir (ingat) kepada RabbNya dengan orang yang tidak berdzikir kepada RabbNya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati".
صحيح البخاري - (ج 22 / ص 409/ح 6856) و صحيح مسلم - (ج 13 / ص 167/ح 4832) : حَدَّ ثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّ ثَنَا أَبِي حَدَّ ثَنَا اْلأَعْمَشُ سَمِعْتُ أَ بَا صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَ نَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَ أَ نَا مَعَهُ إِذَ ا ذَ كَرَ نِي فَإِنْ ذَكَرَ نِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْ تُهُ فِي نَفْسِي وَ إِنْ ذَكَرَ نِي فِي مَلإٍَ ذَ كَرْ تُهُ فِي مَلإٍَ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَ إِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّ بْتُ إِلَيْهِ ذِرَ اعًا وَ إِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَ اعًا تَقَرَّ بْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَ إِنْ أَتَا نِي يَمْشِي أَ تَيْتُهُ هَرْوَ لَةً (
Dari Abi Hurairah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Allah I berfirman : "Aku sesungguhnya sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya[1] bila dia ingat Aku, Jika dia mengingatKu dalam dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia menyebut namaKu dalam suatu perkumpulan, aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta, Jika dia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa, jika Dia datang kepadaKu dengan berjalan (biasa) maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat'".
سنن الترمذي - (ج 11 / ص 226/ح 3297) و سنن ابن ماجه - (ج 11 / ص 236/ح 3783) و مسند أحمد - (ج 36 / ص 82/ح 17020) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 4 / ص 369/ح 1776) و صحيح ابن حبان - (ج 4 / ص 120/ح 815) و مسند عبد الله بن المبارك - (ج 1 / ص 45/ح 44) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو كُرَ يْبٍ حَدَّ ثَنَا زَ يْدُ بْنُ حُبَابٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ) أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَ ائِعَ اْلإِسْلاَ مِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ لاَ يَزَ الُ لِسَا نُكَ رَطْبً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ (
Dari Abdullah bin Busr t, dia menerangkan bahwa ada seorang laki-laki berkata : "Wahai Rasulullah r, sesungguhnya syari'at Islam telah banyak bagiku, oleh karena itu beritahukanlah aku (tentang) sesuatu untuk (dijadikan) pegangan". Beliau bersabda : "Tidak henti-hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allah I (lidahmu selalu mengucapkannya).
سنن أبي داود - (ج 12 / ص 493/ح 4215) و السنن الكبرى للنسائي - (ج 6 / ص 107/ح10237) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 4 / ص 373/ح 1780) : حَدَّ ثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّ ثَنَا اللَّيْثُ عَنِ ابْنِ عَجْلاَ نَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَ نَّهُ قَالَ ) مَنْ قَعَدَ مَقْعَدً ا لَمْ يَذْ كُرُ اللَّهَ فِيهِ كَا نَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللَّهِ تِرَ ةٌ وَ مَنْ اِضْطَجَعَ مَضْجَعًا لاَ يَذْ كُرُ اللَّهَ فِيهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللَّهِ تِرَ ةٌ (
Dari Abi Hurairah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Barang siapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah I di dalamnya, pastilah dia mendapatkan kerugian dari Allah I, dan barang siapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah I, pastilah dia mendapat kerugian dari Allah I ".
سنن الترمذي - (ج 11 / ص 235/ح 3302) و مسند أحمد - (ج 19 / ص 256/ح 9213) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 5 / ص 73/ح 1975) و صحيح ابن حبان - (ج 4 / ص 198/ح 854) و مسند عبد الله بن المبارك - (ج 1 / ص 49/ح 48) : حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّ ثَنَا سُفْيَانُ عَنْ صَالِحٍ مَوْلَى التَّوْ أَمَةِ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ) مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْ كُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَ لَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَ ةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّ بَهُمْ وَ إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ (
Dari Abi Hurairah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah I dan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad r, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka. Maka jika Allah I menghendaki, Dia akan menyiksa mereka dan jika menghendaki Dia akan mengampuni mereka".
