Al Qur'an

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَ ةَ وَ أْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ اصْبِرْ عَلَى مَا أَصَا بَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُور [لقمان/17]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukmaan (31) : 71

SILAHKAN DISEBARKAN

SILAHKAN DIPERBANYAK / DISEBARKAN DENGAN COPY PASTE ASAL SEBUTKAN SUMBERNYA, TERIMA KASIH

Rabu, 09 Februari 2011

Risalah Nikah (Menuju Keluarga Yang Diridhai dan Dicintai Allah) (Bagian 7)



4.2. Etika memandang – (lanjutan)


e. Etika pandangan laki-laki kepada laki-laki

Seorang laki-laki tidak boleh memandang aurat laki-laki yang lain, yaitu antara pusar dan lutut, baik pandangan itu dari jarak dekat maupun dari jarak jauh, baik itu seorang muslim maupun seorang non muslim. Adapun selain batasan itu seperti perut, punggung dan dada, bila tidak menimbulkan syahwat boleh dilihat. Dasar hukum larangan ini adalah hadits dibawah ini :

صحيح مسلم - (ج 2 / ص 238/ح 512) و سنن الترمذي - (ج 9 / ص 479/ح 2717) و مسند أحمد - (ج 23 / ص 218/ح 11173) و مصنف ابن أبي شيبة - (ج 1 / ص 130) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 7 / ص 98) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 2 / ص 58/ح 517) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 8 / ص 368/ح 3822) و تفسير ابن أبي حاتم - (ج 44 / ص 404/ح 13371) و صحيح ابن خزيمة - (ج 1 / ص 131/ح 71) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّ ثَنَا زَ يْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ أَخْبَرَ نِي زَ يْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَ ةِ الرَّجُلِ وَ لاَ الْمَرْ أَ ةُ إِلَى عَوْرَ ةِ الْمَرْ أَةِ (

Dari Abu Sa'id Al Khudri t, bahwasannya Nabi r, beliau telah bersabda : "Tidak diperbolehkan seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya, demikian juga perempuan tidak diperbolehkan melihat aurat perempuan lainnya".(Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, Musnad Ahmad, Mushonif Abi Saibah, Sunanul Kubro Al Baihaqi, Al Mustadrak Ala Shahihain, AL Ma’kaamul Ausath Ath-Thobroni, Tafsir Ibnu Abi Hatim, Shahih Ibnu Huzaimah)

سنن أبي داود - (ج 11 / ص 31/ح 3501) و سنن الترمذي - (ج 9 / ص 481/ح 2718) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 1 / ص 199) و سنن ابن ماجه - (ج 6 / ص 40/ح 1910) و مسند أحمد - (ج 41 / ص 3/ح 19181) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 204/ح 7465) و الأوسط لابن المنذر - (ج 1 / ص 322/ح 248) و مسند الروياني - (ج 3 / ص 37/ح 891) : حَدَّ ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّ ثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ وَ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالاَ حَدَّ ثَنَا بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ) قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ عَوْرَ اتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَ مَا نَذَرُ قَالَ احْفَظْ عَوْرَ تَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ (

Dari Bahzun bin Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata : Saya bertanya : " Wahai nabiyullah r, kepada siapa saja aurat kami harus ditutup, dan kepada siapa boleh kita biarkan?'. Beliau r menjawab : "Peliharalah aurat kamu kecuali terhadap istrimu dan budak sahayamu".(Sunan Abi Daud, Sunan Turmudzi, Sunanul Kubro Al Baihaqi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Al Mustadrak Ala Shahihain, Al Ausath Ibnu Mundzir, Musnad Ar-Ruuyaani)

المعجم الصغير للطبراني - (ج 3 / ص 170/ح 1030) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 15 / ص 44/ح 6490) و السنن الصغير للبيهقي - (ج 1 / ص 273/ح 243) : حدثنا محمد بن عون السيرافي ، بالبصرة ، حدثنا أبو الأشعث أحمد بن المقدام ، حدثنا أصرم بن حوشب ، حدثنا قرة بن خالد ، عن أبي جعفر محمد بن علي بن الحسين قال : قلت لعبد الله بن جعفر بن أبي طالب : حدثنا شيئا سمعته من رسول الله صلى الله عليه و آله و سلم ، فقال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و آله و سلم يقول : ) مَا بَيْنَ السُّرَّ ةِ وَ الرُّ كْبَةِ عَوْرَ ةٌ (

Dari Syaya', dia mendengar dari Rasulullah r telah bersabda : "Anggota tubuh diantara pusar dan lutut adalah aurat".(Al Mu’jamush Shoghiir Ath-Thobroni, Al Mustadrak Ala Shahihain, As-Sunanush Shoghiir Al Baihaqqi)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 468) : عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ) لاَ تُبْرِزْ فَخِذَ كَ ، وَ لاَ تَنْظُرْ إلَى فَخِذِ حَيٍّ وَ لاَ مَيِّتٍ ( .(رَوَاهُ أَ بُو دَ اوُد وَ ابْنُ مَاجَهْ ) .