سنن أبي داود - (ج 12 / ص 492/ح 4214) و مسند أحمد - (ج 21 / ص 54/ح 10010) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 4 / ص 356/ح 1763) : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّ ازُ حَدَّ ثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّا عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْ كُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلاَّ قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيفَةِ حِمَارٍ وَ كَانَ لَهُمْ حَسْرَ ةً (
Dari Abi Hurairah t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis dimana mereka tidak berdzikir kepada Allah I di dalamnya, maka ketika selesainya majelis itu seperti keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari kiamat)".
Mengenai hadits-hadits ini Imam al-Munawi berkata : "Ditekankan berdzikir kepada Allah I dan bershalawat kepada Rasulullah r, dalam majelis dan ketika bangkit dari majelis dengan lafadz mana saja (yang disesuaikan), dan yang paling sempurna dengan Kaffaaratul majelis".
(2) Doa dan Pengertiannya
Menurut bahasa doa diambil dari kata da'aa - yad'uu (دعا - يدعو ) yang berarti menginginkan, menyebut dan menyeru[2]. Sedang dalam ajaran Islam berdoa merupakan bagian dari ibadah atau penghambaan diri kepada Yang Maha Dekat dan Maha Agung.
Allah I berfirman :
وَ إِ ذ َا سَأَلَكَ عِبَادِ ي عَنِّي فَإِ نِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَ ةَ ٱلدَّ ا عِ إِ ذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَ لْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku( dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ( Q.S. Al Baqarah : 186 )
Allah I berfirman :
ٱدْعُواْ رَ بَّكُمْ تَضَرُّعاً وَ خُفْيَةً إِ نَّهُ لاَ يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ
Dan berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [3]
Setiap manusia diciptakan dengan membawa keistimewaan. Namun setiap manusia yang berakal sehat pasti akan merasakan bahwa pada dirinya terdapat kekurangan yang jauh lebih banyak dari pada keistimewaannya. Dia lebih banyak memerlukan yang lain dari pada diperlukan, baik dalam masalah pribadi atau keluarga terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika dia memohon pertolongan kepada sesama manusia maka sesungguhnya semua orang yang diminta petolongannya sama-sama lemah, merekapun lebih banyak memerlukan yang lain dari pada diperlukan orang lain. Karena itu tidak ada yang berkuasa mengabulkan permohonannya selain yang menciptakan semua manusia, yaitu Allah I Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui.
Semua manusia memiliki cita-cita dalam kehidupannya. Mereka ingin mendapatkan kebahagiaan hidup dengan meraih berbagai kenikmatan dan selamat dari penderitaan dan kehinaan. Orang yang menyadari akan kelemahannya dalam berjuang mencapai cita-cita dan berusaha menyelamatkan diri dari yang ditakuti, sekiranya dia tidak berdoa kepada Yang Maha Kuasa maka akan berdoa kepada sesama mahluk. Kendatipun telah diketahui bahwa yang memohon dan yang dimohon adalah sama-sama lemah dan tak berdaya. Rasulullah r diutus untuk membimbing manusia dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam berdoa. yaitu membimbing mereka bagaimana cara bedoa, apa sebenarnya yang mereka perlukan, apa yang harus mereka mohon dan apa tujuan terakhir dari berdoa.
Berdoa dalam ajaran Islam merupakan salah satu tanda bukti penghambaan seseorang kepada Allah I. Semakin banyak berdoa semakin membuktikan kerendahan diri dihadapan-Nya. Dan orang yang jarang berdoa berarti dia kurang menyadari akan kerendahannya dihadapan Zat Yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Karena itu tiada suatu perbuatan yang dilakukan seorang Muslim melainkan disertai dengan doa. Bukan saja dalam hal yang berhubungan langsung dengan Allah I akan tetapi juga dalam hal yang berhubungan dengan dirinya, keluarga, sesama manusia bahkan sesama mahluk lainnya, karena semua yang dilakukan manusia tidak pernah terlepas dari sebab dan akibat atau muqadimah dan natijah, dan seorang mukmin berkeyakinan bahwa muqadimah dan natijah adalah milik Allah I. Usaha apapun yang ia curahkan tidak akan mencapai suatu sasaran kecuali sesuai dengan yang Allah I kehendaki
وَ مَا تَشَآ ءُ و نَ إِ لاَّ أ َن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Artinya, tiada usaha yang meraih hasil kecuali atas izin Allah I. karena itu, seorang mukmin selalu bekerja karena melaksanakan perintah Allah I berdasarkan niat ibadah dengan mengharap ridha-Nya.