Dari Ali bin Abi Thalib t, ia berkata : "Rasulullah r telah bersabda :"Janganlah engkau menampakkan pahamu dan jangan (pula) engkau melihat paha orang yang hidup dan (juga) paha orang yang mati".(Sunan Abi Daud, Ibnu Majah)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 470) : وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَحْشٍ قَالَ ) مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَلَى مَعْمَرٍ وَ فَخِذَ اهُ مَكْشُوفَتَانِ فَقَالَ : يَا مَعْمَرُ غَطِّ فَخِذَ يْك فَإِنَّ الْفَخِذَ يْنِ عَوْرَةٌ ( .( رَوَاهُ أَحْمَدُ وَ الْبُخَارِيُّ فِي تَارِيخِهِ ) .

Dari Muhammad bin Jahsy t, ia berkata : Rasulullah r melewati Ma'mar t, sedangkan kedua paha Ma'mar t dalam keadaan terbuka. Lalu Nabi r bersabda : "Hai Ma'mar, tutuplah kedua pahamu itu, karena sesungguhnya kedua paha itu adalah aurat".(Shahih Bukhari, Musnad Ahmad,)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 470) : وَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : ) الْفَخِذُ عَوْرَةٌ ( .رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ

Dari Ibnu Abbas t, dari Nabi r, ia berkata : "Paha itu aurat".( Sunan Turmudzi)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 470) : وَ أَحْمَدُ وَ لَفْظُهُ : ) مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ وَ فَخِذُ هُ خَارِجَةٌ . فَقَالَ : غَطِّ فَخِذَ يْك فَإِنَّ فَخِذَ الرَّجُلِ مِنْ عَوْرَتِهِ (

Dan Ahmad meriwayatkan, dengan redaksinya : Rasulullah r melewati seorang lelaki, sedangkan paha laki-laki tersebut dalam keadaan terbuka, lalu Rasulullah r bersabda : "Tutuplah pahamu itu, karena sesungguhnya paha seorang laki-laki itu termasuk auratnya".(Shahih Muslim)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 471) : وَ عَنْ جَرْهَدٍ اْلأَسْلَمِيِّ قَالَ ) مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ عَلَيَّ بُرْدَ ةٌ ، وَ قَدِ انْكَشَفَتْ فَخِذِي ، فَقَالَ : غَطِّ فَخِذَ كَ فَإِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ ( .رَوَ اهُ مَالِكٌ فِي الْمُوَطَّأِ وَ أَحْمَدُ وَ أَبُو دَ اوُد وَ التِّرْمِذِيّ

Dari Jarhad Al Aslamiy, ia berkata : "Rasulullah r lewat ketika itu aku memakai burdah (selendang / sarung) dan terbukalah pahaku, lalu Rasulullah r bersabda : Tutuplah pahamu, karena sesungguhnya paha itu aurat".( Sunan Turmudzi, Musnad Ahmad, Sunan Abi Daud, Al Muwatho Malik)

Dari konteks hadits diatas tersebut, jelaslah bahwa seorang lelaki tidak boleh membuka bagian anggota tubuhnya dari pusar sampai lutut (dimana pusar dan lutut bukan aurat - penjelasan dibagian akhir etika memandang ini), baik itu pada saat berolah raga, berenang, latihan, atau didalam kamar mandi umum yang berjamaah, meskipun tidak menimbulkan berahi. Jika seseorang memerintahkan membuka auratnya, janganlah ia mematuhi perintah tersebut hal ini berdasarkan hadits :

مسند أحمد - (ج 3 / ص 47/ح 1041) و مصنف ابن أبي شيبة - (ج 7 / ص 737) و مصنف عبد الرزاق - (ج 2 / ص 383/ح 3788) والمعجم الأوسط للطبراني - (ج 10 / ص 27/ح 4473) و السنة لأبي بكر بن الخلال - (ج 1 / ص 65/ح 59) ومسند الحارث - (ج 2 / ص 492/ح 593) : حَدَّ ثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّ ثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَ ارِيرِيُّ حَدَّ ثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ زُ بَيْدٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عَلِيٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ) لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ (

Dari Ali bin Abi Thalib t, sesungguhnya Nabi r telah bersabda : Tidak perlu patuh kepada makhluk yang memerintahkan berbuat maksiat kepada Allah U".( Musnad Ahmad, Mushonif Abi Saibah, Mushonif Abdu Rozaq, AL Mu’jaamul Ausath Ath-Thobroni)

Pendapat paha bukan Aurat ; Didalam kitab Nailul Author Syarah dari himpunan Hadits Al Muntaqa karya Ibnu Taimiyah, ada pendapat yang lain bahwa paha bukan aurat alasan-alasannya, mereka memakai dalil dibawah ini :