Doa diperlukan setiap saat. Demi terpeliharanya niat yang ikhlash dan bersih dari bisikan setan, maka seorang hamba senantiasa memerlukan perlindungan-Nya. Untuk terpeliharanya suatu perbuatan dari berbagai kekeliruan ia memerlukan bimbingan (hidayah-Nya). Niat yang ikhlas dan amal yang benar merupakan amal ibadah seorang hamba, dan tidak akan tercapai suatu sasaran melainkan sesuai dengan kehendak-Nya, setelah tercapai suatu hasil yang diharapkan tidak mustahil nilainya di hadapan Allah I terhapus akibat merasa bangga dan melupakan diri kepada “ Yang Maha Memberi Hasil ” atau salah menggunakan kenikmatan tersebut pada masa berikutnya, sehingga hasilnya tidak dia nikmati kecuali didunia yang sedikit dan sebentar ini.
Oleh karena itu seorang mukmin ketika berniat untuk melaksanakan sesuatu dia berdoa dengan niat taqarrub kepada-Nya, agar selamat dari bisikan setan yang merusak keikhlasan niat, kemudian mulailah bekerja tanpa melepaskan hubungan dengan Allah I, karena menyadari akan pentingnya bimbingan menuju tujuan. Dalam hal ini doa sangat diperlukan. Demikian pula setelah selesai dari suatu pekerjaan, seorang mukmin tidak lupa juga berdoa dengan harapan agar senantiasa terjaga dari rasa takabur bila mencapai suatu hasil atau putus asa bila hasilnya belum terlihat. Dia akan bersyukur dikala mendapatkan sesuatu yang dicarinya dan dia akan bersabar ketika masih diuji, karena dia berkeyakinan bahwa apapun yang dilakukannya diniatkan semata-mata karena Allah I dan tidak berlawanan dengan aturan-Nya. Kalaulah tidak dirasakan hasilnya di dunia maka di akhirat pasti ada pahala yang menantinya.
Munajat (merintih kepada Allah I) adalah amal yang terpuji dan diperlukan disetiap saat dan keadaan. Oleh karena itu, orang yang menyadari bahwa dirinya adalah salah satu makhluk yang kecil dan lemah, meyakini bahwa Allah I Maha Mengetahui akan semua keperluan mahluk dan mendengar semua jeritan hati hamba-Nya, dia tidak akan meninggalkan berdoa.
Demi terkabulnya doa, maka sangat diperlukan waktu yang mendorong untuk lebih khusyu, suasana yang membawa ketenangan ibadah, ungkapan yang ringan diucapkan, indah didengar, terasa lembab didada dan sejuk dikalbu. Hal itu dapat dicapai dikala seorang hamba bangun ditengah malam yang sunyi dan sepi, sementara kebanyakan manusia sedang nyenyak dialam mimpi.
Dengan ketulusan hati serta bersih jasmani dan rohani, sebelum berdoa ia alunkan ayat-ayat suci sebagai pendekatan diri kepada Pencipta langit dan bumi, disertai dengan penuh rasa takut di hadapan Zat yang Maha Dekat dan Maha Perkasa serta penuh rasa harap kepada Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Takut karena mengakui banyak berbuat dosa berupa kelalaian terhadap perintah-Nya dan melanggar aturan-Nya, dan penuh harap karena yakin bahwa rahmat dan ampunan-Nya jauh lebih luas dibandingkan dengan dosa dan kealfaan hamba-Nya.
Berdoa adalah salah satu dzikir qauli yang menggambarkan hubungan antara hamba yang sangat lemah dengan Khalik Yang Maha Kuasa dan Perkasa. Karena yang berhubungan itu bukan hanya satu anggota melainkan hakikat mahluk atau hamba yang meliput hati, fikiran dan perasaan, maka untuk terwujudnya hubungan yang menyeluruh diperlukan hal-hal berikut ini:
Menghadap kepada Yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa tidak dapat disamakan dengan menghadap kepada sesama manusia. Kalau seorang karyawan dalam satu perusahaan menghadap kepada seorang pimpinan dituntut untuk memperhatikan tata tertib, merendah, sopan, hati-hati dalam berbicara, dan penuh perhatian kepada semua ungkapan pimpinan, maka seorang hamba yang menghadap kepada Yang Maha Tinggi harus melebihi daripada sekedar penampilan seorang karyawan dihadapan pimpinannya.
Berdoa adalah menyampaikan permohonan yang dilakukan seorang hamba kepada Khaliq apa-apa yang diperlukan untuk kepentingan dan keselamatan hidupnya. Maka seseorang tidak dapat dikatakan berdoa kecuali dengan merasakan dan menjiwai apa yang diperlukan. Karena itu berdoa tidak selalu identik dengan membaca doa.
Siapapun yang berdoa sangat penting baginya untuk memilih kata-kata yang tepat, baik dengan mengambil dari Al Quran, hadits Nabi atau susunan kalimat yang baik dari susunan para shalihin. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan maksud dan sasaran doa tersebut. Sehingga ketika seorang hamba berdoa maka doa yang telah tersusun tersebut menjadi alat yang dia gunakan untuk berkomunikasi dengan Allah dalam meyampaikan semua keperluan dan harapannya.
Tidak sedikit orang yang menjadikan bacaan doa hanya sebagai satu rutinitas dan tradisi pada waktu-waktu tertentu. Sehingga tanpa meresapi makna sekalipun mereka dapat membaca doa sesuai dengan susunan yang telah dihapalnya. Bahkan sambungan dari satu doa kepada doa lainnya tetap terpelihara meski pikiran sedang berada diluar atau sedang menghayalkan masalah lain. Tentu praktik seperti ini tidak termasuk berdoa akan tetapi hanya sebatas membaca doa. Adapun orang yang sedang berdoa maka dia akan menggunakan kalimat yang dibacakannya sebagai alat yang dapat menguraikan isi hatinya. Karena itu dia sangat berharap untuk mendapatkan ijabah dan sangat takut kalau tidak mendapatkannya.
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَ ا ةٍ فَلَمَّا قَفَلْنَا أَشْرَفْنَا عَلَى الْمَدِينَةِ فَكَبَّرَ النَّاسُ تَكْبِيرَةً وَ رَفَعُوا بِهَا أَصْوَ اتَهُمْ فَقَالَ رَسُو لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ رَ بَّكُمْ لَيْسَ بِأَصَمَّ وَ لا غَائِبٍ هُوَ بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَ رُءُوسِ رِحَالِكُمْ [5]
Dari Abi Musa Al Asya’ari, ia berkata, Kami berangkat bersama Rasulullah r, tatkala kami dekat ke Madinah beliau bertakbir maka ( para sahabat ) bertakbir dengan suara keras, maka Rasulullah r bersabda :” Sesungguhnya Tuhanmu tidak tuli dan tidak jauh, Dia diantara kamu dan di muka kendaraanmu.” ( HR. Attirmidzi )
ٱدْعُواْ رَ بَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ
Dan berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [6]
Menggunakan suara sesuai dengan keperluan tidak berarti harus selalu berbisik atau tidak terdengar orang lain. Akan tetapi terkadang diperlukan dengan suara yang nyaring bila berdoa berlangsung dengan membawa suara jamaah yang mereka hadiri. Atau ketika mendidik mereka yang belum terbiasa berdoa yang memerlukan bimbingan.