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 472) : عَنْ عَائِشَةَ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ جَالِسًا كَاشِفًا عَنْ فَخِذِهِ فَاسْتَأْذَنَ أَ بُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَ هُوَ عَلَى حَالِهِ ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَ هُوَ عَلَى حَالِهِ ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ فَأَرْخَى عَلَيْهِ ثِيَا بَهُ ، فَلَمَّا قَامُوا قُلْت : يَا رَسُولَ اللَّهِ اسْتَأْذَنَ أَ بُو بَكْرٍ وَ عُمَرُ فَأَذِنْتَ لَهُمَا ، وَ أَ نْتَ عَلَى حَالِكَ فَلَمَّا اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ أَرْخَيْت عَلَيْكَ ثِيَا بَك ، فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ أَلاَ أَسْتَحْيِي مِنْ رَجُلٍ ، وَ اَللَّهِ إنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ لَتَسْتَحْيِي مِنْهُ ( . رَوَ اهُ أَحْمَدُ , وَ رَوَى أَحْمَدُ هَذِهِ الْقِصَّةَ مِنْ حَدِيثِ حَفْصَةَ بِنَحْوِ ذَ لِكَ وَ لَفْظُهُ : ) دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ذَ اتَ يَوْمٍ فَوَضَعَ ثَوْ بَهُ بَيْنَ فَخِذَ يْهِ ، وَ فِيهِ : فَلَمَّا اسْتَأْ ذَنَ عُثْمَانُ تَجَلَّلَ بِثَو ْبِهِ ( .

Dari 'Aisyah t, bahwa Rasulullah r pernah duduk dalam keadaan terbuka pahanya. Kemudian Abu Bakar t meminta idzin untuk bertemu, lalu Nabi r mengidzinkan sedangkan ia tetap dalam keadaan seperti itu. Kemudian Umar t meminta idzin untuk bertemu, lalu Nabi r mengidzinkan, dan ia tetap dalam keadaan seperti itu. Kemudian Utsman t minta idzin untuk bertemu, lalu Nabi r menurunkan pakaiannya. Maka tatkala mereka telah pergi, aku bertanya,"Ya Rasulullah, Abu Bakar dan 'Umar meminta idzin bertemu denganmu, lalu keduanya engkau idzinkan, dan engkau tetap dengan keadaanmu, tetapi tatkala Utsman minta idzin untuk bertemu denganmu lalu engkau turunkan pakaianmu". Kemudian Nabi r menjawab pertanyaan tersebut : "Ya, Aisyah apakah aku tidak malu kepada seorang laki-laki, yang demi Allah sesungguhnya malaikatpun malu kepadanya". Hadits Riwayat Ahmad, dan Ahmadpun meriwayatkan kisah ini dari jalan Hafshah t seperti itu dan lafadznya sebagai berikut : "Pada suatu hari Rasulullah r masuk ke rumahku, lalu ia letakkan pakaiannya diantara kedua pahanya". Dalam hadits tersebut disebutkan : "Maka tatkala Utsman t meminta idzin untuk bertemu, kemudian Nabi r memakai pakaiannya itu".

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 473) : وَ عَنْ أَ نَسٍ ) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَوْ مَ خَيْبَرَ حَسَرَ اْلإِزَ ارَ عَنْ فَخِذِهِ حَتَّى إ نِّي َلأَ نْظُرُ إلَى بَيَاضِ فَخِذِهِ ( . رَوَ اهُ أَحْمَدُ وَ الْبُخَارِيُّ.

Dari Anas t, ia bercerita, bahwa Nabi r pada hari peperangan Khaibar, mengangkat kain dari pahanya, sehingga sungguh aku melihat pahanya yang putih itu. (Musnad Ahmad, Shahih Bukhari)

Pendapat ini (paha bukan aurat) kurang banyak dukungan dari para ulama walaupun haditsnya shahih, dibandingkan dengan paha adalah aurat, karena hadits-hadits tersebut, pertama yang diriwayatkan Aisyah t hanya didalam rumah dalam kondisi khusus bukan di muka umum, kedua hadits dari Anas t menyingkap kain untuk tidak menghalangi gerak dalam peperangan dan itu kondisi khusus pula. Hukum asal tetap kembali kepada pendapat jumhur Ulama bahwa paha adalah Aurat. Demikian uraian dari Syekh Faishal bin Abdul Aziz Al Mubarak dalam Bustanul Ahbarnya.

Pusar dan lutut sebagai batas dan bukan merupakan aurat, hal ini diperkuat oleh hadit-hadits dibawah ini :

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 475) : عَنْ أَبِي مُوسَى ) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ قَاعِدً ا فِي مَكَانٍ فِيهِ مَاءٌ فَكَشَفَ عَنْ رُ كْبَـتَـيْهِ أَوْ رُ كْـبَـتِهِ فَـلَمَّا دَخَلَ عُثْمَانُ غَطَّاهَا ( .رَوَ اهُ الْبُخَارِيُّ .

Dari Abu Musa t, bahwa Nabi r pernah duduk di satu tempat yang ada airnya, lalu Nabi r membuka kedua atau salah satu lututnya. Tetapi tatkala Utsman t masuk Nabi r menutupnya. (Shahih Bukhari)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 477) : وَ عَنْ عُمَيْرِ بْنِ إِسْحَاقَ قَالَ : ) كُنْت مَعَ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ فَـلَقِيَنَا أَ بُو هُرَ يْرَ ةَ فَقَالَ : أَرِ نِي أُ قَبِّلْ مِنْكَ حَيْثُ رَ أَ يْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُقَبِّلُ ، فَقَالَ بِقَمِيصِهِ فَقَبَّلَ سُرَّ تَهُ ( . رَوَ اهُ أَحْمَدُ .