Orang yang ingin menghadap kepada Yang Maha Suci akan berusaha untuk memelihara diri dari yang mengotorinya, baik kotoran lahir ataupun kotoran batin. Bersih dari kotoran batin disebut suci, yaitu bersih dari najis yang dapat mengganggu perjalanan ibadah dan taqarrub kepada Allah I. Kebersihan pakaian dan tempat dapat menjaga kebersihan diri. Allah I berfirman:
إِ نَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222)
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
عَنْ وَ اثِلَةَ بْنِ الأَسْقَعِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاءَ [7]
Dari Watsilah bin Al Asqa berkata : Aku mendengar Rasulullah r bersabda menyampaikan hadits dari Allah I, Ia berfirman : ” Aku bersama sangkaan hambaku kepada-Ku maka hendaklah dia menyangka kepada-Ku sesuai keinginan. “
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْو َةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ و َلا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَ إِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الآخِرَةِ وَ إِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَ كْثَرُ [8]
Dari Abi Sa’id bahwa Nabi r bersabda, “ Tiada seorang muslim berdoa kepada Allah I dengan doa yang bersih dari dosa dan tidak pula putus shilaturahmi kecuali Allah I berikan kepadanya salah satu dari tiga hal : dipercepat hasil doanya, ditangguhkan untuk di akhirat atau dipelihara dari keburukan”. Mereka berkata : Kalau begitu kita perbanyak saja berdoa. Beliau r bersabda : “ Allah I lebih banyak ”.
Yang dimaksud dengan "Allah I lebih banyak" adalah sebanyak apapun permohonan yang disampaikan seorang hamba kepada-Nya maka sangat sedikit bila dibandingkan dengan karunia yang Dia sediakan baginya.
Allah I berfirman :
وَ قَالَ رَ بُّكُـمْ ٱدْعُو نِيۤ أَ سْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Tuhanmu berfirman :“ Berdoalah kamu kepada-Ku pasti Aku kabulkan.”
حَدَّ ثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَ نَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ و َجَلَّ لَيَسْتَحِي أَنْ يَبْسُطَ الْعَبْدُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ يَسْأَ لُهُ خَيْرً ا فَيَرُدَّ هُمَا خَا ئِبَتَيْنِ [9]
Dari Salman t ia berkata : “ Sesungguhnya Allah I sangat malu kepada hamba-Nya karena membuka kedua tangannya untuk memohon kebaikan kepada-Nya kemudian mengembalikannya dalam keadaan merugi . ( HR. Ahmad )
Al Hakim menegaskan bahwa hadits ini adalah shahih memenuhi syarat yang ditentukan Bukhori dan Muslim.
عن أبي عثمان النهدي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ثم إنَّ رَبكُمْ حَيٌّ كَرِيمٌ يسْتَحْيي مِنْ عَبْدِ هِ إذَا رَ فَعَ يَدَيْهِ إِليْهِ أَنْ يَرُدَّ همَا ِصفْرًا [10]
Dari Abi Utsman al Nahdi dari Nabi r, beliau bersabda :” Sesungguhnya Rabb-Mu Maha Hidup dan Mulia, Dia enggan terhadap hamba-Nya bila telah mengangkat kedua tangannya ( untuk berdoa ) kepada-Nya berakhir dengan tangan hampa”.
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ لَيَسْتَحِي أَنْ يَبْسُطَ الْعَبْدُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ يَسْأَلُهُ خَيْرً ا فَيَرُدّ َهُمَا خَائِبَتَيْنِ [11]
[1] Maksud bersamanya adalah Allah mengetahui, bukan berarti Allah bersatu dengan makhlukNya (Fat-hul Baari)
[5] أخرجه مسلم في صحيحه ج4/ص2077/ح2704، و البخاري في صحيحه ج4/ص1541/ح3968، . و ابن خزيمة في صحيحه ج4/ص149/ح2563. و الترمذي في سننه ج5/ص458/ح3374، و ابن ماجه في سننه ج2/ص1256/ح3824. و أبي داود في سننه ج2/ص87/ح1526، . و ابن حنبل في مسنده ج2/ص335/ح8407،
[8] Ibnu Katsir I : 219
[9] أخرجه الحاكم في مستدركه ج 1/ص 675/ح 1830أخرجه ابن حبان في صحيحه ج3/ص161/ح876، و الترمذي في سننه ج5/ص557/ح3556. و ابن حنبل في مسنده ج5/ص438/ح23765. و الحاكم في مستدركه ج1/ص675/ح1830، . و الطبراني في معجمه الكبير ج6/ص252/ح6130، و القضاعي في مسند الشهاب ج2/ص165/ح1110، و عبد الرزاق في مصنفه ج6/ص72/ح29555، و ابن أبي شيبة في مصنفه ج2/ص251/ح3250
Tidak ada komentar:
Posting Komentar