Dari Umair bin Ishaq, ia berkata : Pernah aku bersama Hasan bin Ali, lalu Abu Hurairah t menemui kami. Kemudian ia berkata : "Perlihatkan kepadaku, aku akan mencium tempat dari badanmu di mana aku pernah melihat Rasulullah r menciumnya", kemudian ia membuka qamisnya (kemeja) lalu Abu Hurairah t mencium pusarnya. (Musnad Ahmad)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 478) : وَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : ) صَلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الْمَغْرِبَ ، فَرَجَعَ مَنْ رَجَعَ ، وَ عَقَّبَ مَنْ عَقَّبَ ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مُسْرِعًا قَدْ حَفَزَ هُ النَّفَسُ قَدْ حَسَرَ عَنْ رُ كْبَتَيْهِ فَقَالَ أَ بْشِرُوا هَذَ ا رَ بُّكُمْ قَدْ فَتَحَ بَا بًا مِنْ أَبْوَ ابِ السَّمَاء ِ يُبَاهِي بِكُمْ يَقُو لُ : اُ نْظُرُوا إلَى عِبَادِي قَدْ صَلَّوْا فَرِيضَةً ، وَ هُمْ يَنْتَظِرُونَ أُخْرَى ( رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ .

Dan dari Abdullah bin 'Amr t, ia berkata : Kami shalat maghrib bersama Rasulullah r, lalu pulanglah orang yang pulang dan tinggallah orang yang tinggal. Kemudian Rasulullah r datang kembali dengan tergopoh-gopoh, nafasnya terengah-engah, membuka kedua lututnya. Lalu ia bersabda : "Gembiralah, Tuhanmu telah membukakan salah satu dari pintu-pintu langit, Ia bangga kepadamu, Tuhan berkata kepada Malaikat : Lihatlah kepada hamba-hambaKu, mereka sudah selesai shalat fardhu, tetapi mereka masih tetap menunggu shalat yang lain".(Ibnu Majah)

Adapun asumsi (ijtihad) dari madzhab Maliki bahwa aurat itu hanya terbatas pada kemaluan di depan dan dubur di belakang, serta bagian yang lain boleh terbuka banyak ditentang oleh para ulama yang lain karena tidak ada hadits yang menguatkan hal tersebut dan ijtihadnya dianggap lemah. Dan selain itu seluruh jumhur Ulama menetapkan bahwa apa yang ada diantara pusar dan lutut adalah haram dilihat dan termasuk aurat bagi laki-laki. Demikian uraian dari Syekh Faishal bin Abdul Aziz Al Mubarak dalam Bustanul Ahbarnya.


f. Etika perempuan memandang perempuan lainnya

Seorang perempuan tidak boleh memandang aurat perempuan lainnya antara pusar dan lututnya dari jarak dekat maupun jauh, baik dia muslimah ataupun non muslimah. Dasar hukum ini bersumber dari hadits-hadits dibawah ini :

صحيح مسلم - (ج 2 / ص 238/ح 512) و سنن الترمذي - (ج 9 / ص 479/ح 2717) و مسند أحمد - (ج 23 / ص 218/ح 11173) و مصنف ابن أبي شيبة - (ج 1 / ص 130) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 7 / ص 98) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 2 / ص 58/ح 517) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 8 / ص 368/ح 3822) و تفسير ابن أبي حاتم - (ج 44 / ص 404/ح 13371) و صحيح ابن خزيمة - (ج 1 / ص 131/ح 71) : حَدَّ ثَنَا أَ بُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّ ثَنَا زَ يْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ أَخْبَرَ نِي زَ يْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَ ةِ الرَّجُلِ وَ لاَ الْمَرْ أَ ةُ إِلَى عَوْرَ ةِ الْمَرْ أَةِ (

Dari Abu Sa'id Al Khudri t, bahwasannya Nabi r, beliau telah bersabda : "Tidak diperbolehkan seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya, demikian juga perempuan tidak diperbolehkan melihat aurat perempuan lainnya".(Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, Musnad Ahmad, Mushonif Abi Saibah, Sunanul Kubro Al Baihaqi, Al Mustadrak Ala Shahihain, AL Mu’jaamul Ausath Ath-Thobroni, Tafsir Ibnu Abi Hatim, Shahih Ibnu Huzaimah)

المعجم الصغير للطبراني - (ج 3 / ص 170/ح 1030) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 15 / ص 44/ح 6490) و السنن الصغير للبيهقي - (ج 1 / ص 273/ح 243) : حدثنا محمد بن عون السيرافي ، بالبصرة ، حدثنا أبو الأشعث أحمد بن المقدام ، حدثنا أصرم بن حوشب ، حدثنا قرة بن خالد ، عن أبي جعفر محمد بن علي بن الحسين قال : قلت لعبد الله بن جعفر بن أبي طالب : حدثنا شيئا سمعته من رسول الله صلى الله عليه و آله و سلم ، فقال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و آله و سلم يقول : ) مَا بَيْنَ السُّرَّ ةِ وَ الرُّ كْبَةِ عَوْرَ ةٌ (

Dari Syaya', dia mendengar dari Rasulullah r telah bersabda : "Anggota tubuh diantara pusar dan lutut adalah aurat".( Al Mu’jaamush Shaghiir Ath-Thobroni, Al Mustadrak Ala Shahihain, As-Sunanush Shaghiir Al Baihaqi)

نيل الأوطار - (ج 2 / ص 468) : عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ) لاَ تُبْرِزْ فَخِذَ كَ ، وَ لاَ تَنْظُرْ إلَى فَخِذِ حَيٍّ وَ لاَ مَيِّتٍ ( .(رَوَاهُ أَ بُو دَ اوُد وَ ابْنُ مَاجَهْ ) .

Dari Ali bin Abi Thalib t, ia berkata : "Rasulullah r telah bersabda :"Janganlah engkau menampakkan pahamu dan jangan (pula) engkau melihat paha orang yang hidup dan (juga) paha orang yang mati".(Sunan Abi Daud, Sunan Ibnu Majah)

Dari konteks hadits-hadits diatas jelaslah bahwa seorang perempuan diharamkan melihat paha anaknya, saudara perempuannya, ibunya, tetangganya yang perempuan atau temannya (perempuan), baik di kamar mandi ataupun di tempat lain.

Hikmah larangan ini adalah agar perempuan terpelihara dari gejolak naluri yang berkobar pada saat melihat pemandangan yang sangat sensitif atau pemandangan yang menimbulkan fitnah. Bisa saja gejolak seks itu timbul akibat pemandangan sesama jenisnya sehingga akan menyebabkan perbuatan lesbi, yaitu hubungan yang dilakukan antara perempuan dengan perempuan dengan tujuan untuk meredakan desakan naluri seksual.

Bagaimana jika semua aurat itu tertutup tetapi pakaiannya mencetak tubuh, atau berpakaian tipis, atau menampakan keindahan bentuk tubuhnya, maka lihatlah hadits dibawah ini, yang menerangkan diharamkannya perempuan yang seperti itu masuk surga bahkan mencium bau surgapun diharamkan :

صحيح مسلم - (ج 14 / ص 10/ح 5098) و مسند أحمد - (ج 17 / ص 353/ح 8311) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 2 / ص 234) : حَدَّ ثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّ ثَنَا جَرِ يرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ) صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا : قَوْ مٌ مَعَـهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْ نَابِ الْبَقَرِ يَضْرِ بُونَ بِهَا النَّاسَ , وَ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَ تٌ مَائِلاَ تٌ , رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ , وَ لاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا , وَ إِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَ ةِ كَذَ ا وَ كَذَ ا (

Dari Abu Hurairah t, dia berkata bahwa Rasulullah r bersabda : "Dua golongan dari penghuni neraka, yang aku belum pernah melihatnya [1] yaitu : (1) Suatu kaum yang mempunyai cambuk seperti ekor sapi (permisalan sebagai penegak hukum) ; mereka memukuli orang-orang dengannya [2] ; (2) Perempuan yang berpakaian, tetapi seperti telanjang, yang berjalan berlenggak lenggok, menggoyangkan (bahu dan pinggulnya) dan rambutnya (disasak) bagai punuk unta yang miring. Mereka tidak dapat masuk syurga bahkan tidak dapat mencium bau harumnya Surga, sedangkan bau harum surga dapat dirasakan dari jarak sekian sekian"(Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Sunanul Kubro Al Baihaqi)

Ketika etika pandangan antara sesama jenis diabaikan, maka terjadilah gejolak berahi antara sesama jenis yang dikenal dengan homoseksual (senang dengan sesama jenis) yang dikenal dengan kaum gay (bagi laki-laki) dan kaum lesbi (bagi wanita). Dan Rasulullah r mengabarkan berita ini dengan laknatan dari Allah I yang diulang sampai tiga kali :

مسند أحمد - (ج 6 / ص 296/ح 2763) و السنن الكبرى للنسائي - (ج 4 / ص 321/ح 7336) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 427/ح 8166) : حَدَّ ثَنَا حَجَّاجٌ أَخْبَرَ نَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ... )لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ثَلاَ ثًا (

Dari Ibnu Abbas t, ia berkata, sesungguhnya Rasulullah r bersabda : Allah I melaknat orang yang melakukan perbuatan seperti yang telah dilakukan oleh kaum Nabi Luth u, Allah I melaknat orang yang melakukan perbuatan seperti yang telah dilakukan oleh kaum Nabi Luth u (diulang-ulang oleh Rasulullah r sebanyak tiga kali). (Musnad Ahmad, Mushonif Abi Saibah, Sunanul Kubro An-Nasa’i, Al Mustadrak Ala Shahihain)

السنن الكبرى للبيهقي - (ج 8 / ص 233) : حمد بن عبد الرحمن عن خالد الحذاء عن ابن سيرين عن أبى موسى قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ) إِ ذَ ا اَتَى الرَّجُلَ الرَّجُلَ فَهُمَا زَ انِيَانِ وَ إِذَ ا اَتَتِ اْلمَرْ أَ ةُ اْلمَرْأَ ةَ فَهُمَا زَ انِيَتَانِ (

Dari Abu Musa t, ia berkata, telah bersabda Rasulullah r : "Ketika seorang lelaki menggauli lelaki lainnya maka mereka telah melakukan perzinahan, dan ketika wanita telah menggauli wanita lainnya , maka mereka telah melakukan perzinahan". (Sunanul Kubro Al Baihaqi)

Mengapa Rasulullah r membaca kalimat laknat Allah I kepada orang yang homoseksual tersebut berulang-ulang, karena Allah I telah mewahyukan kepada beliau dengan firmannya :

أَ تَأْ تُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ [الأعراف/80]

"Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (QS Al 'Araaf (7) : 80)

إِ نَّكُمْ لَتَأْ تُونَ الرِّجَالَ شَهْوَ ةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَ نْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ [الأعراف/81]

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS Al 'Araaf (7) : 81)

إ ِنَّــهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْ ءٍ فَاسِقِين [الأنبياء/74]

Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik (QS Al Anbiyaa (21) : 74)

Sungguh!, mereka yang melakukan homoseksual telah keluar dari fitrah Allah I, dimana Allah I sudah menjodohkan manusia berpasangan, tetapi mereka dianggap melanggar karena ingin memuaskan birahinya dengan sesama jenis (walaupun ada diantara kita menganggap mereka kelainan, tetapi kelainan ini akibat tidak menjaga pandangan dan salah didikan dari kecil) wajar jika Allah I sang pencipta melaknatnya karena mengetahui alasan ini tidak benar dan diada-adakan.


g. Etika pandangan perempuan kafir kepada muslimah

Muslimah diharamkan membuka bagian dari anggota tubuhnya yang menarik di depan perempuan non muslimah kecuali apa yang tampak pada saat bekerja seperti dua tangan, muka, dua kaki. Hal ini berdasarkan firman Allah I :

وَ لاَ يُبْدِ ينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُوْ لَـتِهِنَّ [النور/31]

"Dan tidaklah mereka menampakkan perhiasan kecuali kepada suami-suami mereka".(QS An-Nuur (24) : 31)

Dari firman Allah diatas lanjutannya ada kata (أَوْ نِسَائِهِنّ) dapat dipahami bahwa muslimah tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali dihadapan muslimah yang saleh. Namun, jika dalam pertemuan terdapat perempuan non muslim atau non-muslimah, atau ada pelaku perbuatan keji dan maksiat, maka perhiasannya tidak boleh ditampakkan.

Hikmah larangan ini seperti yang dijelaskan dalam Hasyiah ad-Dasuqi, DR. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan : "… aurat muslimah dengan perempuan non muslimah, menurutnya adalah selain muka dan kedua telapak tangan". Hal ini dimaksudkan supaya perempuan yang non muslimah tersebut tidak menceritakan aurat muslimah kepada suaminya yang non muslim. Jadi larangan ini adalah demi nama baik umat Islam bukan karena aurat itu sendiri.

Demikian pula seorang muslimah diharamkan membuka bagian aurat tubuhnya yang mengandung pesona dihadapan muslimah fajirah (yang berbuat maksiat dan keji). Hal ini agar ia tidak menceritakan kecantikannya (tempat-tempat aurat yang menarik) kepada lelaki yang fajirah dimana dia bergaul. DR. Abdullah Nashih Ulwan, selanjutnya menegaskan kutipan dia dari buku Fi al-Hidayat al-Alaiyyah ditegaskan : "Perempuan yang saleh tidak layak dilihat oleh perempuan keji dan jahat karena umumnya dia akan menceritakannya kepada kaum lelaki. Oleh karena itu, perempuan yang saleh tidak boleh membuka baju panjang (jilbab) dan kerudungnya".

Ada juga pendapat dari Abu al-"ala al-Maududi, kata (أَوْ نِسَائِهِنّ) ditafsirkan sebagai perempuan-perempuan khusus yang baik akhlaknya, yang bisa diajak bergaul, berkenalan, dan memberikan pengabdian, baik mereka itu muslimah maupun non muslimah. Tujuan ayat ini hanya ingin memisahkan dari lingkungan perempuan-perempuan asing yang tidak dikenal secara jelas moralnya, etikanya dan adat perilakunya, atau keadaan mereka tidak jelas dan tidak dapat di percaya. Tinjauan disini bukan dilihat dari segi perbedaan agama, melainkan dari segi perbedaan moral. Sehingga seorang muslimah diperbolehkan menampakkan perhiasan mereka tanpa hijab.

Adapun terhadap perempuan fasiq yang tidak mempunyai rasa malu dan tidak berpegang kepada akhlak dan sopan santun, setiap mukminah yang mengerti syariat harus menjaga atau menutup auratnya meskipun mereka itu muslimah karena bergaul dengan mereka tidak kurang berbahayanya dari bergaul dengan kaum lelaki.

Akan tetapi yang patut diperhatikan jika perempuan non muslimah tersebut baik akhlaknya secara moral kemanusiaan, apakah dia juga memahami akhlak dan moral secara Al-Qur'an dan As-Sunnah, mungkin hal ini yang harus kita pertimbangkan dan harus bisa luwes menjalin komunikasi sehingga mereka paham dan menghargai prinsip kita, sehingga perhiasan seorang wanita muslimah tidak menjadi bahan cerita atau gunjingan di kalangan mereka.


h. Etika memandang remaja

Yang dimaksudkan dengan remaja di sini adalah mereka yang usianya berkisar antara 10 sampai dengan 17 tahun. Memandang remaja seperti ini hukumnya boleh bila ada kepentingan seperti jual-beli, mengambil dan memberi, mengobati, mengajar dan keperluan lainya.

Jika memandang dengan tujuan menikmati kecantikannya, hukumnya haram karena menimbulkan syahwat dan fitnah. Dalil larangan di atas adalah firman Allah I :

قُلْ لِلْمُؤْ مِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَ بْصَارِهِمْ [النور/30]

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, (QS An-Nuur (24) : 30)

Para ulama yang saleh betul-betul memalingkan pandangan mereka dan menghindari pergaulan dengan anak laki-laki tampan yang baru meningkat remaja. Hasan bin Zakhwan berkata : "Janganlah kamu bergaul tanpa ilmu (Al Qur'an dan As-Sunnah) dengan anak-anak orang kaya karena mereka mempunyai daya tarik seperti daya tarik para gadis, bahkan mereka lebih besar daya tariknya daripada perempuan".

Hikmah larangan tersebut bergaul dengan siapapun hendaklah berbekal ilmu yang cukup dari Allah I dan Rasulnya, untuk mencegah berbagai fitnah yang timbul bagi umat yang faham agama dan ingin dijaga kesuciaannya, tidak jarang remaja yang polos menimbulkan syahwat bagi laki-laki maupun wanita yang lebih tua usianya. Bahkan tidak jarang di dunia seperti saat ini terjadi perzinahan antara sesama jenis, berlainan jenis atau bahkan ada yang AC/DC (laki boleh, wanita boleh, anak kecil, remaja, dewasa, sampai nenek-nenek atau kakek kakek dinikmati semuanya), inilah kelainan jiwa yang berkembang di masyarakat dewasa ini.

Seorang muslim yang bertakwa dan wara' (menjaga diri) adalah yang selalu menjaga agamanya, akhlaknya dan nama baiknya, serta selalu berhati-hati dan waspada menghadapi segala tuduhan.


i. Etika perempuan memandang laki-laki asing

Muslimah boleh melihat kaum lelaki yang sedang bermain di jalan-jalan, yang bermain dengan permainan yang tidak diharamkan, yang sedang melakukan jual-beli, atau kegiatan lainnya yang bermanfaat tetapi bukan mengumbar syahwat. Alasan hukum ini adalah hadits yang diriwayatkan dibawah ini :

صحيح البخاري - (ج 16 / ص 264/ح 4835) و ِصحيح مسلم - (ج 4 / ص 416/ح 1481) و مسند أحمد - (ج 51 / ص 325/ح 24168) و السنن الكبرى للبيهقي - (ج 7 / ص 92) و مصنف عبد الرزاق - (ج 10 / ص 465/ح 19721) و السنن الكبرى للنسائي - (ج 5 / ص 308/ح 8953) : حَدَّ ثَنِي أَ بُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَ نَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَ نِي يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَ ةَ بْنِ الزُّ بَيْرِ قَالَ قَالَتْ عَائِشَةُ ) وَ اللَّهِ لَقَدْ رَ أَ يْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُومُ عَلَى بَابِ حُجْرَ تِي وَ الْحَـبَشَةُ يَلْـعَبُونَ بِحِرَ ابِهِمْ فِي مَسْجِدِ رَسُو لِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَسْتُرُ نِي بِرِدَ ائِهِ لِكَيْ أَ نْظُرَ إِلَى لَعِبِهِمْ ثُمَّ يَقُومُ مِنْ أَجْلِي حَتَّى أَ كُونَ أَ نَا الَّتِي أَ نْصَرِفُ فَاقْدِرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ حَرِيصَةً عَلَى اللَّهْوِ (

Dari Urwah bin Zubair, dia berkata, 'Aisyah t pernah berkata : "Demi Allah!, sesungguhnya aku pernah melihat Rasulullah r, berdiri di pintu kamarku, sementara orang-orang Habsyah (Ethiopia) tengah bermain dengan tombak mereka di masjid. Sedangkan Rasulullah r menutupi diriku dengan Rida' (selendang) nya agar aku dapat melihat permainan mereka. Kemudian beliau berdiri untuk kepentinganku sehingga aku yang berbalik (berdiri dibalik punggung Rasulullah r). Maka nilailah dengan penilaian seorang gadis yang masih berusia belia yang masih ingin bermain. (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Ahmad, Sunanul Kubro Al Baihaqi)

Hadits ini menerangkan tentang 'Aisyah yang melihat laki-laki asing dari balik punggung Rasulullah, dan melihat permainan tombak orang Habasyah (Ethiopia) di dalam masjid paada hari Ied (tidak disebutkan apakah idul fitri atau idul adha) pada tahun ke tujuh hijriyah. Adapun hadits :

سنن الترمذي - (ج 9 / ص 455/ح 2702) و صحيح ابن حبان - (ج 23 / ص 174/ح 5667) : حَدَّ ثَنَا سُوَ يْدٌ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَ نَا يُونُسُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ نَبْهَانَ مَوْ لَى أُمِّ سَلَمَةَ أَ نَّهُ حَدَّ ثَهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ حَدَّ ثَتْهُ ) أَ نَّهَا كَا نَتْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ مَيْمُو نَةَ قَالَتْ فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ أَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَ ذَلِكَ بَعْدَ مَا أُمِرْ نَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِحْتَجِبَا مِنْهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَ لَيْسَ هُوَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُ نَا وَ لاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَ فَعَمْيَا وَ اِنْ أَ نْتُمَا أَ لَسْتُمَا تُبْصِرَ انِهِ (

Dari Ummu Salamah t, ia menceritakan : "Aku pernah bersama Rasulullah r sedangkan didekat beliau ada Maimunah t, lalu Ibnu Ummi Maktum pun datang. Peristiwa itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab". Nabi r bersabda : "Berhijablah kalian berdua darinya!". Kami menyanggah : "Wahai Rasulullah!, Bukankah dia buta, tidak melihat kami dan tidak mengetahui kami?". Nabi r menjawab : "Apakah kalian berdua buta? ; Bukankah kalian berdua melihatnya?". (Shahih Ibnu Hibban, Sunan Turmudzi)

Mengandung kemungkinan berkumpulnya Ummi Salamah dan Maimunah bersama Ibnu Ummi Maktum dalam satu pertemuan dan membuka pandangan mereka berdua dengan menatapnya secara berhadapan.

Abu al-"ala al-Maududi [3], dalam bukunya Al – Hijab, berkata : " Sesungguhnya ada perbedaan yang jauh antara pandangan perempuan kepada lelaki dan pandangan lelaki kepada perempuan dari segi ciri-ciri kejiwaan antara kedua golongan tersebut. Hal ini karena watak lelaki adalah ingin maju, tampil kedepan, dan pemberani. Jika mencintai sesuatu ia berusaha mengejarnya. Akan tetapi, watak perempuan adalah menghindar dan lari karena ia merasa malu. Seorang perempuan, selama fitrahnya masih utuh dan belum dirusak, tidak mungkin memiliki keberanian dan maju ke depan untuk meraih sesuatu yang disenangi dan dikaguminya."

Oleh karena itu, Rasulullah r telah memperhatikan dengan cermat perbedaan pembawaan kedua jenis manusia ini. Larangannya kepada perempuan untuk memandang laki-laki asing tidak begitu keras dibandingkan dengan larangan kepada lelaki. Hadits Aisyah t yang masyhur menunjukkan bahwa Rasulullah r lah yang mengijinkannya melihat permainan laki-laki Habasyah di masjid. Karenanya, dapat ditarik suatu hukum bahwa pandangan perempuan kepada laki-laki tidak diharamkan secara tegas. Akan tetapi, bila terjadi pertemuan antara perempuan dan lelaki di suatu majelis dan perempuan itu mencuri pandangan, hukumnya makruh seperti larangan yang ditujukan kepada Ummu Salamah t dan Maimunah t agar keduanya menutup pandangan dari Ibnu Ummi Maktum t. Demikian pula tidak boleh memandang apabila menimbulkan fitnah (daya tarik yang bergejolak dan tidak dapat menahan syahwat hati dan fikirannya)


j. Etika memandang aurat anak kecil

Menurut para ulma ahli fiqh, pada anak kecil, baik laki-laki maupun perempuan, tidak ada aurat bila ia berusia empat tahun kebawah. Kemudian, jika telah mencapai usia lebih dari empat tahun, batas auratnya adalah kemaluan depan dan belakang (qubul dan dubur) dan sekelilingnya. Jika telah mencapai usia matang dan telah menimbulkan berahi (bila dipandang), maka batas auratnya sama dengan batas aurat orang yang baligh yang telah dirinci didepan. Namun akan lebih baik lagi anak kecil itu bila kita biasakan menutup auratnya sejak dini.


[1] hal ini beliau lihat waktu Isra Mi'raj

[2] sebuah permisalan bagi orang yang selalu menzhalimi manusia (diberi kekuasaan tetapi sewenang-wenang), sehingga kita tidak boleh membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari apalagi mengangkat dia menjadi aparat pemerintahan atau menjadi penguasa sebuah pemerintahan

[3] DR. Abdullah Nashih Ulwan dan DR. Hassan Hathout, Tarbiyatul Aulad fil Islam, dengan terjemah Indonesia oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim dan Jalaluddin Rakhmat, berjudul Pendidikan anak menurut Islam : Pendidikan seks, cetakan pertama, hal 27, Remaja Rosda Karya, 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar